Jayapura, Jubi – Kembali lagi pesepak bola kelahiran Tanah Papua, Yohanes Kandaimu, mendapat perlakukan rasis saat tim Bajul Ijo Persebaya Surabaya hadapi Bali United di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Jumat (20/10/2023) sore. Ini perlakukan rasisme kedua bagi bek Persebaya itu.
Kejadian pertama pernah pula dialami Yohanes Kandaimu sebulan lalu, saat Persebaya melawan Borneo FC di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya, Minggu (3/9/2023).
“Insiden itu terjadi setelah bek berusia 28 tahun itu melakukan gol bunuh diri saat injury time babak pertama. Gol bunuh diri Kandaimu membuat skor imbang 1-1. Hal ini membuat oknum Bonek menuliskan kata-kata di media sosial, meminta Kandaimu dicoret dari Persebaya dan menyamai mantan pemain Persita dengan seekor binatang,” demikian dikutip Jubi dari https://www.cnnindonesia.com.
Tulisan oknum tersebut langsung viral di media sosial Instagram dan Twitter(X). Tulisan itu mendapat hujatan. Kontan, penulis sindiran rasis itu dalam 24 jam langsung meminta maaf dan Kandaimu bertemu langsung dengan pelaku penulis rasial itu.
Lalu bagaimana dengan proses perlakuan terbaru saat Persebaya melawan Bali United di Gianyar Bali, Jumat (20/10/2023) itu?
Mengutip laman rri.co.id, Yohanes geram masih ada oknum suporter yang melakukan tindakan rasisme dalam sepak bola Indonesia.
“Kami kalah, kami terima. Tetapi saya sangat kecewa masih ada yang terjadi di Indonesia. Ini sepak bola, bukan soal warna kulit dan sebagainya. Kita bersaudara, kita cinta Indonesia,” jelasnya seraya menambahkan kecewa sebab aparat polisi sempat menangkap oknum suporter yang melakukan tindakan rasisme dalam sepak bola Indonesia.
Pesepak bola Papua, antara binatang, pisang, dan kacang
TV Jubi.id baru saja meluncurkan film bejudul, ‘Mutiara Hitam Jenderal Lapangan ‘ terungkap pengakuan dari el capitano Persipura, Ian Luis Kabes, yang pernah mendapat lemparan kacang saat hendak melakukan sepakan tendangan pojok.
“Saya ambil kacangnya, lalu kupas kulitnya, dan saya makan kacangnya. Kemudian menendang sepak pojok,” demikian pengakuan Ian Luis Kabes.
Begitu pula dengan pengakuan suporter Persipura ketika menyaksikan tim Mutiara Hitam melawan Arema Cronus.
“Waktu itu Persipura menang dengan skor 2-1 dan teriakan rasis pun terjadi dan ada pula lemparan buah pisang,” katanya dalam film berjudul Mutiara Hitam Jenderal Lapangan.
Teriakan rasis ini pernah pula mendapat tanggapan dari seorang Aremania saat Persipura melawan Arema pada November 2009. Dia menulis surat pembaca kepada Tabloid Bola edisi Selasa, 15 Desember 2009.
“Maaf untuk Persipura”
Salam Olahraga. Setelah membaca banyak liputan di media cetak tentang pertandingan antara Arema melawan Persipura. Saya sebagai pendukung Arema menyesalkan mengapa pertandingan itu diwarnai teriakan bernada rasial yang dilontarkan penonton di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Meski tidak jelas apakah yang melakukan teriakan itu Aremania murni atau sekadar oknum, sebagai warga Arema saya sungguh prihatin. Apalagi selama ini sebagai Aremania kita memiliki prinsip bahwa suara hati, perjuangan, dan panggilan jiwa kami hanya untuk Arema.
Saya ingin prinsip itu jangan sampai dirusak oknum yang ingin Aremania menjadi musuh publik di Indonesia. Kita harus tunjukkan bahwa Aremania cinta damai serta harus bisa memberi contoh. Walau kita berbeda warna, tetap bersaudara.
Kepada seluruh anggota tim Persipura hingga seluruh pendukungnya, terutama warga Jayapura, secara pribadi dan atas nama Aremania di seluruh Indonesia, kami meminta maaf sebesar-besarnya jika beberapa oknum Aremania/Aremanita telah melukai perasaan kalian. Salam 1 Jiwa Aremania’
Okim
ITC Depok Lt VI, Bolk B-55-56, Depok Jawa Barat, Indonesia.
Begitulah surat pembaca dari seorang Aremania kala itu, tak heran kalau Jack Komboy mengatakan ada teriakan rasisme dan sebagainya, harus dilawan dengan memenangkan setiap pertandingan.
“Kita harus membalas teriakan rasis itu dengan mengalahkan tim mereka agar merasa puas dan terbayar semua teriakan rasis itu,” kata Komboy, eks defender Persipura itu.
Hal ini hampir mirip pula dengan pembalasan Samuel Eto’o, mantan striker Barcelona. Setiap mendapat teriakan rasis maupun lemparan kulit pisang, ia selalu berjalan meniru gerakan monyet usai mencetak gol ke gawang lawan.
Memang perlakuan rasis itu terpaksa dilawan dengan cara para pemain itu sendiri tetapi sebenarnya ada hukum dan undang-undang yang mengaturnya. Hal ini sangat penting agar ada efek jera bagi si pelaku.
Mengutip bpsdm.kemenkumham.go.id, secara umum pelaku rasisme juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, yang jika dikonversi menjadi Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).
Pada Pasal 156 KUHP dikatakan “barangsiapa menyatakan di muka umum perasaan kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan isi negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.”
Perkataan golongan dalam pasal ini berarti tiap-tiap isi negara Republik Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian isi negara lain karena rasnya, negeri asalnya, tempat asalnya, keturunannya, kebangsaannya atau kedudukannya menurut hukum tata negara. (*)