Oleh: Kristoforus Nawika*
Rakyat Indonesia memilih pemimpinnya pada Rabu, 14 Februari 2024 untuk periode lima tahun ke depan. Kini saatnya rakyat menentukan pilihannya, untuk memilih pemimpin masa depan. Karena suara rakyat adalah suara Tuhan atau dalam idiom klasik Vox Populi Vox Dei.
Rakyat akan memilih pemimpin berdasarkan hasil pengamatannya yang diperoleh melalui berita, kampanye, debat, dan berbagai informasi hangat lainnya di media sosial. Rakyat pun telah melihat dan menilai, serta memutuskan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang tepat periode 2024-2029. Rakyat tentu bertanggung jawab untuk menentukan pemimpin negeri ini.
Ada tiga putra terbaik yang telah mencalonkan diri setelah melalui sejumlah tahapan. Kemampuan dan visi-misinya sudah dites, baik melalui kampanye, maupun debat-debat terbuka.
Seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, tentu sudah melihat figur pemimpinnya, baik melalui media sosial, media arus utama, maupun dengan mengikuti kampanye dari masing-masing pasangan calon.
Lantas sosok pemimpin seperti apa yang dirindukan oleh rakyat saat ini? Hemat penulis, sosok pemimpin yang dirindukan adalah pemimpin yang merakyat; duduk dan makan-minum bersama masyarakat kecil. Dia mau merangkul masyarakat akar rumput, masyarakat yang selalu menjadi korban politik, dan menjadi korban kebijakan yang sepihak.
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI akan semakin maju atau bahkan semakin mundur, tergantung kualitas pemimpin yang dipilih rakyat.
Karena ada keyakinan bahwa suara rakyat mewakili suara Tuhan, untuk memilih orang yang tepat, orang yang akan membawa rakyatnya kepada sistem yang baik, netral dan selalu mengutamakan cita-cita dan harapan konstitusi, harapan semua orang dan cinta akan tanah air. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam terang Bhineka Tunggal Ika.
Siapapun presiden yang kelak dipilih rakyat, maka dia harus mematuhi aturan main konstitusi kita. Serta menjunjung tinggi martabat manusia. Bukan malah sebaliknya.
Kita tentu berharap agar pemimpin yang dipilih dapat membuat hidup kita nyaman, tanpa takut, bisa makan-minum dengan baik, tidur dengan nyenyak dan beraktivitas tanpa diintimidasi. Karena itu, pilihan ada di tangan rakyat. Rakyat adalah penentu dari pemimpin yang terpilih.
Dengan kata lain, orang-orang hebat selalu datang dari rahim rakyat. Dia berkarya untuk rakyat dan mati demi rakyat. Maka, kini saatnya rakyat memilih pemimpin yang telah diuji oleh publik, yang dianggap mampu merangkul dan senantiasa mendorong kerjanya agar lancar, aman dan adil.
Rakyat membutuhkan kehadiran pemimpin yang sungguh-sungguh berada untuk mereka. Pemimpin yang mempunyai kemampuan; pengetahuan yang luas, mampu bersaing dengan dunia luar, memiliki keahlian manajemen yang dapat dipercaya, menghasilkan sesuatu yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan negerinya. Pemimpin yang akan memperhatikan pemerataan pembangunan, pendidikan dan kesehatan anak-anak yang layak.
Pemerataan pembangunan di bidang teknologi, informasi dan komunikasi (jaringan internet) yang saat ini sudah menjadi kebutuhan primer. Misalnya, di Merauke sudah satu bulan lebih jaringannya hilang. Bandingkan saja dengan tempat lain pada umumnya di Indonesia, yang jaringan internetnya lancar dan aman.
Rakyat juga akan memilih pemimpin yang tidak rasis. Tapi merangkul semua suku, agama, ras dan antargolongan. Yang melihat semua perbedaan itu sebagai suatu keindahan, dan kekayaan dalam kehidupan bersama.
Sentimen agama, suku dan budaya jangan menjadi hambatan di NKRI. Perbedaan-perbedaan bahkan tidak boleh melahirkan perpecahan, permusuhan dan pertikaian, yang justru akan melahirkan konflik berkepanjangan.
Pilihlah pemimpin yang jujur dalam perkataan dan kata-kata itu diwujudkan dalam tindakan nyata yang membuahkan kedamaian, kebaikan, kerukunan dan cinta akan persatuan. Pemimpin yang akan melahirkan dampak positif bagi perkembangan ekonomi rakyat secara stabil, menciptakan kehidupan rakyat yang sejahtera, rukun, aman dan damai.
Dalam konteks Papua, semoga pemimpin yang dipilih dapat meredakan konflik bersenjata. Sebab selama ini Papua dianggap sebagai daerah konflik bersenjata dan terbelakang, karena ketimpangan pembangunan ekonomi, tidak diberi peluang, tidak ada wadah untuk bersaing, dan kadang-kadang akses ditutup oleh kebijakan elite-elite politik di Jakarta.
Kita tentu berharap agar pemimpin yang terpilih nanti dapat mengentaskan kemiskinan, mengutamakan pemerataan pembangunan, baik di bidang ekonomi, maupun bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, terutama jaringan internet
Kita semua berharap bahwa ketika pemimpin negara sudah dilantik, maka sentimen agama, suku, ras dan budaya harus dikurangi secara perlahan.
Hak-hak rakyat harus dijamin, kebebasan berpendapat dihargai, dan diberi tempat untuk berdialog sebagai manusia yang punya hati nurani, dan punya martabat luhur sebagai ciptaan Tuhan yang maha esa.
Jangan membiarkan pilihan kita salah, karena salah memilih pemimpin, maka rakyat akan menderita selama lima tahun.
Pilihlah pemimpin yang merakyat, pemimpin yang dapat berjalan bersama dengan rakyatnya, pemimpin yang jujur, adil, cinta akan nilai-nilai kebaikan, kedamaian dan kerukunan.
Pemimpin yang lahir dari rahim rakyat adalah pemimpin yang merakyat, melayani dengan hati, pikiran (seluruh kemampuan; keahlian, pengetahuan, dan keterampilannya untuk rakyat), dan melayani dengan seluruh tenaganya. Berdedikasi untuk rakyat, bahkan sampai berkorban demi kehidupan rakyat.
Karena berkorban adalah bagian terpenting dalam pemberian diri secara utuh, demi bertumbuh dan berkembangnya negeri ini. Demi kemajuan negeri ini, demi kehidupan masyarakat akar rumput yang tak mampu bersuara, pemimpin harus berjuang dengan sekuat tenaga, pengetahuan yang baik, dan hati yang melayani. (*)
* Penulis adalah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Jayapura, Papua