Enarotali, Jubi – Tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan bagi rakyat dan bangsa Papua. Pada tahun 1961 inisiasi kemerdekaan tersebut lahir dari manifesto politik yang dibuat oleh anggota Komite Nasional yang terdiri dari Nicholaas Jouwe, EJ Bonay, Nicholaas Tanggahma dan F Torey pada 19 Oktober 1961.
Dalam manifesto tersebut, Komite Nasional mendesak pemerintahan Belanda memberikan hak bagi Papua untuk berdiri sendiri sebagai bangsa merdeka.
Untuk itu, Panglima Tertinggi West Papua Army (WPA), Demianus Magai Yogi saat bertindak sebagai inspektur upacara pada Kamis, (1/12/2022) di markas besar WPA Paniai menegaskan, rakyat West Papua sudah cukup lama hidup dalam penindasan dan mengalami kekerasan hingga ditembak mati oleh militer Indonesia selama 61 tahun sejak tahun 1963 sampai 2022.
“Sudah cukup kami mengalirkan air mata dan tumpah darah yang tak berhenti. Semoga semangat kemerdekaan dapat terus kita junjung dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga ingin mengajak kepada seluruh pasukan militer West Papua agar melaksanakan perang gerilya dengan mengedepankan hal yang positif demi mewujudkan Negara Papua Barat,” ujar Panglima Tertinggi West Papua Army (WPA), Demianus Magai Yogi kepada Jubi, Jumat, (2/12/2022).
WPA kata Yogi, merupakan gabungan dari tiga sayap militer OPM yakni TPNPB-OPM, TNPB dan TRWP. Pihaknya telah berkumpul melakukan upacara bersama penyatuan persepsi dalam rangka menuntut kemerdekaan West Papua, sama seperti bangsa-bangsa lain yang telah merdeka.
“Maka kami bangsa West Papua ingin hidup sentosa dan turut memelihara perdamaian dunia, demikian bunyi manisfesto tersebut,” ucapnya.
Menurut dia, kemerdekan West Papua juga diakui oleh Pemerintahan Belanda. Momentum pengakuan tersebut jatuh tepat pada tanggal 1 Desember 1961. Hal itu memuncak kala Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 tidak jalankan dengan sistem satu suara perorang, melainkan menggunakan sistem perwakilan yang berujung pada suara bulat bergabung dengan Indonesia.
“Dua tahun berselang, tepat pada tanggal 1 Juli 1971 dekralasi proklamasi Kemerdekaan Negara Papua Barat dipimpin oleh Zeth Jafet Rumkorem dan Jacop Prai mendirikan kelompok TPN-OPM di Marvit Bewani, PNG. Di situlah akar perpecahan terjadi, dan akhirnya beberapa kelompok gerilyawan muncul sendiri-sendiri dengan masing-masing pemimpinnya. Jadi peristiwa perayaan 1 Desember itu murni untuk merayakan negara Papua Barat yang telah diumumkan oleh Belanda,” kenangnya.
Ia menilai, kerakusan kolonial Indonesia tidak berhenti membuat rakyat dibunuh, disiksa, dimutilasi, ditangkap semena-mena di atas tanah air bangsa Papua sampai saat ini, WPA sebagai lembaga penanggungjawab atau sayap militer akan terus berjuang dan merebut hak kedaulatan yang telah dirampas oleh kolonial NKRI.
“Saya mau sampaikan kepada seluruh pasukan Tentara Papua Barat bahwa kerja enam bulan kedepan adalah sebagai berikut pertama, seluruh komponen sipil segera bersatu. Kedua, agenda prioritas kami mendukung KTT-ULMWP periodik II untuk menetapkan menuju perundingan damai Indonesia Papua diawasi oleh PBB, sesuai sepuluh rekomendasi dari UPR Dewan HAM PBB pada tanggal, 9 November 2022. Ketiga, agenda ketiga mendukung ULMWP masuk sebagai anggota Vull di MSG Vanuatu. Keempat, pemerintah pusat segera membuka ruang demokrasi untuk penyelesaian konflik di tanah Papua. Kalau tidak, kami siap melakukan perlawanan yang lebih besar daripada yang telah terjadi dari Sorong sampai Merauke,” tutupnya. (*)