Jayapura, Jubi – Pertanyaan telah diajukan di Badan Legislatif Tonga tentang belum ada tanggapan dan juga kurangnya kemajuan dalam merelokasi dan me-rehousing ratusan orang yang kehilangan tempat tinggal. Para korban yang kehilangan rumah ini akibat letusan dan tsunami yang terjadi pada Januari 2022.
Pemerintah Tonga telah berkomitmen untuk membangun lebih dari 300 rumah, menciptakan desa baru, membangun kembali jalan. Bukan hanya untuk korban terbaru tetapi orang-orang masih menderita setelah topan yang menghancurkan pada 2014 dan 2018.
Koresponden Radio New Zeland (RNZ) Pasifik di Tonga, Kalafi Moala, mengatakan pemerintah telah merencanakan untuk merelokasi empat desa yang musnah oleh tsunami. Tetapi kata dia, pekerjaan untuk menampung ribuan korban dari Topan Ian pada tahun 2014 dan topan Gita pada tahun 2018 tidak lengkap.
“Ada orang-orang, sejak Januari tahun ini, yang telah tinggal di tempat sementara, apakah itu di lorong gereja atau di tenda. Mereka tinggal di sana bersama keluarga mereka, anak-anak mereka, setelah dijanjikan bahwa mereka akan dipindahkan, bahwa di sini akan ada rumah baru yang dibangun untuk mereka. Dan itu belum terjadi,” katanya.
Daerah yang paling parah terkena dampak adalah Ha’apai, yang menanggung beban topan Ian pada tahun 2014, dihancurkan oleh topan Gita pada tahun 2018, dan merupakan pusat letusan dan tsunami.
“Jadi mereka sangat terpengaruh oleh dua siklon itu sebelumnya serta letusan dan tsunami. Pertanyaannya adalah beberapa rekonstruksi yang telah dimulai untuk memulihkan kerusakan dari Topan Ian – mereka belum selesai dan bahkan dari Topan Gita dan sekarang ada bencana ketiga yang telah terjadi,” tambahnya.
Moala mengatakan ada tuduhan korupsi dengan sejumlah perusahaan yang mengantre untuk pendanaan yang disediakan untuk pekerjaan rekonstruksi, setelah dilipatgandakan. (*)