Jayapura, Jubi – Penanggungjawab Program Tuberkulosis Puskesmas Tanjung Ria di Kota Jayapura, Alce Alfrida Makanuay mengatakan jumlah kasus Tuberkulosis yang ditangani Puskesmas Tanjung Ria meningkat. Hal itu disampaikan Makanuay, di Kota Jayapura, Papua, pada Jumat (1/12/2023).
Makanuay mengatakan jumlah kasus Tuberkulosis atau TB di Puskesmas Tanjung Ria mengalami peningkatan sejak tahun lalu. Puskesmas itu menangani sebanyak 54 kasus Tuberkulosis pada 2022, dan hingga November 2023 jumlah kasus TB yang ditangani telah mencapai 56 kasus.
“Sampai dengan saat ini sudah 56 kasus TB. Ada peningkatan kasus Tuberkulosis,” katanya.
Ia mengatakan pasien yang ditangani itu tersebar di Kelurahan Tanjung Ria dan Kampung Kayu Batu. Makanuay mengatakan ada juga pasien rujukan dari Puskesmas Imbi, Rumah Sakit Dok 2 Jayapura, Serui, dan bahkan dari Jawa.
“Ada yang murni temuan dari puskesmas, ada yang rujukan. Mereka rujuk ke kami supaya akses bagi mereka untuk mendapatkan pengobatan lebih dekat. Takutnya kalau di rumah sakit, sewaktu-waktu tidak ada biaya, mereka putus pengobatan, jadi rumah sakit rujukkan ke puskesmas terdekat di mana pasien itu tinggal. Selama tidak ada komplikasi, murni sakit TB, pasti akan dirujuk ke puskesmas,” ujarnya.
Makanuay mengatakan Tuberkulosis atau TB adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis. Ia mengatakan pasien TB harus teratur minum obat selama enam bulan dan tidak boleh terputus. Terkadang pasien datang berobat dalam kondisi sudah sakit berat dan ada komplikasi penyakit lain.
“Masyarakat di Kota Jayapura itu mobilisasinya cukup tinggi. Ada yang sudah berobat jalan, tetapi dong tidak datang [rutin karena dong] kembali ke kampung halaman mereka. Masyarakat kalau sakit batuk satu atau dua hari, mereka rasa itu tidak parah. Jadi dong akan datang ke puskesmas dalam kondisi yang sudah berat,” ujarnya.
Makanuay mengatakan dukungan dari lingkungan hingga keluarga sangat penting bagi pasien Tuberkulosis. Puskesmas Tanjung Ria telah berupaya melakukan penyuluhan, sosialisasi bagi masyarakat hingga pemeriksaan penyakit Tuberkulosis.
“Kalau dalam satu rumah ada yang sakit TB kami harus lakukan pemeriksaan kepada yang lain, dan memberi obat pencegahan diminum dalam waktu tiga sampai enam bulan. Jangka waktu minum obat cukup panjang, minum bagus tidak putus-putus, maka enam bulan akan selesai. Pasien TB itu [harus] ada pengawas yang mengontrol minum obat. Jadi dia ini bertanggung jawab memastikan pasien minum obat,” katanya.
Makanuay mengatakan Puskesmas Tanjung Ria juga memiliki kader-kader yang membantu melakukan pengawasan terhadap pasien Tuberkulosis. Para kader itu juga bertugas mengedukasi dan melakukan pemeriksaan Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Ria.
“Ada juga kader dari Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI membantu kami. Kader-kader itu kami siapkan lalu mereka dilatih dan dibiayai Penabulu. Kader itu punya tugas membantu menjangkau pasien ketika ada pasien tidak datang berobat. Mereka [memberikan] edukasi untuk pasien [agar] kembali minum obat, dan penyuluhan juga. Kalau dalam satu keluarga ada yang sakit TB, mereka juga lakukan pemeriksaan dan arahkan berobat ke puskesmas,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!