Jayapura, Jubi – I-Taukei dalam bahasa Fiji disebut sebagai pemilik tanah adat. Hampir sebagian besar tanah adat di Fiji masih menjadi miliki mereka. Hal ini menyebabkan seringkali terjadi konflik dalam penyewaan tanah tanah adat antara pemilik dan penyewa lahan.
Tak heran kalau Perdana Menteri Fiji, Sitiveni Rabuka, mengatakan hal ini termasuk RUU Amandemen Tanah i-Taukei Nomor 17 yang kontroversial.
“Ini merupakan bagian dari capaian pemerintah selama 100 hari menjabat,” demikian dikutip Jubi dari fbcnews.com.fj/, Rabu (20/12/2023).
Lebih lanjut PM Fiji Rabuka mengatakan hal ini adalah salah satu kekhawatiran utama masyarakat adat dan pemerintah koalisi memastikan bahwa mereka akan meninjau undang-undang ini demi kepentingan masyarakat adat.
“Hal ini sejalan dengan komitmen kami untuk meninjau dan mencabut undang-undang i-Taukei yang meminggirkan hak-hak mereka,” katanya.
Rabuka mengatakan janji lainnya adalah pembentukan kembali Dewan Agung yang akan dilaksanakan bulan depan.
“Bayangan menyelimuti sejarah Fiji ketika Dewan Besar Ketua dibubarkan. Bagi masyarakat adat, itu adalah simbol identitas dan budaya mereka. Mereka menganggapnya sebagai Apache tradisional Vanua. Oleh karena itu kami memutuskan bahwa pulau ini harus dipulihkan, kehidupan barunya dimulai pada 24-25 Mei 2023 lalui di Pulau Bau.”
Perdana Menteri mengatakan dokumen hasil Forum Pemilik Sumber Daya i-Taukei yang pertama siap untuk diserahkan ke KTT Ekonomi Nasional dan Kabinet.
Ia mengatakan kabinet juga mendukung dukungan Fiji terhadap Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat. PM Sitiveni Rabuka yang kembali mengakui adanya i-Taukei setelah Dewan Agung atau Dewan Adat dibentuk kembali setelah hampir 10 tahun tidak diberlakukan lagi selama pemerintahan sebelumnya, PM Frank Bainimarama. (*)