Jayapura, Jubi – Vendor pasar mama-mama di jantung Kota Port Vila, ibukota Vanuatu, tak bebas dari bencana angin topan besar pekan lalu. Akibatnya, para pedagang wanita tidak mampu membayar sewa. Mereka membongkar stok tersisa hingga dijual setengah harga.
Mengutip https://www.rnz.co.nz yang menyebutkan bahwa pemilik kios di Pasar Mama Port Vila memperkirakan kerugian finansial dari bencana topan ganda bulan lalu dan gangguan perjalanan Air Vanuatu yang sedang berlangsung mencapai $US80.000.
Padahal pasar mama-mama Vanuatu di Port Vila memainkan peran penting dalam kehidupan banyak komunitas pedesaan ni-Vanuatu.
“Kebanyakan dari mereka adalah nenek-nenek, tetapi mereka masih mencoba yang terbaik untuk mendapatkan sedikit uang untuk bertahan hidup bersama cucu mereka,” kata ketua tim Mama Market Arts and Handicraft, Rebecca Bule.
Produk buatan tangan dibuat dengan penuh cinta di kampung-kampung, dan penjualannya mendukung seluruh keluarga.
“Sebagian besar produk mamas, produk buatan dalam negeri, sudah rusak akibat angin puting beliung, air meluber ke mana-mana, produknya tidak lagi sesuai standar nilai jual pedagang,” kata Bule.
Vendor telah menurunkan harga hingga 50 persen untuk segera menghabiskan stok, tetapi banyak yang terlalu rusak karena kena air dan tidak layak untuk dijual.
Saat topan Judy dan Kevin menghantam Vanuatu pada pekan pertama Maret 2023, kotak berisi produk mereka berada di luar.
“Angin, ombak … semuanya rusak, semua kotak terlepas, semua dinding, semuanya runtuh,” kata Bule.
Dikatakan, uang penjualan mengalir masuk sekarang tetapi tidak cukup untuk mempertahankan komunitas yang mengandalkannya.
“Dengan arus kas yang habis selama sebulan, para wanita tersebut belum mampu membayar sewa selama bulan Maret,“ kata Rebecca Bule.
Pertemuan diharapkan berlangsung minggu depan dengan Dewan Kota Port Vila, pemilik gedung, untuk membahas keprihatinan.
“Mama kehilangan banyak uang saat aku berbicara denganmu,” katanya.
“Di atas tekanan keuangan, banyak rumah Mama yang hancur. Perempuan yang menjadi penjaga warung sebagian besar adalah nenek-nenek,“ kata Bule seraya menambahkan bahwa salah seorang perempuan membutuhkan waktu dua jam untuk sampai ke pasar setiap hari dari Efate Utara.
Dia telah berjualan sejak 1997 dan mengatakan sangat sulit melihat para wanita menjalaninya saat ini.
“Sangat sulit untuk mengembalikannya. Ini pendapatan mereka sehari-hari, tapi kalau produknya rusak saya tidak tahu bagaimana mereka bisa bertahan,” katanya.
Dia mengatakan bahwa ini akan menjadi proses yang lambat, saat ini para wanita hanya menghasilkan cukup untuk membayar kebutuhan pokok dan mulai membangun kembali rumah mereka.
“Cukup sulit,” akunya.
Namun, Bule berharap perbaikan gedung Pasar Mama bisa bertahan lama.
Dia ingin daun jendela rol, “untuk menutupi semua tembok sehingga ketika ombak datang atau angin bertiup, maka kotak-kotak itu tertutup.
Dia mengatakan para wanita “masih membutuhkan dukungan, para Mama menggunakan sedikit uang di saku mereka untuk bertahan hidup.
“Kami percaya Tuhan bahwa kami akan pulih,” kata Bule. (*)