Jayapura, Jubi – Balai Bahasa Provinsi Papua khawatir jika tidak ada upaya nyata dan berkelanjutan untuk melestarikan bahasa daerah, maka perlahan namun pasti bahasa-bahasa daerah di Tanah Papua akan kehilangan penutur.
Kepala Balai bahasa Provinsi Papua Sukardi Gau menegaskan bahwa upaya melestarikan bahasa daerah tidak sama dengan cara melestarikan ekspresi-ekspresi kebudayaan lainnya seperti seperti tari-tarian, seni lagu, atau tradisi makanan (kuliner).
Bahasa daerah adalah sarana manusia setempat untuk bertutur dan berinteraksi dengan sesamanya. “Karena bahasa itu muncul secara alami, [yang ber]proses ratusan tahun sampai ribuan tahun hingga memunculkan satu bahasa,” kata Sukardi kepada Jubi saat ditemui di Kantor Balai Bahasa Provinsi Papua, Jalan Yoka-Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Senin (26/2/2024).
Sukardi mengatakan pelestarian bahasa daerah hanya bisa dilakukan dengan cara bertutur dan melestarikan warisan tuturan bahasa itu. Sebab bahasa daerah adalah warisan leluhur yang tidak bisa dibuat-buat sesuka-sukanya.
Kepala Balai Bahasa itu menjelaskan ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga bahasa daerah tetap lestari melalui bertutur. Gau menyarankan, misalnya tutur bahasa daerah agar digunakan terus dalam komunikasi sesama suku dan bahasa dalam berbagai kesempatan. Ia juga berharap bahasa daerah dituturkan ketika berinteraksi dengan orang lain dalam ranah sosial, keagamaan seperti di gereja-gereja dan di sekolah-sekolah minggu.
“Ketika seseorang mau berdoa itu bisa berdoa dalam bahasa daerah. Tuhan kan tahu apa yang kita doakan meski bahasa daerah, itu jauh lebih bagus. Artinya bahwa kita berharap juga ceramah-ceramah, khotbah-khotbah oleh pastor, pendeta di gereja-gereja, kalau bisa [juga] dituturkan dalam bahasa daerah, dengan begitu secara tidak langsung kita menjaga bahasa daerah,” ujarnya.
Hal itu menurutnya sangat berguna untuk membangun kebiasaan dan iklim berbahasa daerah di kalangan generani muda khususnya anak-anak.
“Ini berdampak pada pelestarian bahasa daerah itu, jadi anak-anak kita masih kecil datang ke gereja mendengar khotbah, mendengar ceramah dalam bahasa daerah maka dia juga akan terbiasa untuk mendengar ucapan tuturan itu sehingga nanti ketika mereka tumbuh dan dewasa dia akan lebih mudah lagi bertutur kata dalam bahasa daerah,” kata Gau.
Dia menambahkan, cara selanjutnya tentu saja melalui tutur sehari-hari di dalam keluarga dan sekolah. “Kita harap bahasa daerah juga hadir di ranah pendidikan, di sekolah-sekolah apapun bentuknya. Bisa dalam bentuk muatan lokal misalnya supaya anak-anak bisa belajar bahasa daerah di sekolah-sekolah juga,” ujarnya.(*)