Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum, hak asasi manusia, dan keamanan DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyatakan keselamatan warga sipil di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan patut menjadi perhatian semua pihak terkait.
Ia khawatir, setelah penyergapan aparat keamanan yang menewaskan lima anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) akhir September 2023, eskalasi konflik bersenjata di sana akan meningkat.
“Saya khawatir [eskalasi konflik bersenjata antara aparat keamanan dengan TPNPB) akan meningkat. TPNPB mungkin akan berupaya melakukan serangan balasan. Karena selain lima anggotanya menjadi korban, aparat keamanan juga menyita tiga senjata api mereka dan ratusan amunisi,” kata Laurenzus Kadepa kepada Jubi, Kamis (5/10/2023) malam.
Katanya, apabila eskalasi konflik bersenjata antara aparat keamanan dan TPNPB di sana meningkat, pihak yang posisinya paling rawan adalah warga sipil. Baik itu warga sipil asli Papua maupun non Papua.
Sebab, pengalaman selama ini tidak jarang mereka menjadi korban konflik dari kedua pihak, dengan berbagai alasan.
“Saya berharap kedua pihak yang terlibat konflik tidak menyasar warga sipil, dengan berbagai alasan untuk pembenaran. Warga sipil mesti dilindungi, hak hidup mereka harus dihargai,” ujarnya.
Menurutnya, sah-sah saja apabila aparat keamanan dan TPNPB-OPM memiliki ideologi berbeda. Ideologi NKRI harga mati dan Papua Merdeka harga mati. Namun perbedaan ideologi yang menjadi akar konflik bersenjata itu, tidak mesti mengorbankan warga sipil yang tidak ada kaitannya dengan kedua pihak.
“Sejak dulu saya mengatakan, kedua pihak yang berkonflik sebaiknya mencari tempat untuk bertempur, yang jauh dari permukiman masyarakat sipi. Namun yang terjadi selama, ini kedua pihak kerap berkonflik di pemukiman warga, menyebabkan warga sipil tidak jarang menjadi korban,” ucapnya.
Laurenzus Kadepa berpendapat, eskalasi konflik bersenjata antara aparat keamanan dan TPNPB di Tanah Papua mulai meningkat usaa pembantaian belasan pekerja di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan akhir 2018 silam.
Menurutnya, pasca peristiwa itu aparat keamanan melakukan pengejaran dengan menyisir berbagai wilayah di Nduga. Situasi itu menyebabkan ribuan warga di sana mengungsi ke berbagai kabupaten terdekat karena khawatir akan keselamatannya.
“Saya prihatin dengan kondisi Papua. Sejak 2018, eskalasi konflik antara aparat keamanan dan TPNPB-OPM mulai meningkat usai pembantaian belasan karyawan PT Istana Karya. Hingga kini, situasi tidak berubah sama sekali,” kata Kadepa.
Katanya, konflik bersenjata kemudian meluas ke beberapa daerah di antaranya, Intan Jaya, Puncak, Mimika, Yahukimo dan Pegunungan Bintang. Situasi konflik bersenjata di wilayah itu dianggap tidak jauh berbeda dengan di Nduga, meski belakang ini eskalasi konflik di beberapa daerah mulai berkurang.
“Di tengah konflik bersenjata ini, tidak sedikit warga sipil menjadi korban salah sasaran. Korban tidak hanya warga asli Papua, juga non Papua hingga mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan dan guru. Saya prihatin dengan masyarakat sipil, baik Papua maupun non Papua, guru dan petugas medis yang menjadi korban,” ujar Kadepa. (*)