Jayapura, Jubi – Kepolisian Resort Fakfak, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat dinilai keliru menetapkan seorang mahasiswa di Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura dalam daftar pencarian orang atau DPO pada kasus penganiayaan, pembakaran dan pengrusakan Kantor Distrik Kramomongga dan SMP N 4 Kokas yang terjadi pada 15 Agustus 2023. Polres Fakfak dituntut mengklarifikasi dan menghapus identitas korban dari daftar DPO untuk pemulihan nama baik.
Pernyataan ini disampaikan Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua, Pdt. Matheus Adadikam saat menyerahkan kembali Yakobus Tanggahma (24) ke Asrama yang disambut mahasiswa asal Kabupaten Fakfak, Papua Barat di Kota Jayapura, Papua, Kamis (14/9/2023).
“Mereka [polisi] salah menetapkan Yakobus sebagai DPO. Itu sudah terkonfirmasi kemarin [Rabu] saat teman-teman pengacara bersama adik ini (Yakobus) langsung menghadap ke Polresta Kota Jayapura,” kata Pdt. Matheus Adadikam kepada Jubi, Kamis.
Persila Heselo, tim kuasa hukum yang ikut mendampingi Yakobus saat klarifikasi menjelaskan, melalui Kasat Reskrim Polresta Kota Jayapura pihaknya melakukan video-call ke Kasat Reskrim Polres Fakfak untuk memastikan kebenaran orang yang ditetapkan dalam DPO tersebut.
“Kemarin, jam 7 malam, kami ke Polresta Kota Jayapura, ketemu Kasat Reskrim. Kasat Reskrim disini hubungi Kasat Reskrim Polrest Fakfak, kirim foto (Yakobus) dan video-call. Kasat Reskrim Fakfak bilang, ‘Salah orang’. Nama dan marganya sama (Yakobus Tanggahma) tapi salah orang,” kata Heselo.
Heselo menjelaskan, berdasarkan keterangan Kasat Reskrim Fakfak, foto Yakobus Tanggahma dimasukkan dalam daftar pencarian orang karena muncul di dalam data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Fakfak.
“Jadi, sebenarnya yang dicari orang lain. Kebetulan saja nama dan marga sama, tapi bukan Yakobus ini,” jelas Heselo.
Klarifikasi
Direktur ELSHAM Papua, Pdt Matheus Adadikam, mewakili tim Koalisi Pengacara HAM Papua, mendesak Polres Fakfak sebagai pihak yang mengeluarkan identitas dan foto Yakobus Tanggahma segera klarifikasi pernyataannya melalui media massa dan memulihkan nama baiknya.
“Kami minta Polisi harus klarifikasi dan juga minta maaf di media. Bukan sekadar bilang, ‘Oh, kami salah tangkap. Tidak. Polisi harus minta maaf atas kekeliruan ini karena ini berdampak untuk keberlanjutan pendidikan dan hidup adik ini (Yakobus). Nama baiknya harus dipulihkan,” kata Pdt. Adadikam.
Pdt. Adadikam berharap kepolisian menerapkan standar operasional prosedur (SOP) dengan serius sehingga peristiwa yang menimpa Yakobus ini tidak terjadi kepada warga yang lain.
Yakobus Tanggahma: Sa mau kuliah dengan tenang
Yakobus Tanggahma (24), mengaku merasa sedikit lega karena ketakutannya akhirnya berakhir.
“Awalnya tu, sa tahu dari teman-teman, mereka kasih tunjuk di internet, sa punya foto dan nama masuk di DPO Polres Fakfak. Sa kaget, takut,” kata Tanggahma, mengisahkan pengalamannya beberapa hari lalu.
Setelah menghubungi keluarganya di Fakfak, Yakobus akhirnya bisa didampingi tim kuasa hukum di Kota Jayapura.
“Hari Selasa (12/9/2023) baru bapa, kaka-kaka (tim Koalisi Pengacara HAM Papua) datang ketemu, lalu bicara. Saya bilang, ‘saya tidak tahu menahu’. Jadi saya siap untuk ikut dan klarifikasi di kantor polisi, supaya sa juga tenang,” kata Tanggahma.
Dari pengalaman ini, Tanggahma meminta pihak polisi mengklarifikasi informasi keliru terkait dirinya. Nama Yakobus Tanggahma dan fotonya masuk dalam poster berisi deretan foto dan nama 17 orang yang dikeluarkan oleh Humas Polres Fakfak, Papua Barat. Dalam poster itu, juga berisi imbauan kepada warga yang melihat DPO untuk menghubungi nomor-nomor yang dicantumkan.
“Sa pu harapan, dong [polisi] hapus sa punya foto, sa punya nama juga… terus, sa pu harapan, sa mau kuliah dengan tenang,” kata Tanggahma, yang kini duduk di semester 3 Fakultas Ilmu Pemerintahan pada Universitas Cenderawasih Jayapura. (*)