Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menemukan banyak pemilih yang tidak bisa mencoblos saat pemungutan suara Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Pemilih yang tidak dapat mencoblos itu termasuk tenaga kesehatan, pasien, warga binaan lembaga pemasyarakatan, hingga pekerja.
Penilaian itu merupakan hasil pengamatan Komnas HAM RI di 14 provinsi dan 50 kabupaten/kota pada 12 – 16 Februari 2024. Fokus pengamatan Komnas HAM itu mencakup pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan, netralitas aparatur negara, diskriminasi, intimidasi, serta hak kesehatan dan hak hidup petugas pemilu.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Saurlin P Siagian mengatakan hampir seluruh rumah sakit di 14 provinsi yang dipantau tidak memiliki TPS khusus, sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih. Siagian juga mengatakan ribuan warga binaan pemasyarakatan kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
“Sebanyak 1.804 Warga Binaan Pemasyarakatan atau WBP di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Medan tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP. Di Rumah Tahanan Kelas IIB Kabupaten Poso, sebanyak 205 WBP yang masuk dalam DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya, karena kekurangan surat suara. Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Manado, 101 WBP yang terdaftar sebagai DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara,” kata Siagian dalam konferensi pers “Catatan Komnas HAM atas penyelenggaraan pemilu 2024” di Jakarta, pada Rabu (21/2/2024) malam.
Siagian mengatakan penyelenggara pemilu juga kurang memperhatikan pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat dan terpencil. Sebanyak 600 orang masyarakat Adat Baduy Luar belum memiliki eKTP, dan tidak terdaftar sebagai pemilih. Siagian mengatakan ratusan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di berbagai panti sosial juga tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai DPTb.
“Minimnya sosialisasi penyelenggara pemilu kepada pengurus panti-panti sosial menyebabkan banyak PMKS dan Warga Binaan Sosial atau WBS yang tidak dapat menggunakan hak pilih,” ujarnya.
Komnas HAM juga menemukan banyak pekerja yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena harus bekerja pada hari pemungutan suara. Siagian mengatakan hal ini berkaitan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Hari Libur Bagi Pekerja/Buruh dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang tidak mewajibkan perusahaan untuk meliburkan para pekerja pada hari pemungutan suara.
“Kesempatan [bagi pekerja] untuk mendapatkan upah lebih dengan tetap bekerja pada hari pemungutan suara menjadi celah bagi perusahaan untuk tetap mempekerjakan mereka, dan mengabaikan hak pilih mereka. Banyak pekerja di Ibu Kota Nusantara yang tidak bisa memilih karena tidak [ada] sosialisasi dengan baik untuk mengurus surat pindah memilih ke lokasi kerja mereka di IKN,” katanya.
Siagian mengatakan Komnas HAM juga menemukan sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Komnas HAM juga tidak menemukan adanya surat suara braile bagi pemilih tuna netra. (*)
Discussion about this post