Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut sejumlah penyebab pengungkapan kasus penembakan misterius atau Petrus tahun 1982-1985 berhenti. Di antaranya penolakan purnawirawan TNI dan Polri untuk dimintai keterangan kasus tersebut.
“Memang ada kendala. Pertama, penolakan dari purnawirawan TNI dan Polri untuk memenuhi panggilan Komnas untuk memberikan keterangan,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dalam diskusi daring, Kamis (3/1/2022) kemarin.
Menurut Beka, kendala lainnya, intimidasi terhadap korban yang hendak memberikan keterangan sehingga sulit meyakinkan korban untuk memberikan keterangan. Sebab, korban yang berani buka suara mendapat intimidasi dari aparat.
“Kalau pun sudah berani memberikan keterangan, ada intimidasi yg membuat susah bahkan urung memberikan keterangan,” kata Beka menambahkan.
Baca juga : Kerabat dan mahasiswa menagih pengusutan kasus penembakan hendri kLokbere
Ikhtiar pengadilan kasus HAM Panial
Keluarga korban pelanggaran HAM berat masih tunggu presiden bentuk KKR Papua
Tercatat tragedi Petrus ini memakan banyak korban. Beka meyakini jumlah korban mencapai 3 ribu orang. “Mereka ada yang bilang 3 ribu, 2 ribu, tapi juga ini jumlah yang saya kira bisa jadi lebih banyak karena identifikasi-identifikasinya atau kemudian penguburannya,”kata Beka menjelaskan.
Komnas HAM telah membentuk tim Ad Hoc untuk kasus Petrus pada 2008 berdasarkan persetujuan DPR dengan mengacu pada UU 26 tahun 200p terkait pengadilan HAM.
Namun, kata Beka, sampai saat ini penyelesaian belum tuntas. Ia menyebut korban belum mendapat keadilan, bahkan permintaan maaf dari para pelaku. “Dan soal pertanggung jawaban yang saat ini masih nihil,” katanya.
Tercatat pemerintah sudah mengantongi daftar 13 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dari 13 kasus, sebanyak 9 kasus terjadi sebelum tahun 2000 dan 4 kasus terjadi setelah 2000. Termasuk kasus Paniai, Papua.
Pemerintah mengklaim hanya bisa menyelesaikan empat kasus pelanggaran HAM. Sebab mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 43 tentang Pengadilan HAM dikatakan bahwa kejahatan HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa diadili Pengadilan HAM Ad Hoc.
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan jenis pengadilan tersebut dibentuk atas usulan dari DPR. Kemudian, dari empat pelanggaran HAM berat yang terjadi di atas tahun 2000, baru satu yang masuk ke tahap penyidikan di Kejaksaan Agung, yakni peristiwa Painai berdarah.
Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol
Discussion about this post