Persipura, klub ‘jenderal’ tanpa lapangan dan akademi sepak bola

Persipura
Tim Persipura saat berlatih di Stadion Lukas Enembe. - Jubi/Dok

Jayapura, Jubi – Hengkangnya beberapa pemain Persipura ke klub lain bukanlah sesuatu yang harus disesali, sebab klub berjuluk Mutiara Hitam tak pernah memiliki akademi sepak bola layaknya Persib Bandung dan Arema Malang atau klub luar seperti Barcelona dengan La Masia-nya yang melahirkan Messi sampai dengan Pedri dan Gavi.

Hengkangnya Patrick Womsiwor, M Tahir, dan Gunansar Mandowen serta Ramai Rumakiek tak perlu membuat pecinta sepak bola atau pecinta tim Mutiara Hitam terkaget-kaget. Karena itulah sepak bola profesional sehingga mereka harus mencari yang terbaik bagi masa depan dalam karier sepak bola.

Kata Benny Jensenem, mantan gelandang Persipura era 1980-an, sepak bola sudah menjadi profesi atau pekerjaan mereka guna mencari sesuap nasi.

Benny Jensenem mengakui kalau pemain seperti Todd Ferre mulai bermain sepak bola dari sekolah sepak bola Imanuel Sentani. Dia mulai tampil saat usianya baru 10 tahun dalam Festival Sepak Bola Anak anak Timo Kapisa yang dilakukan oleh Asosiasi Mantan Pemain Persipura (AMPP) Papua.

Begitu pula dengan M Tahir, lahir dari sepak bola SSB Hamadi Putra, hingga masuk ke klub senior Hamadi Putra dan ikut terpilih membela Tim Merah Hitam. Patrick Womsiwor juga mengawali karier sepak bola saat masih menjadi murid sekolah sepak bola (SSB) Emsyik. Bahkan pada 2010, dia membawa Emsyik juara Danone Zone Papua hingga tembus ke babak semi final Danone.

Ramai dan David Kevin Rumakiek adalah hasil didikan sekolah sepak bola (SSB) Batik Kotaraja Jayapura. Oleh karena itu tak heran kalau Thomas Madjar, pelatih SSB Batik, bangga bisa melahirkan pemain-pemain berbakat termasuk putri kandungnya, Liza Madjar, kapten timnas putri U-19.

Liza Madjar
Liza Madjar, eks kapten timnas putri U-19 hasil binaan SSB Batik. – Jubi/Dok

Persipura tak punya lapangan dan akademi

Sejak berdiri dan memiliki bintang empat pada jersey Merah Hitam kebanggaan, tim berjuluk Mutiara Hitam tak memiliki stadion sendiri, apalagi lapangan untuk berlatih. Padahal usulan untuk memiliki stadion sudah pernah disarankan kapten Persipura era 1968-1978, mendiang Hengky Heipon. Dia merasa takjub ketika pulang menyaksikan pertandingan antara AC Milan melawan Lazio di Stadion San Siro di Milan.

“Mestinya klub sebesar Persipura harus punya stadion karena itu rumah bagi klub untuk berlatih dan melihat sejarah prestasi mereka selama berkompetisi,” kata Heipon kepada jubi.id kala itu setelah pulang dari Italia.

Agaknya apa yang menjadi impian Hengky Heipon itu harus menjadi harapan dari semua pihak terutama pihak pengurus dan manajemen Persipura. Pasalnya, stadion Mandala dan stadion Lukas Enembe milik KONI Papua sehingga sewaktu-waktu bisa digunakan untuk kepentingan persiapan PON atau pun kegiatan lain.

Mestinya klub profesional harus punya lapangan sendiri dan akan digunakan bagi klub untuk membina pemain usia dini, remaja, yunior, dan senior. Pengalaman Persipura senior sendiri kalau berlatih di lapangan Mandala atau di Sentani Kampung Harapan jelas tak sebebas berlatih di lapangan milik klub. Rencana latihan pun bisa terganggu kalau ada persiapan PON dan kegiatan lainnya, yang membuat Persipura harus memakai lapangan latihan seperti milik PLN di PLTD Waena atau milik Uncen lapangan Mahacandra.

Mestinya setiap klub, sesuai anjuran PSSI maupun klub-klub di luar negeri, wajib hukumnya memiliki akademi sepak bola. Karena selama ini pemain-pemain muda muncul karena adanya kompetisi sepak bola anak-anak dalam Festival Sepak Bola Anak-anak Danone. Bahkan peserta Danone bukan akademi sepak bola klub tetapi hampir sebagian besar adalah sekolah sepak bola (SSB).

Oleh karena itu sepak bola di Papua khususnya Persipura untuk membina klub-klubnya di Kota Jayapura harus mengarah ke elite dan amatir. Pemain elite sendiri berasal dari sekolah sepak bola (SSB) yang kemudian direkrut masuk ke dalam Akademi Persipura hingga ke Persipura atau dijual ke klub lain agar bisa menjadi pundi-pundi klub.

Hengkangnya Patrcik Womsiwor dan kawan-kawan tak bisa memberikan tranfers fee karena memang mereka bukan produk akademi Persipura dan sudah tidak terikat kontrak lagi. Padahal kalau dikelola dengan baik, akademi Persipura dan lapangan berlatih sudah tentu Persipura tak khawatir lagi dengan pemain muda berbakat. Kalau ada pemain muda atau berprestasi pergi sudah pasti muncul pemain baru.

Model pembinaan seperti yang dimiliki klub Barcelona dengan La Masia, De Toekomst di Ajax Amsterdam, La Fabrica milik Real Madrid, Knappenschmiede kepunyaan Schalke, serta akademi junior lain yang dipunyai klub-klub top Eropa, tak membuat mereka kehabisan stok pemain.

Stop sudah bicara pemain kalau tidak punya akademi sepak bola dan kompetisi teratur serta punya lapangan sepak bola sendiri milik klub. (*)

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250