Jayapura, Jubi –Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia atau PMKRI Cabang Jayapura mendesak agar enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi di Mimika diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika. Hal itu dinyatakan Ketua PMKRI Jayapura, Thalia Ohoitimur kepada Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Rabu (21/9/2022).
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Ohoitimur mendukung para tersangka pembunuhan dan mutilasi itu diadili melalui peradilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika.“Jadi harus dibawa ke peradilan umum. Supaya kasus ini terbuka untuk keluarga dan juga masyarakat umum,” kata Ohoitimur.
Ohoitimur menyatakan PMKRI Jayapura menilai pembunuhan dan mutilasi itu tindakan yang keji dan tak manusiawi. Ia mengecam keenam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus itu, karena seharusnya mereka bertugas menjaga negara dan melindungi warga sipil. “Kami PMKRI Cabang Jayapura mengecam tindakan aparat TNI yang melakukan tindakan mutilasi terhadap empat warga Nduga di Kabupaten Mimika,” ujarnya.
Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI meminta enam pelaku prajurit TNI yang menjadi tersangka pembunuhan dan mutilasi di Mimika diadili melalui peradilan koneksitas yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika. Permintaan itu disampaikan dalam keterangan pers Komnas HAM RI di Jakarta pada Selasa (20/9/2022).
“Kami mendorong dilakukan pengadilan koneksitas. Itu legal, dan bisa dilaksanakan. Apalagi pelakunya dari prajurit TNI dan [warga] sipil. Kami berharap Panglima dan Kepala Staf Angkatan Darat mendorong penegakan hukum secara koneksitas,” kata Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam saat mengumumkan hasil pemantauan dan penyelidikan awal Komnas HAM RI atas kasus itu, Selasa.
Choirul menyatakan selama proses pemantauan dan penyelidikan awal yang dilakukan pada pada 2 – 4 September 2022 dan 12 – 16 September 2022 lalu, tim Komnas HAM bertemu dengan keluarga korban, aktivis HAM, dan advokat pendamping keluarga korban. Menurutnya, semua pihak itu meminta agar enam prajurit yang menjadi tersangka kasus itu diadili di Pengadilan Negeri Kota Mimika.
Menurut Choirul, berbagai pihak itu meminta keenam prajurit TNI diadili di Mimika agar mereka bisa memastikan proses persidangan berjalan transparan, dan keluarga korban bisa menyaksikan persidangan itu. “Kalau pengadilannya di Pengadilan Negeri Kota Timika, secara psikologis masyarakat bisa melihat langsung gelar sidangnya. Itu juga permintaan dari keluarga korban. [Menggelar peradilan] koneksitas di Mimika juga membuat orang mudah untuk bersaksi,” ujar Choirul.
Choirul menyatakan persidangan koneksitas merupakan jalan terbaik untuk memberi rasa keadilan bagi keluarga korban. Ia menyatakan persidangan koneksitas yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika akan menunjukkan pemerintah memiliki komitmen nilai kemanusiaan yang sama dengan semua pemangku kepentingan dalam kasus itu, khususnya keluarga keempat korban.
“Untuk menunjukkan komitmen kemanusiaan [kita], maka persidangan koneksitas adalah jalan yang terbaik. Misalnya, kasus [dugaan pelanggaran HAM berat] Paniai [yang akan disidangkan] di Makassar, orang Paniai ke Makassar juga berat. Kendala teknis seperti itu jangan terjadi dalam kasus mutilasi ini. Rasionalitasnya [sidang dilakukan] di Mimika, dan dilakukan dengan (persidangan) koneksitas,” kata Choirul. (*)