Jayapura, Jubi – Sistem pendidikan di Solomon perlu menghasilkan siswa yang mampu menjadi pemikir kritis, pemecah masalah, dan memiliki kemampuan refleksi, bukan seperti burung beo yang diajarkan untuk mengingat sesuatu.
Hal ini dikatakan Pemimpin Oposisi di Parlemen di Kepulauan Solomon Matthew Wale, kepada solomonstarnews.com yang dikutip jubi.id Senin (9/10/2023).
Dia menyoroti sistem pendidikan di Kepulauan Solomon dalam kontribusinya pada perdebatan Rencana Undang-undang (RUU) Pendidikan 2023 di Parlemen Nasional Kepulauan Solomon di Honiara.
Ia mengatakan dua ciri utama dalam pembentukan manusia adalah kreativitas dan refleksi.
“Ini adalah dua kompetensi penting di abad ke-21. Tidaklah cukup untuk memberikan konten yang penuh kepada siswa kami,” katanya.
Pemimpin Oposisi itu lebih lanjut menekankan, ujian memaksa siswa untuk hanya menghafal. Tetapi tidak memahami apa yang diajarkan, sehingga menyebabkan lebih banyak kerugian daripada manfaat.
“Ini menghasilkan burung beo. Kita tentu tidak ingin melihat burung beo keluar dari sekolah kita.
Siswa yang keluar dari sistem pendidikan yang hanya berupaya mengisinya dengan konten ibarat ikan yang kehabisan air ketika dihadapkan pada situasi kehidupan nyata yang dinamis dan memerlukan solusi kreatif,” katanya.
MP Wale mengatakan kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk bertahan dan sukses di abad ke-21 ini.
“Pemikiran kritis diajarkan dan dicontohkan. Itu harus menjadi arus utama dalam sistem pendidikan kita. Kemampuan untuk melakukan refleksi selalu penting dalam kehidupan yang produktif, terlebih lagi di abad ke-21. Refleksi diri diajarkan, dan harus ada di sekolah kita,”katanya.
“Itulah sebabnya fokus sistem pendidikan harus tertuju pada dua orang yang harus mewujudkan semua nilai-nilai ini, yaitu siswa dan guru.Kami ingin siswa bersemangat untuk belajar dan tertantang untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan refleksi,”tambahnya.
“Siswa seperti itu menemukan kesenangan dan inspirasi di sekolah dan sangat menantikan untuk berada di kelas bersama gurunya,” katanya.
Siswa yang bersemangat, menantang gurunya untuk menjadi yang terbaik, tambahnya.
“Kami juga ingin guru bersemangat memberikan tantangan kepada siswa dan menikmati melihat mereka berkembang dalam pembelajaran. Jadi, siswanya giat belajar, dan gurunya giat mengajar. Itulah sistem pendidikan yang ingin kami lihat,”tambahnya.
“Segala sesuatu dalam kebijakan, peraturan perundang-undangan, tata kelola, sumber daya, kepegawaian, infrastruktur dan kemitraan harus memungkinkan, memfasilitasi, mendorong, dan memastikan siswa bergairah belajar dan guru bergairah mengajar,”katanya.“Sebuah sistem pendidikan gagal jika tidak menghasilkan semangat timbal balik antara siswa dan guru,” katanya.(*)