Sentani, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua mengecam rencana Pemerintah Kabupaten Jayapura memindahkan makam tokoh dan pejuang damai Papua, Dortheys Hiyo Eluay yang berada di pusat kota Sentani ke Obhe Heleybhey Wabouw, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay yang ditemuni Jubi di Kantor LBH Papua, Abepura, Kota Jayapura, Rabu (8/5/2024) mengatakan dasar rencana itu patut dipertanyakan kembali. Bahkan pihaknya tak segan untuk melayangkan gugatan hukum jika Pemkab Jayapura tetap melanjutkan rencananya.
“Perlu diketahui, lapangan tempat pemakaman Theys Eluay itu bukan tanah negara, saya Direktur LBH Papua pernah mendampingi masalah tanah itu di GKI Nasaren dan memastikan itu adalah tanah adat, karena saya buka sertifikat hak milik yang ada oleh pihak yang menggugat gereja GKI Nasaren. Lapangan itu tanah adat milik masyarakat adat di situ, ” ujar Gobay.
Emanuel Gobay mengingatkan, tokoh besar mantan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) itu bukan sekadar tokoh politik, tetapi juga tokoh masyarakat adat dan Ondoafi Sentani. “Ia pemilik tanah di Sentani, dia adalah Ondoafi, dia sebagai simbol pemerintahan adat yang ada,” kata Gobay.
Alih-alih memindahkan makam Theys, kata Gobay, seharusnya Pemkab Jayapura membangun monumen di makam tersebut dengan mendirikan patung Theys dan menjadikannya simbol kebanggaan Kota Sentani.
“Bisa kita lihat contoh patung Soekarno-Hatta di Bandara Soekarno-Hatta, itu kan terletak di dalam taman kota, dan itu tidak merusak pemandangan sama sekali,” ujarnya.
Theys Eluway sebagai tokoh adat
Gobay menegaskan bahwa Theys adalah simbol pemerintahan adat di Sentani. Ketika makam Theys diganggu, berarti pemerintah bisa dianggap melakukan pelecehan, bahkan pelanggaran struktur pemerintahan adat, yang diakui oleh masyarakat adat Buyaka Sentani.
“Kita juga tentunya tahu bahwa sebelum adanya negara, adat itu sudah ada duluan. Negara itu datang dari belakang dan dalam UU Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus itu ada bab tersendiri yang menjelaskan tentang penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.
Gobay menilai Pemkab Jayapura, dalam hal ini Penjabat Bupati Kabupaten Jayapura, kurang peka terhadap pentingnya simbol Theys Eluway yang merupakan anak adat asli Sentani.
“Mestinya yang harus dipikirkan di dalam kepala para birokrat, yang sedang merencanakan tata kota di Kabupaten Jayapura, termasuk Pjs itu, bagaimana menempatkan makam Theys sebagai simbol adat di tempat itu,” ujarnya.
Tuntutan pidana
Gobay mengingatkan, rencana Pj Bupati Jayapura memindahkan makam itu bisa masuk pidana penodaan dan perusakan makam, sebagaimana diatur dalam Pasal 179 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Aparatur Sipil Negara (ASN), kata Gobay, dilarang melakukan tindak pidana. Kalau tetap dilanggar, status PNS dari Penjabat Bupati Kabupaten Jayapura bisa dicabut.
“Pertanyaan saya, Pjs Bupati Kabupaten Jayapura, apakah beliau sudah memikirkan tentang hak-hak masyarakat adat tadi atau tidak,” katanya.
Selain itu, menurut Gobay dengan status ‘Penjabat Sementara’, bupati semestinya tidak mengambil tindakan dan kebijakan yang strategis dan kontroversial. Bila tak ditinjau ulang, Direktur LBH mengancam akan mempidanakan Pj Bupati Triwarno Purnomo SSTP MSi.
“Harus diingat, Penjabat Bupati adalah posisi sementara, itu kan hanya meneruskan, dia bukan dipilih oleh rakyat, melalui pemilihan kepala daerah. Ingat ini negara hukum, bukan negara kekuasaan yang bisa kita lakukan seenaknya. Yang pasti, kalau Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui Pj nekat untuk melakukan itu maka kami akan berusaha untuk melakukan penegakan hukum,” ujarnya.
Gobay mengingatkan Theys adalah tokoh demokrasi dan tokoh politik. Theys juga seorang pejuang HAM Papua. “Apakah beliau berpikir tentang asas penghargaan HAM seperti dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, juga ada dalam UU ASN, dan UU Administrasi Negara, kalau tidak justru beliau akan terkena tindakan maladministrasi, tindakan melanggar asas umum pemerintahan yang baik,” ujarnya.
Gobay berjanji kan menempuh jalur hukum untuk mencegah tindakan pemindahan makam tersebut. Landasan hukum yang akan digunakan antara lain Pasal 179 KUHP tentang penodaan dan pengrusakan kuburan, Pasal 18b UU tahun 1945 dan UU 39 tahun 1999 tentang HAM, serta hak masyarakat adat dalam pasal 43 UU nomor 2 tahun 2021 tentang HAM. Jika meneruskan rencananya, LBH Papua juga mengancam akan melaporkan Pj Bupati ke Komisi ASN dan juga Ombudsman Republik Indonesia.
“Yang saya sampaikan ini hanya atas dasar Pasal 101 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang hak setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya untuk menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran HAM. Saya akan menuntut Pemerintah Kabupaten Jayapura, kususnya Pjs Kabupaten Jayapura,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan Jubi dari paraparatv.id rapat pembahasan rencana pemindahan makam Theys Eluay dilaksanakan pada Kamis, 18 April 2024 di kediaman Penjabat Bupati Jayapura. Rapat itu juga dihadiri tim DP2KP (Dinas Pertanahan, Perumahan, dan Kawasan Permukiman) Pemkab Jayapura.
Sementara itu, petisi penolakan pemindahan makam Theys Eluay telah bergulir di platform media sosial change.org. Petisi bertajuk ‘Tolak Pemindahan Makam Theys Eluay’ itu diinisiasi Johannes Supriyono pada 8 Mei 2024 itu telah ditandatangani 225 orang per 9 Mei 2024 Pukul 23.35 Waktu Papua. (*)
Discussion about this post