Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua meminta Kepolisian Daerah Papua menjamin pemenuhan hak atas kesehatan kepada delapan orang yang ditangkap karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, Kota Jayapura, pada 1 Desember 2021 lalu. Kedelapan orang itu dijadikan tersangka makar dan masih ditahan di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Papua.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan delapan orang yang ditahan polisi itu adalah Malvin Yobe (28), Devio Tekege (26), Ambros Elopere (22), Maksi You (19), Paul Zode Hilapok (25), Luis Sitok (19), Ernesto Matuan (21), Melvin Waine (25). Sebelum ditangkap, Melvin Yobe sedang menjalani program pengobatan paru-paru, sementara Sode Hilapok sedang sakit ambeyen.
Baca juga: MRP tanyakan solusi bagi 8 pengibar bendera Bintang Kejora yang ditahan polisi
Menurut Gobay, penyidik Kepolisian Daerah Papua sudah mengantar Sode Hilapok berobat, dan Hilapok sedang mengonsumsi obat. Ia menyatakan pihaknya telah mengusulkan agar Malvin Yobe dibantarkan untuk berobat, namun usulan itu belum dipenuhi penyidik.
“Saya pernah beritahu kepada penyidik, tapi saya belum tahu perkembangan selanjutnya. Kalau untuk Melvin Yobe sebelum ditangkap sedang mengikuti program pengobatan paru-paru. Setelah [dia] ditahan saya sudah usulkan [agar dia bisa berobat], tetapi belum berobat juga,” kata Emanuel Gobay saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon, Kamis (10/2/2022).
Tak cukup bukti
Selaku penasehat hukum kedelapan orang yang dijadikan tersangka makar itu, Gobay menegaskan bahwa polisi harus memenuhi hak atas kesehatan delapan kliennya. “Aktivitas mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora itu dijamin dalam hukum. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua menjamin [hal itu], tapi mereka ditahan dan dijerat dengan pasal makar,” katanya.
Menurutnya, hak delapan pengibar bendera Bintang Kejora atas kesehatan belum dipenuhi dengan baik. “Kami minta dengan tegas kepada Polda Papua untuk perintahkan dengan tegas kepada bawahannya untuk penuhi hak-hak tersangka, khususnya bagi Malvin Yobe dan Sode Hilapok,” katanya.
Emanuel Gobay juga mengkritik lamanya proses penyidikan oleh penyidik Kepolisian Daerah Papua, yang membuat delapan kliennya terus ditahan. Menurutnya, pada 30 Januari 2022 polisi justru memperpanjang masa penahanan terhadap delapan kliennya itu selama 30 hari.
Baca juga: Setiap detik Bintang Kejora berkibar di Papua
Gobay menilai masa penahanan kliennya diperpanjang karena penyidik kekurangan alat bukti untuk melimpahkan perkara itu kepada Jaksa Penuntut Umum. “Perpanjangan penyidik itu didasarkan aturan bahwa [masa penahanan] tersangka yang diancam hukuman pidana di atas 9 tahun oleh penyidik 2 kali 30 hari. Kami tegaskan, apa yang dilakukan delapan tersangka itu tidak bertentangan dengan hukum. Apa yang mereka lakukan itu tidak berdampak wilayah Papua [menjadi] merdeka, tidak berdampak wilayah Papua menjadi wilayah asing sebagaimana unsur pidana makar,” kata Gobay.
Secara terpisah, Ketua II United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Buchtar Tabuni juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan delapan orang yang ditangkap karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, Kota Jayapura, pada 1 Desember 2021 lalu. Tabuni telah membesuk mereka di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Papua pada 25 Januari 2022 lalu, dan mendapati Malvin Yobe dan Sode Hilapok tengah sakit.
Tabuni menyatakan ia sempat bertemu Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Mathius D Fakhiri, dan menawarkan diri untuk menjadi penjamin agar Malvin Yobe dan Sode Hilapok dapat dikeluarkan dari tahanan untuk berobat. Tabuni menyatakan saat itu Fakhiri menjawab tawaran jaminan Tabuni dengan janji bahwa hak atas kesehatan kedelapan tersangka makar itu akan dipenuhi. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!