Oleh: Siorus Degei*
Bangsa Papua secara bertubi-tubi digunturi berita duka atas berpulangnya pejuang-pejuang kemanusiaan, keadilan, kebenaran dan kedamaian. Dalam artikel ini penulis sebut mereka sebagai martir dan patriot sejati bangsa Papua.
Dalam kekristenan martir adalah seseorang atau sekelompok orang yang berani berjuang hingga mati, demi membela iman dan kepercayaannya terhadap Yesus Kristus. Ada dua istilah martir, yakni martir merah dan martir putih.
Martir Merah adalah mereka yang demi iman akan Yesus Kristus dan kebenaran-Nya rela mengorbankan diri dan bernasib sama dengan Yesus yang menderita, sengsara, dan wafat di kayu salib. Ada pula martir putih yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjadi saksi kristus tetapi tidak harus mati seperti martir merah (bdk. Wikipedia).
Sedangkan patriot atau patriotisme merupakan sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya—semangat cinta tanah air. Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Penulis merefleksikan bahwa semua pejuang kebenaran, keadilan dan kedamaian di Bumi Cenderawasih yang sudah gugur sejak Papua terintegrasi secara cacat moral, hukum, demokrasi dan HAM dalam bingkai NKRI tahun 1960-an hingga detik ini, tidak lain adalah manifestasi konkret dari para martir kudus dan para patriot sejati, bahkan mereka adalah manifestasi konkret wajah Yesus Kristus yang menderita, sengsara, wafat dan bangkit.
Pasalnya, setelah Papua diguncang berita duka atas berpulangnya Leoni Tanggahma, putri kedua dari pasangan mendiang Benny Tanggahma dan Sofie Komber, Koordinator Diplomat OPM International, mantan pelobi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), salah satu juru runding West Papua dalam Konferensi Perdamaian Papua (KPP) tahun 2011 di Jayapura, dan staf pada kantor Mahkamah Internasional di Den Haag, Jumat (7/10/2022), menjelang tiga malam perginya perempuan Papua yang sangat mahir dalam bahasa Perancis, Belanda, Inggris, Indonesia, Jerman dan Spanyol itu, Papua kembali kehilangan salah satu martir dan patriot sejatinya, yaitu Tuan Yonah Wenda, Ketua Eksekutif WPNCL dan Ketua I Legislatif Council United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) legislatif Andy Ayamiseba yang telah meninggal, juga tutup usia pada Senin (10/10/2022).
Dua pekan setelah Papua kehilangan permatanya itu, kini kehilangan Zode Hilapok. Paul Zode Hilapok adalah satu dari delapan mahasiswa Papua pengibar Bintang Fajar di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura, 1 Desember 2021.
Zode ditangkap dan ditahan di rumah tahanan (rutan) Polda Papua sejak 1 Desember 2021. Dia merupakan calon imam (pastor) Keuskupan Jayapura. Statusnya masih aktif sebagai mahasiswa aktif Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Jayapura.
Riwayat sakit hingga menjadi tahanan Polda dan Kejati Papua
Pertama, Minggu malam, 12 Desember 2021, Zode mula-mula merasa lemas dan mengantuk. Buang air besar dengan campuran darah dan nanah. Jika makan nasi kosong atau dengan sayur, tapi kalau dengan porsi yang sedikit “kekeringan”, tidak maksimal, membuat perutnya sakit, mual, dan lemas. Hal ini membuat muka Zode pucat dan mengalami penurunan berat badan secara signifikan, dalam kurun waktu lima hari.
Kedua, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura, kondisi kesehatan tahanan politik, Paul Sode Hilapok memburuk (11 April 2022). Sejak 1 April 2022, delapan mahasiswa tahanan politik Papua (Polda) menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua. Mereka dipindahkan dari rutan Polda Papua ke Lapas Abepura.
Terhitung sejak 1 April sampai 11 April 2022—sebelas hari, mereka berada di Lapas Abepura dalam ruangan isolasi khusus.
Dalam catatan kesehatan sebelumnya, tapol Papua atas nama Zode Hilapok mengalami sakit. Sejak pemeriksaan di Rumah Sakit Bhayangkara, pihak rumah sakit belum memberikan keterangan medis hasil pemeriksaan.
Kondisi kesehatan Zode Hilapok ketika di Lapas Abepura semakin memburuk. Badannya demam-demam dan sesak napas. Kejati Papua dan Lapas Abepura membiarkan kondisi tersebut. Dalam artian mereka tidak memberikan jaminan atau hak atas kesehatan bagi Zode Hilapok.
Ketiga, pada 4 April 2022, kabar tentang penyakit yang diderita salah satu mahasiswa tapol Papua, atas nama Paul Zode Hilapok telah diketahui oleh pihak Lapas Abepura dan advokat.
Mereka telah memberitahukan kepada Kejati Papua untuk memperhatikan kondisi kesehatan Zode. Hingga Minggu, 24 April 2022, belum ada kejelasan dari pihak Kejati Papua. Sementara kondisi kesehatan Zode Hilapok terus memburuk.
Zode Hilapok mengalami sesak napas, demam dan kesulitan makan-minum. Kondisi ini telah mendorong beberapa pihak, terutama tujuh mahasiswa tapol lainnya, mendesak Lapas Abepura dan Kejati Papua, agar memberikan akses pelayanan kesehatan bagi Zode Hilapok. Rencana sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada 19 April 2022 tertunda karena salah satu tapol atas nama Zode Hilapok sedang sakit.
Keempat, Senin (25/4/2022), kondisi kesehatan Zode Hilapok semakin memburuk. Pihak pengacara hukum dan tujuh tapol telah meminta kepada kepala Lapas Abepura agar Zode Hilapok segera berobat.
Permintaan itu pun merupakan rekomendasi dokter (Dr. Evelien J. Kailalo) dan sudah disampaikan kepada Kejati Papua, serta sudah tertera dalam Surat Penetapan No: 132/Pid.B/2022/PN Jap; pada poin Menimbang.
Kelima, terhitung sejak 26 April 2022 sampai 10 Mei 2022, Zode Hilapok berobat di rumah keluarga. Sudah 13 hari di rumah keluarga. Penyakit yang dideritanya belum diketahui pasti. Pihak rumah sakit belum memberikan keterangan.
Kemudian pada Selasa (10/5/2022), dari rumah keluarga pihak Kejati Papua membawa Zode Hilapok ke Lapas Abepura. Di sini dia melakukan pemeriksaan swab dan hasilnya reaktif.
Dari Lapas Abepura, Zode langsung diarahkan ke RSUD Jayapura. Di ruang isolasi. Kejati Papua bahkan menutup akses kunjungan terhadap beliau tanpa pemberitahuan.
Keenam, Zode Hilapok, mahasiswa STFT Fajar Timur yang mengibar Bintang Fajar di GOR Cenderawasih Jayapura pada 1 Desember 2021 itu meninggal dunia. Bersambung. (*)
*Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Jayapura