Oleh: Felix Degei*
Pendahuluan
Ada berbagai bentuk kegiatan yang biasanya diselenggarakan di lingkungan sekolah, untuk meningkatkan kemampuan dan mengembangkan minat-bakat siswa. Misalnya, kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, kokurikuler, literasi, numerasi, matrikulasi, remedial, dan sebagainya. Ada kegiatan yang diselenggarakan di lingkungan sekolah. Ada juga kegiatan yang terselenggara di luar lingkungan sekolah.
Tulisan ini secara khusus membahas kegiatan literasi di lingkungan sekolah: pengertian literasi, jenis dan manfaat setiap literasi, dan cara meningkatkan literasi dasar siswa.
Pembahasan ini dirasa sangat penting karena selama ini banyak kalangan berpikir, bahwa literasi hanya berkaitan dengan kemampuan siswa dalam hal baca-tulis. Padahal sesungguhnya ada berbagai macam literasi dengan manfaat berbeda yang patut dibekali kepada siswa di setiap sekolah.
Apa pengertian literasi?
Secara etimologis istilah literasi berasal dari bahasa Latin ‘literatus’ berarti orang yang belajar. Sehingga secara praktis literasi dipahami sebagai aktivitas yang berkaitan dengan membaca dan menulis sebagai upaya untuk belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) literasi adalah kemampuan menulis dan membaca. Sedangkan menurut The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), literasi dimaknai seperangkat keterampilan nyata, khususnya keterampilan kognitif seseorang dalam membaca dan menulis, yang dipengaruhi oleh kompetensi di bidang akademik, konteks nasional, institusi, nilai-nilai budaya, dan pengalaman.
Dari beberapa pengertian di atas, dipahami bahwa literasi merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh seorang individu dalam menggunakan segala potensi, serta keterampilan untuk menerima, mengolah dan memahami informasi melalui aktivitas membaca dan menulis.
Apa jenis dan manfaat literasi bagi siswa?
Laman website resmi milik Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis enam jenis literasi dasar yang wajib diketahui dan dimiliki oleh setiap siswa:
Pertama; literasi baca tulis. Yaitu kecakapan hidup (life skill) untuk mengerti dan memahami isi teks, baik yang tersurat, maupun yang tersirat dalam upaya mengembangkan segenap pengetahuan dan potensi setiap siswa;
Kedua; literasi numerasi: Kecakapan hidup untuk menggunakan berbagai macam angka dan simbol, yang berkaitan dengan matematika dasar, dalam memecahkan masalah praktis berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari;
Ketiga; literasi sains: Kecakapan hidup (life skill) untuk memahami fenomena alam di sekitar kita serta mengambil keputusan yang cepat dan tepat secara ilmiah;
Keempat; literasi digital: Kecakapan hidup untuk menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawab, dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi;
Kelima; literasi finansial: Kecakapan hidup (life skill) untuk menerapkan pemahaman tentang konsep, resiko, keterampilan dan motivasi dalam hal keuangan;
Keenam; literasi budaya dan kewargaan: kecakapan hidup (life skill) untuk mengenal dan memahami keberagaman budaya sebagai identitas dan jati diri bangsa, guna menciptakan keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara.
Bagaimana cara meningkatkan literasi dasar pada siswa?
Media online learning bersertifikat untuk Guru Indonesia (guruinovatif.id) melansir enam cara meningkatkan literasi dasar secara holistik dan berkelanjutan:
Pertama, membangun budaya membaca. Membangun budaya membaca yang kuat di lingkungan sekolah dan rumah sangat penting untuk meningkatkan daya nalar kritis siswa.
Upaya yang bisa diterapkan adalah dengan menyediakan akses ke berbagai bacaan yang menarik dan relevan, serta mendorong siswa untuk membaca secara aktif. Hal ini sangat penting agar siswa memiliki pengetahuan yang luas, sehingga tidak mudah tertipu dengan ragam kabar bohong atau hoaks;
Kedua, memperkuat keterampilan menulis. Keterampilan menulis dapat ditingkatkan hanya melalui rajin membaca, lalu menulis kembali dengan pengetahuan dan ragam argumen yang konstruktif. Jika siswa hanya membaca, maka mereka hanya menerima pengetahuan (reseptif).
Akan tetapi, jika siswa ditantang untuk menulis, maka mereka sudah mampu menghasilkan ide atau gagasan berdasarkan pengetahuan yang telah ada (produktif). Oleh sebab itu, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis: esai hingga cerita pendek (cerpen). Harapannya agar siswa tidak hanya mengambil hasil karya orang lain (copy paste). Karena aktivitas tersebut berpotensi menjerumuskan siswa pada kebiasaan plagiat hasil karya orang, yang sesungguhnya melanggar kejujuran akademik;
Ketiga, menerapkan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk belajar dengan mengalami langsung.
Pembelajaran model ini dapat menumbuhkan sikap gotong-royong, kreatif dan bernalar kritis, serta berkebhinekaan global, sebagai manifestasi empat dari enam dimensi dalam Profil Pelajar Pancasila (P5). Guru dalam memberikan penugasan dituntut agar ada tugas kelompok yang memungkin siswa untuk berdiskusi. Harapannya agar siswa berkolaborasi, tidak hanya saat melakukan proyek, tetapi juga saat mata pelajaran;
Keempat, menggunakan teknologi dan media dengan bijaksana. Dewasa ini mengintegrasikan teknologi dan media dalam pembelajaran dapat meningkatkan literasi digital siswa. Para guru dituntut untuk mengajarkan siswa dengan memanfaatkan ragam fitur pada platform media teknologi. Harapannya agar siswa tidak gagap teknologi (gaptek) menjelang era revolusi industri 4.0. Era dimana beragam aktivitas manusia hendak diambil kendali oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan robotik;
Kelima, mendorong diskusi dan kolaborasi. Metode belajar diskusi dan kolaborasi di kelas memungkinkan siswa, untuk berbagi pemikiran dan ide-ide mereka. Metode belajar ini sangat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif. Oleh sebab itu, setiap guru wajib memfasilitasi diskusi yang mendorong pemikiran kritis dan dialog yang terbuka;
Keenam: memberikan dukungan individual. Pada hakikatnya setiap siswa memiliki kebutuhan dan tingkat kemampuan yang berbeda. Memberikan dukungan individu sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa akan membantu siswa dalam mencapai potensi dalam literasi dasar.
Pembelajaran berdiferensiasi sangat penting agar setiap siswa merasa diberdayakan dengan segala daya kreativitas mereka yang unik, khas dan tidak ada duanya. Dengan demikian, setiap siswa akan merasa tidak ada siswa yang dikucilkan dalam aktivitas pembelajaran (no one left behind).
Kesimpulan
Jika ditilik dari makna praktis, maka literasi sesungguhnya berkaitan dengan segenap aktivitas setiap orang, dalam upaya membenahi diri dengan ragam keterampilan hidup (life skill) dasar. Ada enam jenis literasi dasar yang wajib dimiliki oleh setiap siswa, yaitu, baca-tulis, numerasi, sains, digital, finansial, dan budaya serta kewargaan.
Keenam literasi tersebut tidak harus semua diperoleh atau terselenggara di lingkungan sekolah dan kampus (pendidikan formal).
Akan tetapi, setiap siswa seyogyanya aktif dalam membekali diri dari mana saja dan kapan saja. Ada lingkungan keluarga, dimana, setiap siswa tumbuh kembang (pendidikan informal).
Ada juga lingkungan masyarakat secara umum, dimana, setiap siswa memperoleh pengetahuan kehidupan (pendidikan non-formal). Kini kembali kepada setiap pribadi siswa.
Namun, sekolah sebagai tempat siswa belajar secara formal wajib memperhatikan budaya baca, keterampilan menulis, pembelajaran berbasis proyek, penggunaan teknologi dan media, penerapan metode diskusi dan kolaborasi dengan tidak mengabaikan kebutuhan belajar setiap siswa. (*)
*Penulis adalah alumnus Jurusan Master of Education, Desain Kurikulum & Manajemen Pendidikan dari The University of Adelaide Australia Selatan, pendidikan khusus orang asli (indigenous study)