Opini  

Regulasi vs kenyataan di Papua

regulasi
Demo menolak Omnibus Law. – Jubi/CNN

Oleh: Valeriana Haroh Turot*

“Sebenarnya begini, Pemerintah cuma peduli gimana caranya orang dapat kerja, supaya nanti bisa bermain statistik dengan tingkat pengangguran berkurang dan iklim investasi membaik begitu”.

Kalimat di atas merupakan kutipan yang diambil di kolom komentar instagram salah satu model dan pemeran film asal Indonesia yang telah memposting video demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa untuk menolak regulasi baru PERPU Cipta Kerja di depan gedung DPR Jakarta pada tanggal 7 april 2023.

Dari komentar di atas telah menegaskan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang masih menganggur melalui Omnibus Law Cipta Kerja.

Sekarang dan masa depan

Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia, kepadatannya telah mencapai batas maksimal. Berdasarkan rilis dari BPS tahun 2023 penduduknya berjumlah 273,52 juta jiwa.

Tak bisa ditampik bahwa jumlah penduduk sebesar itu terdapat pula banyak pengangguran. Pengangguran yang besar merupakan sumber konflik. Indonesia yang kaya akan potensi alam, memiliki potensi tenaga kerja yang belum diberdayakan, karena tidak tersedianya lapangan kerja yang seimbang dengan jumlah penduduknya.

Pemerintah dipandang sebagai pembawa perubahan yang digerakkan oleh rakyat. Ia harus mengambil keputusan-keputusan demi kesejahteraan bersama agar terciptanya negara yang makmur. Penyediaan lapangan kerja baru bagi masyarakat menjadi hal yang sangat penting demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di Papua terdapat banyak pengangguran yang tersebar luas dan berdasarkan pencatatan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura sebanyak 10 ribu lebih pencari kerja. Dengan melihat angka pengangguran yang tinggi, maka sebagai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Omnibus Law Cipta Kerja.

Secara etimologi, omnibus berasal dari bahasa Latin yaitu omnis yang berarti semua atau banyak, sedangkan dari segi hukum omnibus law dapat mencakup beberapa aturan menjadi satu paket hukum. Dari pengertiannya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam omnibus law terdapat lebih dari satu aturan.

Baca juga :   Hentikan pemekaran, segera gelar dialog Jakarta - Papua!

Omnibus Law umumnya digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengatasi permasalahan peraturan perundang-undangan suatu negara, khususnya masalah regulasi yang tumpang tindih. Istilah Omnibus Law menjadi perbincangan hangat ketika Pemerintahan Jokowi periode kedua gencar menyebarkan agenda kebijakan untuk masa kepemimpinannya. Dan salah satu agenda utamanya adalah dalam hal reformasi regulasi dengan Omnibus law sebagai instrumen utamanya.

Omnibus Law Cipta Kerja memang akan melahirkan output berupa proses perizinan yang mudah dan tidak rumit bagi calon investor. Akan tetapi, Omnibus Law Cipta Kerja justru ditentang oleh para buruh karena dianggap akan merugikan mereka, dengan cara melakukan aksi mogok nasional yang didasari beberapa alasan.

Pertama, RUU Cipta Kerja menghapus upah minimum, dengan hal ini terlihat secara jelas pemerintah dapat menerapkan sistem upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum, tidak hanya berpengaruh pada para buruh, tetapi turut berpengaruh dalam perekonomian masyarakat pada umumnya. Kurangnya pemasukan pada mama-mama Papua yang berjualan karena kurangnya pembeli.

Kedua, aturan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, yakni tunjangan PHK yang upahnya hanya 6 bulan. Hal ini juga terjadi di Papua, sebanyak 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia melakukan mogok kerja untuk menuntut adanya keadilan antara pihak perusahaan dengan para buruh. Dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan yang turut mengikuti aksi mogok kerja dan hingga kini mereka tidak mendapatkan upah.

Baca juga :   Optimisme SMPN 1 Jayapura sambut ANBK

Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu yang menyatakan tidak ada waktu batas kontrak atau kontrak seumur hidup.

Keempat, jam kerja tanpa batas, hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan para buruh.

Kelima, penghilangan hak cuti dan hak atas upah cuti. Cuti yang diberikan pengusaha hanya cuti tahunan, sedangkan cuti panjang menjadi pilihan dari pengusaha, secara otomatis cuti haid dan melahirkan bagi perempuan akan hilang karena pemberian cuti tergantung pada pengusaha, secara otomatis pekerja perempuan memiliki posisi lemah terkait aturan cuti.

Keenam, hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.

Ketujuh, karyawan kontrak tidak diangkat sebagai pegawai tetap, tidak memiliki jaminan hidup karena hanya sebagai kontrak yang akan suatu saat mengalami penghilangan pekerjaan.

regulasi
Mama Papua di Manokwari, Papua Barat, berdagang sayur mayur dan hasil bumi. – Jubi/Dok

Omnibus Law Cipta Kerja dalam masyarakat adat

Papua dikatakan sebagai paru-paru dunia bagi Indonesia karena memiliki hutan yang luas bahkan hutan terakhir di Indonesia, sehingga akan mengurangi terjadinya pemanasan global. Dalam filosofi orang Papua alam dipandang sebagai mama. Mama adalah seorang yang menghasilkan keturunan serta memberikan ASI sebagai asupan utama bagi keturunan yang dihasilkan.

Begitu sama halnya dengan orang Papua yang telah menganggap alam sebagai mama, yang akan memberikan mereka sumber kehidupan karena orang Papua masih sangat bergantung terhadap alam dan hampir sebagian besar waktu mereka habiskan di alam.

Masyarakat adat memandang tanah sebagai harta kekayaan yang diturunkan dari leluhur mereka hingga anak cucu, maka tanah adat sebagai jati diri dan identitas yang harus dipertahankan.

Baca juga :   7 mahasiswa pengibar Bintang Kejora bebas

Hadirnya Omnibus Law Cipta Kerja tidak hanya berdampak pada buruh, tetapi juga lingkungan dan hutan Papua yang menjadi sasaran bagi regulasi ini.

Kehadiran Omnibus Law Ciptaker menyebabkan beberapa hal yang menjadi masalah bagi masyarakat Papua.

Pertama, menyingkirkan hak masyarakat dan pengelolaan alam yang berkelanjutan. Dengan ini hak-hak masyarakat seperti hak ulayat akan dihilangkan, sehingga masyarakat adat tidak lagi mempunyai hak atas tanah yang sudah diturunkan dari para leluhur dan ketika masa hak guna usaha telah usai tanah itu bukan secara langsung kembali menjadi milik masyarakat adat, tetapi tanah tersebut masih digunakan oleh pengusaha untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang lain.

Kedua, hilangnya pasal yang melindungi kearifan lokal masyarakat.

Ketiga, hak guna usaha yang awalnya paling lama 35 tahun sekarang bisa diperpanjangkan masa pakainya hingga 25 tahun. Ini menjadikan kemudahan bagi pengusaha untuk mengambil keuntungan lebih banyak lagi.

Omnibus Law Ciptaker memang menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran. Tetapi berdasarkan poin-poin yang sudah diuraikan di atas, maka mendapatkan pertentangan dari para buruh serta masyarakat karena menurut mereka Omnibus Law Ciptaker hanya menguntungkan para pengusaha dan investor sedangkan mereka dirugikan.

“Desentralisasi merupakan hal yang mutlak dilakukan guna membentuk entitas politik dalam skala manusiawi. Merujuk pada dirinya, hanya komunitas skala kecil dan dapat diamati yang memungkinkan antara penduduknya saling mengenal secara pribadi, dan dapat berpartisipasi bersama-sama dalam proses mengambil keputusan pada pertemuan publik”.  (*)

*Penulis adalah mahasiswa jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua 

Komentar
banner 728x250