Jayapura, Jubi – Usai Paitua Cosmas Kemong menyelesaikan pendidikan polisi di Hollandia (Kota Jayapura), ia kembali dan bertugas wilayah Distrik Mimika Timur yang berkantor pusat di Kokonao.
Saat itu Kokonao sebagai pusat pemerintahan distrik di bawah wilayah Resident Fakfak (Kabupaten Fakfak), bersamaan pula dengan persiapan ekspedisi pertama Oost Borneo Maatschappy dan Freeport Sulphur Company, New York ke Ertsberg dan seluruh kawasan Cartensz Freeport, pada 1960.
Tak heran, saat itu beberapa anggota polisi lapangan dari Kamoro dan Amungme terlibat sebagai bagian dari Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea dalam ekspedisi 1960 Freeport dan OBM.
Pasalnya, mereka berharap ke depan akan memberikan perubahan yang berarti dan bermanfaat bagi kemajuan orang Amungme di Puncak Gunung Nemangkawi. Puncak gunung itu bagi orang Amungme adalah tempat suci dan sakral dalam kepercayaan mereka.
Ekspedisi 1960 itu mengandalkan petunjuk berumur 24 tahun yaitu hasil ekspedisi pada 1936 oleh ahli geologi dan pendaki gunung Belanda, Jean-Jacques Dozy dan Anton H Colijn. Dozy dan rombongan mampu mendaki sampai ketinggian 3.500 meter di tepi area berumput yang disebut ‘Carstenszweide’.
Forbes Wilson pada 1959 bertemu dengan Van Gruisen, geolog Belanda yang membaca laporan ekspedisi Dozy yang dikutip dalam buku Grasberg. Yang menarik bagi Forbes Wilson adalah Erstberg boleh jadi hanyalah singkapan permukaan dari endapan bijih tembaga yang lebih besar di dalam tanah.
Contoh batuan bijih yang diambil pada dasarnya adalah bijih tembaga kontak metasomatis yang mengandung emas. Dengan contoh yang jauh dari representatif, sampai demikian jauh dapat disimpulkan bahwa hanya beberapa bongkahan batuan bijih dari permukaan yang mengandung tembaga cukup kaya (0-40 %), sedangkan emas juga agak lumayan besar (0-15 gram per ton).
Kalaupun jumlah deposit cukup besar, penambangan secara ekonomis akan sulit dilakukan mengingat lokasinya yang demikian terpencil. Biaya transportasi akan terlalu tinggi. Selain itu pengolahan bijih juga tidak mudah, sebagaimana ditunjukkan oleh susunan mineral serta data penelitian mikroskopis.
“Saya akan melihat sendiri Ertsberg dan berusaha terus sampai mati,” tulis Forbers Wilson dalam bukunya berjudul The Conquest of Copper Mountain, 1981.
Ia ngotot untuk ekspedisi ke Ertsberg di rimba New Guinea harus berlangsung pada April 1960.
Itu merupakan ekspedisi terakhir Pemerintah Belanda pada 1960 di tambang Erstberg , OBM, dan FSNY ke Tanah Papua. Karena telah memperoleh konsesi dari Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea pada 1 Agustus 1957, selanjutnya diumumkan dalam Officiceel Nieuwsblad No.12 tahun 1959 untuk melakukan penelitian pada kawasan “seluas 9500 hektar di Ertsberg dan sekitarnya di pegunungan salju Carstensz.”
Berdasarkan izin itu, Gubernur Platteel memerintahkan Residen Fakfak, CF Kondler, untuk menyiapkan tenaga aparat pemerintah/pamongpraja yang mampu berjalan kaki ke pegunungan Cartensz dan mengenal kawasan yang masih exploratiotiegebid .
Selanjutnya Residen Fakfak memerintahkan Friets Valkamp, Kepala Onderafdelling Mimika dan Kepala Distrik Mimika Timur, Bestur Amtenaar Arnold Mampioper, untuk mempersiapkan ekspedisi Forbes Wilson dan kawan-kawan pada 1960.
Frits Veldkamp langsung memberikan bimbingan administrasi dan mempercayakan ekspedisi tersebut kepada Kepala Distrik Mimika Timur dan Eksplorasi Carstensz, Arnold Mampioper.
Menurut Velkamp, bistir (Bestuur) Arnold Mampioper sudah menjalin kontak dengan suku Amungme di Lembah Tsinga sejak tahun 1958.
“Arnold Mampioper sudah mengetahui dari mereka [Suku Amungme] tentang jalur ekspedisi tercepat dengan berjalan kaki menuju Ertsberg melewati lembah mereka,” kata Velkamp sebagaimana dikutip Jubi dari https://www.papuaerfgoed.org.
Selanjutnya, Kepala Distrik Mimika Timur, Arnold Mampioper, meminta bantuan kepada dua orang Amungme, tetua marga Matheus Menonal Beanal dan katekis Missi di Lembah Tsinga, Guru Moses Kilangin.
“Guru Moses akhirnya menemani Forbes Wilson dan kawan-kawan dalam ekspedisi dari Lembah Tsinga ke Ertsberg.”
Dalam buku Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartensz menyebutkan bahwa rombongan Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea juga yang ikut dalam ekspedisi 1960 terdapat pula nama VA Croen, Hoofd Agen Politie II Kls (Commandant Politie Patrol) dengan anggota polisi, Longginus Okomapea, Veldwachter II Kls Politie, Jacob Nanai, Veldwachter II Kls, Cosmus Kataipikare, dan Veldwachter II Kls Politie.
Soal nama Cosmus Kataipikare, menurut Mama Theresia Pinimet, nama polisi Cosmas atau Cosmus hanya Cosmas Kemong. Hal ini berarti Cosmas Kemong juga ikut terlibat dalam ekspedisi pertama 1960 dalam usia muda sebagai seorang anggota polisi zaman Belanda.
Selain dalam buku berjudul ”Moses Kilangin, Uru Me Ki“ halaman 140 menyebutkan, “Pastor Koot mengusulkan nama saya kepada tim ekspedisi Forbes Wilson 1960.” Selanjutnya guru Moses Kilangin menyiapkan tenaga angkut atau pemikul barang sebanyak 60 orang dalam ekspedisi tersebut.
Hal ini dibenarkan pula oleh mantan Direktur Freeport pertama, Forbes Wilson, dalam bukunya berjudul “The Conquest of Copper Mountain, 1981”. Wilson sangat mengakui peran dan keterlibatan guru Moses Kilangin sebagai petunjuk jalan dan negosiator yang andal dalam ekspedisi Freeport 1960.
Sejak Juli sampai dengan September 1960, Paitua Moses Kilangin melakukan perjalanan panjang bersama rombongan ekspedisi terakhir Pemerintah Belanda pada 1960.
Menurut Kilangin, mereka menempuh rute Omoga, menuju Belakmakama, terus ke Tsinga Jongkowagama-Waa-(Mile 68 sekarang), Osekindi-Bayulkase (Mile 74 sekarang).
Sesampai di Ertsberg (Yelsegel-Ongopsegel), kata Moses Kilangin, mereka telah membawa sebanyak bahan-bahan penelitian 30 karung sebagai contoh untuk menentukan kelayakan tambang di puncak gunung Nemangkawi.
Dalam bukunya itu, Forbes Wilson juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada aparat pemerintah Belanda yang bertanggung jawab di Bumi Amungsa kala itu, Friets Velkamp, Kepala Onderafdeling Mimika pada ekspedisi pertama Freeport pada 1960.
Menurut https://www.papuaerfgoed.org. menulis tim ekspedisi Forbes Wilson membawa sampel bijih total sebanyak 300 kilogram.
“Hasil sampel bijih itu dibagi dua sebanyak 150 kg dibawa ke Belanda melalui Direktur OBM PW van Bossed dan 150 kg dibawa ke Amerika Serikat.”
Jika hasil penelitian berhasil dan ekonomis, tim ekspedisi akan melanjutkan kembali ekspedisi kedua pada 1962. Sayangnya situasi politik di Irian Barat antara Pemerintah Indonesia dan Belanda sehingga ekspedisi kedua berhenti sementara. Sejak ekspedisi 1960 tidak ada lagi ekspedisi kedua, yang direncanakan pada 1962 tetapi situasi politik di Irian Barat hingga pada 1967.
Pada 1963, Irian Barat sudah berada di bawah pemerintahan Republik Indonesia dan tentunya polisi Cosmas Kemong, Pontius Katagame, dan juga sebanyak 20 orang Kamoro lainnya menjadi anggota polisi di bawah Kepolisian Republik Indonesia.
Ekspedisi kedua akan berlangsung pada 1967 tanpa mendaki gunung lagi karena sudah ada helikopter yang membawa rombongan ke atas kawasan Ertsberg kala itu. (*)