Jakarta, Jubi – Komisi Pemilihan Umum atau KPU optimistis memenangi perkara sengketa Pemilihan Legislatif 2024 yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Mereka akan membeberkan bukti untuk membantah dalil-dalil para pemohon.
Kuasa Hukum KPU Josua Victor mengatakan bukti-bukti untuk menyanggah dalil pemohon akan disampaikan pada persidangan berikutnya. Dia menyebut KPU-RI sedang membahas bukti baru dan berbeda dengan yang sudah dibahas pada rapat pleno.
“Pada prinsipnya termohon KPU telah menjalankan semua tahapan, dan proses selama pemilu. Kami berkeyakinan keputusan itu sudah benar, tepat, dan tugas kami ialah bagaimana mempertahankan keputusan tersebut,” kata Josua, saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (29/4/2024).
MK pada Senin pagi mulai menyidangkan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif 2024. Sidang pemeriksaan perkara dibagi dalam tiga panel yang terdiri atas tiga orang hakim konstitusi.
Panel satu terdiri atas Suhartoyo, Daniel Yusmic Foekh, dan Guntur Hamzah. Panel dua terdiri atas Saldi Isra, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani. Panel tiga terdiri atas Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Enny Nurbaningsih.
Panel satu memeriksa sebanyak 103 perkara, dan panel dua, serta tiga masing-masing 97 perkara PHPU. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan digelar hingga 3 Mei mendatang.
Dugaan pencurian suara
Pada tahun ini, MK meregistrasi sebanyak 297 perkara PHPU anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Partai politik terbanyak mengajukan PHPU Pemilihan Legislatif 2024 ialah Gerindra, dan Demokrat, yakni masing-masing 32 perkara. Adapun berdasarkan provinsi, Papua Tengah menjadi yang terbanyak dalam pengajuan, yakni 26 perkara. Salah satu perkara itu juga diajukan Partai Gerindra.
Kuasa Hukum Partai Gerindra Subadria Nuka menyatakan perolehan suara anggota DPR-RI dari partai tersebut telah dicuri di Papua Tengah. Menurutnya, itu merupakan tindak kriminal.
“Penghilangan, atau lebih tepatnya perampokan suara milik pemohon dilakukan dengan cara-cara yang sangat biadab. [Perbuatan itu] bahkan jauh dari prinsip demokrasi, dan lebih tepat diistilahkan sebagai perbuatan kriminal dalam demokrasi,” kata Subadria dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara PHPU Pemilihan Legislatif 2024, Senin.
Subadria menjelaskan Gerindra memeroleh 50.644 suara untuk calon anggota DPR-RI di Papua Tengah. Menurutnya, hasil rekapitulasi suara yang ditetapkan KPU itu tidak benar karena perolehan suara mereka melebihi angka tersebut.
“Pemohon [seharusnya] memeroleh suara kedua terbanyak di Dapil [Daerah Pemilihan] Papua Tengah. Hal ini sebagaimana berita-berita di media,” ujarnya.
Dia melanjutkan perolehan suara Gerindra masih pada posisi dua besar terbanyak saat rekapitulasi di distrik. Namun, perolehan itu perlahan menyusut saat rekapitulasi di tingkat kabupaten, bahkan menghilang saat rekapitulasi di provinsi.
Subadria mengatakan pemohon tidak mungkin tidak memeroleh suara sama sekali pada pemilihan calon anggota DPR-RI di Papua Tengah. Setidaknya, yang bersangkutan minimal mendapat satu suara dari dirinya sendiri.
“Beberapa wilayah memang masih menganut sistem noken di Papua Tengah, tetapi pada prosesnya [sistem itu] lebih dikenal sebagai rampok-merampok suara. Suara yang sudah diikat [disepakati secara komunal] pada setiap kampung dihilangkan begitu saja pada rapat pleno tingkat distrik,” katanya.
Atas dugaan kecurangan itu, Partai Gerindra dalam petitum mereka memohon MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2024. Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang untuk pemilihan calon anggota DPR-RI di Puncak Jaya, Paniai, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, dan Deiyai. (*)
Discussion about this post