Timika, Jubi – Ruang sidang Pengadilan Negeri Kota Timika pada Selasa (2/5/2023) pagi itu gaduh. Suara-suara protes langsung dilontarkan kerabat para korban kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika, gara-gara Jaksa Penuntut Umum Apry Silaban SH meminta penundaan sidang pembacaan tuntutan bagi empat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus itu.
Selasa itu, untuk ketiga kalinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan tidak siap membacakan surat tuntutan. Salah satu kerabat korban, Aptoro Lokbere bersuara keras memprotes hal itu.
Aptoro Lokbere merupakan kakak dari Arnold Lokbere, salah satu dari empat korban pembunuhan dan mutilasi itu. Pembunuhan dan mutilasi itu terjadi di Satuan Permukiman I, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada 22 Agustus 2022. Tiga korban lainnya adalah Irian Nirigi, Lemanile Nirigi, dan Atis Tini.
Sorot mata Aptoro tajam tertuju kepada JPU Apry Silabat. “Jaksa jangan main-main,” teriak Aptoro Lokbere di dalam ruang persidangan.
Teriakan Aptoro Lokbere membuat Ketua Majelis Hakim Putu Mahendra SH MH harus berulang kali mengetukan palunya. Ia mengingatkan Aptoro Lokbere dan peserta sidang lainnya agar tertib. “Kalau ribut saya akan usir [dari ruang sidang],” kata Putu Mahendra mengingatkan Aptoro.
Kegaduhan itu berangsur mereda. Ketua Majelis Putu Mahendra lantas menegur JPU Apry Silaban, karena sudah tiga kali gagal memenuhi tenggat agenda sidang untuk membacakan surat tuntutannya.
Pada sidang 14 dan 18 April 2023, surat tuntutan juga gagal dibacakan. Alasan JPU selalu sama, bahwa ia belum selesai menyusun surat tuntutan untuk Roy Marten Howay (terdakwa dengan berkas perkara nomor 8/Pid.B/2023/PN Kota Timika), Andre Pudjianto Lee alis Jainal alias Jack, Dul Umam alias Ustad alias Umam, dan Rafles Lakasa alis Rafles (tiga terdakwa dengan berkas perkara dengan nomor perkara 7/Pid.B/2023/PN Kota Timika).
Putu Mahendra memperingatkan JPU, karena perpanjangan masa penahanan pertama akan berakhir pada 12 Mei 2023. Sedangkan perpanjangan masa penahanan kedua berakhir pada 19 Juni 2023.
Apry lantas menjelaskan bahwa surat tuntutan belum siap dibacakan, karena masih menunggu hasil koordinasi dengan pimpinan. Apry kembali meminta majelis hakim memberinya tambahan waktu untuk merampungkan surat tuntutan itu. Putu Mahendra akhirnya menunda sidang hingga Kamis (4/5/2022).
Begitu majelis hakim meninggal ruang sidang, Apry menghadap ke arah keluarga korban yang diduduk di kursi pengunjung sidang. Kedua tangannya mengatup di depan dada, seperti orang yang menyampaikan permintaan maaf.
“Saya cuma bantu sidang saja. Minta maaf,” ujar Apry ke arah keluarga korban. Setelah itu, ia bergegas keluar dari ruang sidang.
Menunggu keadilan
Persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi di Pengadilan Negeri Kota Timika itu memang seperti ujian kesabaran bagi keluarga para korban yang menunggu keadilan bagi Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemanile Nirigi, dan Atis Tini. Sejak persidangan perkara itu dimulai pada 26 Januari 2023, ruang sidang selalu dipenuhi kerabat keempat korban.
Saat itu, Roy Marten Howay, Andre Pudjianto Lee, Dul Umam, maupun Rafles Lakasa didakwa JPU dengan delik pembunuhan berencana yang diancam hukuman maksimal pidana mati. Sejak saat itu, keluarga para korban terus mengikuti setiap persidangan perkara itu.
Ruang sidang hanya cukup menampung 30 pengunjung, dan setiap kerabat korban yang ingin memasuki ruang sidang harus melewati pemeriksaan polisi. Setiap kali sidang berlangsung, puluhan kerabat korban yang tidak tertampung di ruang sidang rela menunggu di halaman gedung Pengadilan Negeri Kota Timika, demi mendapatkan kabar terbaru sidang kasus itu.
Selasa kemarin pun sama, puluhan kerabat korban menunggu di halaman gedung Pengadilan Negeri Kota Timika sejak pukul 09.00 WP. Sidang kasus itu baru dimulai pada pukul 13.00 WP, itu pun hanya berlangsung 15 menit karena JPU untuk ketiga kalinya gagal membacakan surat tuntutan.
Kabar mengecewakan itu cepat tersebar di antara kerabat para korban yang menunggu di halaman gedung pengadilan. Begitu melihat dua advokat Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua keluar dari gedung pengadilan, kerabat para korban pun langsung merubungnya untuk meminta penjelasan.
Kedua advokat itu, Gustaf Kawer dan Helmi adalah kuasa hukum keluarga para korban pembunuhan dan mutilasi itu. Di halaman gedung pengadilan pada Selasa siang itu, berulang kali Kawer dan Helmi mencoba menenangkan kerabat para korban, dan menjelaskan kenapa sidang tertunda-tunda.
Di hadapan keluarga korban pembunuhan dan mutilasi itu, Gustaf Kawer menyampaikan kekecewaan dan mengkritik kinerja JPU. Menurutnya, penundaan sidang pembacaan tuntutan hingga tiga kali melanggar asas persidangan yang cepat dan biaya murah.
Akan tetapi, Kawer dan Helmi meminta keluarga korban pembunuhan dan mutilasi itu untuk bersabar dan terus mengawal proses sidang hingga selesai. Kawer berusaha meyakinkan kerabat para korban, bahwa pembuktikan dalam sudah cukup untuk menuntut Roy Marten Howay, Andre Pudjianto Lee, Dul Umam, maupun Rafles Lakasa dengan delik pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana diatur Pasal 340 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kawer menyatakan seharusnya JPU bisa menuntut dengan tuntutan maksimal, sebagaimana harapan keluarga korban.
“[Kita harapkan] tuntutan nanti sama dengan [terdakwa prajurit TNI yang dituntut] di peradilan militer. Peradilan militer bisa menjadi contoh bagi jaksa dan hakim di sini karena sidangnya cepat [dan] tuntutan dan putusan maksimal,” jelas Kawer kepada keluarga korban.
Dinilai molor
Memang sulit memahami mengapa JPU di Pengadilan Negeri Kota Timika tidak kunjung selesai menyusun surat tuntutan bagi Roy Marten Howay, Andre Pudjianto Lee, Dul Umam, maupun Rafles Lakasa. Kasus pembunuhan dan mutilasi itu melibatkan enam prajurit TNI dari Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo, dan keenam prajurit TNI itu justru sudah selesai diadili Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dan Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Salah satu dari keenam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo itu adalah Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, yang perkaranya diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Dalam persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kota Jayapura, pada 24 Januari 2023, majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kolonel Chk Sultan bersama Hakim Anggota I Kolonel Chk Agus Husin dan Kolonel Chk Prastiti Siswayani menyatakan Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta menjatuhkan vonis penjara seumur hidup dan pemecatan dari TNI AD kepadanya.
Sejumlah lima prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo lain yang juga menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi itu adalah adalah Kapten Inf Dominggus Kainama (telah meninggal dunia pada 24 Desember 2022 karena penyakit jantung), Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw. Pada 16 Februari 2023, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura menyatakan keempat terdakwa juga terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana.
Majelis Hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura yang diketuai Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto itu menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Pratu Rahmat Amin Sese dan Pratu Risky Oktav Mukiawan, dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas TNI AD.
Pratu Robertus Putra Clinsman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Sementara Praka Pargo Rumbouw 15 tahun penjara. Keduanya juga dipecat dari dinas TNI AD.
Gustaf Kawer mengkritik proses persidangan di Pengadilan Negeri Kota Timika, dan membandingkannya dengan proses persidangan di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya maupun Pengadilan Militer III-19 Jayapura. “Kalau peradilan di sini [Pengadilan Negeri Kota Timika] molor [karena] jaksanya tidak serius,” ujarnya.
Kawer juga mengkhawatirkan status penahanan keempat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus itu. Apabila sidang terus ditunda, Kawer khawatir tidak ada perpanjangan masa tahanan, sehingga keempat terdakwa bisa bebas demi hukum.
Kawer meminta Komisi Kejaksaan Agung dan Komisi Yudisial Mahkamah Agung untuk mengawasi proses persidangan terdakwa empat warga sipil yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan dan mutilasi di Pengadilan Negeri Kota Timika. Pengawasan penting agar lantaran Kawer menilai Jaksa maupun hakim terkesan tidak serius menangani perkara ini.
Tertunda-tundanya pembacaan tuntutan itu juga mengecewakan Pale Gwijangge, salah satu perwakilan keluarga korban pembunuhan dan mutilasi itu. Pale menyatakan keluarga korban sudah sangat sabar menghadapi kasus ini, demi memastikan kasus pembunuhan dan mutilasi itu diselesaikan secara hukum.
Pale mengingatkan agar Negara menjaga kepercayaan keluarga korban pembunuhan dan mutilasi itu. “Kami sudah bersabar mulai persidangan sampai dengan hari ini masih bersabar. Dan kami seutuhnya sudah percayakan [proses hukum] kepada negara, pemerintah melalui aparat penegak hukum. Kami sudah menahan [dan sabar] sampai dengan detik ini,” ujarnya.
Menunggu keadilan di negeri ini memang seperti ujian kesabaran. Semoga dalam persidangan Kamis (4/5/2023) besok JPU bisa membacakan surat tuntutan bagi keempat terdakwa di Pengadilan Negeri Kota Timika itu. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!