Oleh: Bernardus Bofitwo Baru, OSA
Arti Damai ilahi Vs Damai Duniawi
Apa yang dimaksud dengan damai? Apa arti damai yang sesungguhnya bagi manusia? Mana damai sejati dan mana damai palsu? Apa saja buah-buah damai yang diberikan oleh Yesus kepada dunia? Apa dasar damai yang diajarkan Yesus kepada dunia? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang patut direnungkannya.
Istilah damai dari kata Latin pax atau pacem, dalam bahasa Ibrani shalom, artinya tidak adanya pertikaian dan perselisihan secara fisik dan mental – jiwa. Damai juga berarti terciptanya suasana harmoni dalam hidup manusia, yaitu manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Yang dimaksud dengan harmoniย adalah relasi โ hubungan yang menghidupkan secara utuh, menyatu dan menyeluruh (the unity in wholeness), baik secara fisik, non fisik (psikologis โ jiwa), norma-hukum maupun spiritual – rohani.
Teks Injil Lukas 2: 14 yang berbunyi, โKemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nyaโ. Damai yang diikrarkan oleh malaikat kepada para gembala ini adalah damai yang dibawa oleh Allah kepada manusia. Sang Raja Damai itu adalah bayi Yesus yang dilahirkan oleh ibu-Nya, Bunda Maria di kandang yang hina di pinggiran (margin atau periveria) kota Betlehem. Menurut Kardinal Peter Turkson, damai yang disampaikan oleh Malaikat kepada para gembala adalah damai (peace) yang dibawa oleh Sang Raja Damai, Yesus. Ini adalah damai (shalom) dari Allah. Damai dari Allah yang dinyaakan-Nya melalui bayi Yesus adalah damai sejati, damai yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Menurut Dr. Julianus Mojau (2009), Natal adalah damai yang memberdayakan manusia sebagai pribadi yang bermartabat luhur. Natal seharusnya kita rayakan sebagai tindakan yang membebaskan dan menghidupkan martabat manusia sebagai wujud partisipasi kita membangun Kerajaan Allah di dunia ini. Natal adalah wujud tindakan solidaritas radikal Allah untuk membangun hidup sejati dari pengaruh sistem budaya kematian yang terus melanda hidup manusia, bukan damai duniawi yang memperdaya (menjajah) dan merendahkan martabat manusia.
Sedangkan damai yang dialami umat Israel pada saat kelahiran Yesus adalah pax Agustana atau pax Romana (damai Agustus atau damai Romawi). Ini adalah damai yang diberikan oleh Kaisar Agustus kepada rakyatnya di wilayah kekuasaannya. Damai Agustus atau pax Romana ini adalah damai palsu, karena damai yang diciptakan oleh penguasa demi keamanan kekuasaan dan kekayaan duniawinya. Damai Romana ini adalah ideologi keamanan yang diciptakan oleh penguasa Romawi demi keamanan kekuasaan dan kekayaannya. Ini adalah damai palsu, damai ilusi yang bukan damai sesungguhnya. Karena damai Romana adalah damai yang merusak dan merendahkan martabat manusia. Damai yang membunuh martabat manusia. Kekuatan yang digunakan untuk menciptakan damai Romana ini adalah kekuatan militer dan pendekatan militeristik yang digunakannya. Penggunakan kekuatan militer adalah roh terciptanya damai Romana. Ideologi keamanan adalah spiritualitas penguasa Romawi yang digunakannya untuk menciptakan damai yang palsu di kalangan rakyatnya. Ideologi keamanan adalah senjata ampuh yang digunakan penguasa untuk memfungsikan kekuatan militer agar terciptakan damai palsu bagi rakyatnya.
Perbedaan Damai Ilahi Vs Damai Duniawiย ย
Santo Yusuf dan Bunda Maria adalah aktor pertama yang memilih damai yang ditawarkan oleh Allah, melalui Yesus, Sang Raja Damai. Dan juga para Majus dari Timur, Simeon, Hana, Elisabeth, Zakaria, St. Yohanes Pemandi, dll. Sedang Raja Herodes, para pemimpin agama Yahudi, dan yang lainnya memilih damai yang dibawa oleh Kaisar Agustus. Di sinilah letak perbedaan antara damai yang diberikan oleh Kaisar Agustus dan damai yang diberikan oleh Yesus, Sang Raja Damai? Perbedaaan damai yang diberikan oleh Kaisar Agustus kepada dunia, yaitu: Pertama, damai ini lebih mengedepankan kekuatan politik kekuasaan, ekonomi dan militer. Untuk menyebarluaskan damai ini, Kaisar harus menciptakan strategi politik kekuasaan yang didukung atau di-backup oleh kekuatan ekonomi (finance) โ modal dan kekuatan militer. Tanpa dukungan uang (finansial) yang kuat dan militer yang handal, damai ini tidak akan dapat terwujud. Kedua, damai ini dikendalikan oleh manusia yang pada hakikatnya adalah mahkluk yang rapuh, mudah jatuh ke dalam dosa, karena sikapnya yang sombong (superbia), angkuh (superioritas), rakus, tamak, dan jahat.
Kejahatan manusia ini ditegaskan oleh St. Augustinus dari Hippo, bahwa pada dasarnya manusia itu sekeping saja dari semua ciptaan Allah. Manusia pada hakikatnya hidup di dalam kedosaan dan kefanaannya (Confessiones 1: 1). Karena itu, ia lebih lanjut mengatakan bahwa kedosaan: Kejahatan (evils), kesombongan (superbia), kerakusan dan ketamakan,ย semuanya menyatu โ terpatri di dalam diri manusia. Ia menggunakan ekspresi โevil in the mindโ (kejahatan di dalam pikiran), โevil on the eyesโ (kejahatan pada mata), โevil in the heartโ (kejahatan di dalam hati), โevil in the stomachโ (kejahatan di dalam perut), dan โevil on the sexualโ (kejahatan pada keinginan seksual). Bagi St. Augustinus, semuanya ini adalah isnting-insting kebinatangan manusia, yang dinamainya, โlibido dominandiโ (libido atau nafsu-nafsu yang mendominasi) dan โconcupiscientiaโ (hasrat atau nafsu yang cenderung mendorong kita melakukan perbuatan jelek atau jahat).
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa damai ciptaan manusia, terutama para penguasa adalah damai yang tidak sejati, damai yang palsu, damai yang sementara waktu. Maka damai model ini adalah damai berideologi keamanan, yaitu damai sebagai sebuah ideologi atau konsep yang diciptakan demi menjamin rasa nyaman dari ancaman manusia lain. Damai ini diciptakan oleh manusia, khususnya para penguasa demi kepentingan mengamankan kekuasaan dan kekayaan duniawinya.ย Karena di dalam diri manusia sendiri terdapat insting kerakusan dan kejahatan yang berkecamuk, yang selalu ingin memangsa manusia lain, sebagaimana dikatakan oleh Thomas Hobbes, โhomo homini lupusโ (manusia adalah serigala bagi manusia lain). Agar ia tidak dapat diserang oleh manusia lain yang juga berinsting serigala (lupo), maka ia harus menciptakan pertahanan sebagai benteng keamanannya. Ketika ia sudah mendirikan benteng keamanannya, ia dengan mudah mengeksplorasi segala keinginan dan ambisi-ambisinya (insting-insting kebinatangannya). Manusia lain dianggapnya sebagai lawan atau musuh yang harus taklukannya, bahkan harus dibunuhnya. Pandangan Thomas Hobbes ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh St. Augustinus. Jadi, damai ciptaan manusia, yaitu ciptaan para penguasa (para pemimpin) adalah sebuah ideologi, bukan damai yang sesungguhnya. Sebuah ideolgi atau konsep keamanan yang diciptakan oleh para penguasa dunia bertujuan menjamin terwujudnya ambisi, kerakusan dan ketamakan atas kekayaan duniawinya (epithumia).
Ketiga, damai jenis ini adalah damai yang sifatnya sementara waktu, absurd, nisbi. Keempat, damai jenis ini adalah damai yang memprovokasi nafsu kejahatan (serigala) manusia agar saling bermusuhan dan saling berperang (saling membunuh). Maka diperlukan peralatan perang dan penambahan pasukan serta pendirian pos-pos militer di mana-mana. Sedangkan perbedaan damai yang diberikan oleh Allah kepada manusia melalui Yesus, Sang Raja Damai di antaranya: Pertama, damai ini mengajak dan mengajarkan kepada manusia agar memandang dan menjadikan manusia lain sebagai sesama, sebagai subjek cinta, yang dicintai dan sayangi, bukan sebagai objek dan musuh yang dikuasai dan dibunuh serta diperlakukan semena-mena. Maka damai jenis ini bukanlah ide atau konsep (ideologi), tetapi damai yang lahir dan terealisasi melalui perbuatan seorang pribadi, sebagai pelaku damai, yaitu pribadi Yesus, Sang Raja damai. Kedua, oleh sebab itu, Sang Raja Damai ini mengajak dan mengajarkan kepada manusia tentang sikap rendah hati (humilitas) dan solider dengan sesama yang kecil, lemah, miskin dan menderita, sebagaiamana Ia sendiri ย dilahirkan di kandang yang hina. Ketiga Ia mengajak dan mengajarkan kepada manusia sikap saling mengasihi, mengampuni dan berekonsiliasi dengan sesama yang bersalah dan bermusushan. Keempat, Ia mengajak dan mengajarkan kepada manusia sikap menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi martabat manusia dan alam โ lingkungan hidup. Kelima, Sang Raja damai juga mengajak dan mengajarkan kepada manusia sikap hidup sederhana dan jujur terhadap diri sendiri, sesama dan Tuhan. Keenam, Ia terus-menerus mengajak dan mengajarkan kepada manusia agar bersikap adil terhadap sesama, dan menjunjung tinggi hak-hak asasinya dan alam raya. Ketujuh, damai ini tidak membutuhkan sistem keamanan militer atau kehadiran pasukan organik dan non organik untuk mengamankan kepentingannya.
Relevansinya Dengan Konteks Papua
โTidak ada kata damai atau perdamaian atau Natal, karena sementara domba-domba yang sebenarnya meryakan natal tetapi hari ini domba-domba mengungsi dan lari lari ke hutan, sampai hari ini. Kira-kira damai natal datang untuk siapaโ?
Rumusan pernyataan di atas adalah peryantaan dari Arnoldus Jansen Kocu sebagai juru bicara TPNPB wilayah komando IV Sorong Raya, yang berkedudukan di Aifat Timur, Kabupaten Maybrat. Bila dianalisa secara seksama, pernyataan dari Arnold Kocu ini sangat relevan dan aktual dengan konteks Papua hari ini, khususnya perayaan Natal tahun ini. Pernyataan sdr. Arnold Kocu ini menegaskan bahwa perayaan Natal dan upaya perdamaian di Papua saat ini adalah kepalsuan, suatu upaya kebohongan belaka. Karena fakta damai yang sesungguhnya jauh dari kenyataan yang dialami oleh orang asli Papua. Sampai hari ini tercatat 60 ribu pengungsi yang masih berada di tempat pengungsian, belum kembali ke kampung halamannya: di Nduga, Intan Jaya, Kiwirok dan Maybrat (Aifat Timur Raya dan Aifat Selatan). Benarlah pertanyaan yang diajukan oleh sdr. Arnold Kocu, โkira-kira damai Natal untuk siapaโ? Damai Natal untuk orang asli Papua? Apakah benar bahwa orang asli Papua mengalami damai natal yang sesungguhnya? Fakta menunjukan bahwa orang asli Papua merayakan Natal dalam suasana kesedihan, tangisan dan penderitaan. Mereka merayakan Natal dalam suasana ketidakpastian masa depan anak-anaknya. Banyak anak-anak pengungsi yang kehilangan masa depannya karena putus sekolah, baik Paud, SD, SMP maupun SMA. Banyak anak-anak bayi yang kekurangan gizi karena tidak makan makanan bergizi. Kesehatan ibu-ibu yang semakin memburuk yang turut mempengaruhi kesehatan bayi mereka.
Orang asli Papua tidak mengalami damai natal yang sesungguhnya karena selama 60 tahun wilayah Papua dijadikan Daerah Operasi Militer (DOM), yang dikuti dengan kebijakan militerismenya. Praktik ideologi keamanan ย yang telah dan sedang dijalankan di Papua oleh para penguasa Indonesia selama ini. Papua dijadikan tempat implementasi ideologi keamanan yang bertujuan mengamankan kepetingan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam Papua. Oleh sebab itu, kebijakan operasi militer di Papua adalah eksekusi negara demi perjanjian politik ekonomi antara investor dan negara, sebagai upaya mengamankan kepentingan investasi melalui penanaman modal (pemegang saham). Pihak militer dan semua pihak yang terlibat mengambil keuntungan secara langsung dari sistem politik ideologi keamanan ini.
Fakta-fakta ini menunjukan bahwa damai natal yang sesungguhnya belum dialami atau dirasakan oleh umat asli Papua. Mereka masih merindukan damai natal yang sesungguhnya. Damai natal yang sesungguhnya masih jauh dari harapan mereka. Karena masih banyak saudara-saudari mereka yang masih berada di pengungsian. Mereka masih di hutan, tidak tidur nyenyak, tidak makan dengan baik, dan masih banyak anak-anak yang putus sekolah. Sedangkan damai natal yang dialami saat ini, bukanlah damai yang sesungguhnya, melainkan damai yang palsu, damai semu. Damai natal saat ini adalah damai ciptaan penguasa. Damai palsu yang diciptakan oleh penguasa negara ini. Bagaimana orang asli Papua merasa damai natal yang sesungguhnya kalau mereka merayakan natal di bawah pengawasan ketat TNI-POLRI yang bersenjata lengkap? Bagaimana mereka mengalami damai natal ketika dikejar oleh perasaan takut dan cemas menghantui mereka, kalau-kalau mereka akan ditangkap dan dituduh makar? Bagaimana mereka merasa damai natal karena batin mereka tidak tenang dan waspada kalau-kalau mereka juga menjadi target DPO dalam daftar tanpa nama yang dikeluarkan oleh pihak Kepolisian?
ย
Dialog Damai
Harapan seluruh rakyat Papua, dari Sorong sampai Merauke yaitu terciptanya suasana damai yang sesungguhnya โ damai sejati di tengah-tengah kehidupan mereka, tidak seperti sekarang ini. Suasana damai ini sangat dirindukan oleh seluruh masyarakat Papua. Karena itu, mereka sangat mengharapkan suatu upaya konkret oleh pihak Pemerintah RI dan pihak pro kemerdekaan Papua agar terciptanya suasana damai ini. Dibutuhkan suatu solusi damai yang sesungguhnya, bukan damai sementara atau damai yang identik dengan kepentingan keamanan negara. Damai yang memberikan ruang hidup dan ruang berekspresi kepada rakyat Papua. Damai di mana terciptanya penghormatan terhadap hak-hak asasinya. Damai di mana sungguh-sungguh tercipta suasana batin bebas dari rasa cemas dan kuatir atas masa depan anak-anaknya dan eksistensinya. Maka sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat Papua agar ada upaya konkret sebagai jalan untuk meraih damai sejati ini.
Upaya konkret ini adalah dialog damai antara pihak Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Rakyat Papua yang pro kemerdekaan Papua melalui wakil-wakilnya (TPNPB, ULMWP, MRP, Masyarakat Adat, Gereja, Mahasiswa, dll). Seluruh lapisan masyarakat Papua sangat mengharapkan dan merindukan upaya dialog damai ini. Upaya dialog damai adalah jalan terbaik (the best way) yang harus diambil oleh pihak Pemerintah Indonesia dan pihak rakyat Papua. Dialog damai adalah solusi bermartabat (the dignity solution) bagi kedua belah pihak yang bertikai agar mengakhiri konflik politik dan kebudayaan yang mengorbankan ribuan nyawa manusia selama ย 60 tahun Papua dimasukan ke dalam wilayah NKRI. Dialog damai adalah jalan terbaik dan bermartabat bagi kedua belah pihak untuk menciptakan damai yang sesungguhnya bagi orang asli Papua dan bagi semua pihak. Diharapkan pada tahun 2023 akan direalisasikan dialog damai ini. Jika tidak ada upaya dialog damai, maka damai yang sesungguhnya tidak akan dialami oleh masyarakat asli Papua, sebaliknya yang terjadi adalah penderitaan panjang akan terus menimpa mereka.
Penulis, Direktur SKPKC-OSA dan dosen STFT โFajar Timurโ Abepura-Jayapura