Jayapura, Jubi – Memperingati Hari Bumi Sedunia 22 April 2024, Universitas Cenderawasih mengadakan pameran produk pangan lokal yang dibuat oleh mahasiswa. Pameran ini bagian dari aksi menjaga lingkungan dengan membumikan pangan lokal.
Pameran produk pangan lokal ini merupakan rangkaian kegiatan dari Parade Literasi Ekologis yang berlangsung di Grand Abe Hotel pada Senin (22/4/2024).
Kurniawan Patma selaku Ketua Tim Kreatif Parade Literasi Ekologis mengatakan pameran pangan lokal salah satu aksi nyata untuk menjaga lingkungan dengan membumikan pangan lokal. “Merawat pangan lokal itu merawat bumi juga,” ujarnya kepada Jubi usai kegiatan, Senin (22/4/2024).
Melalui kegiatan tersebut, Patma berharap mahasiswa bisa menumbuhkan kegiatan ekonomi di Papua, khususnya pelaku ekonomi Orang Asli Papua (OAP).
“Kita berharap mereka menyuplai produk usahanya dari pangan lokal yang dimiliki oleh pelaku usaha orang asli Papua. Jadi mereka kembali ke ekonomi kerakyatan,” katanya.
Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uncen itu mengatakan karena keterbatasan tempat, dari 37 tim Ko Bisa Project diwakili oleh lima tim. Meskipun tak sempat memamerkan produknya, sebanyak 37 tim tersebut akan mengikuti pelatihan dan pemberian modal dari kampus.
Berbagai kreasi pangan lokal
Lima tim yang hadir tampil dengan beragam kreasi makanan berbahan dasar pangan lokal, seperti umbi-umbian dan sagu. Masing-masing tim membuat brand mereka sendiri. Ada kUBIsa Jajan, Si Kuning Manis “UBI”, Blissful Walri, Sagulicious, dan Ubi Khas Papua.
Tim kUBIsa Jajan memilih pangan lokal ubi ungu untuk produk mereka. Tim yang dipimpin Annisa Nur Fahira itu mengolah ubi ungu menjadi ubi mustofa. Makanan yang populer jadi snack maupun lauk ini biasanya diolah dari kentang, yang disebut kentang mustofa. kUBIsa jajan mengolah ungu dengan cara diparut lalu digoreng hingga garing lalu dibumbui manis pedas hingga sukses menjadi ubi mustofa. Selain itu mereka juga membuat jajanan kue tradisional klepon berbahan ubi ungu.
Tim Si Kuning Manis “Ubi” yang digawangi Daud Trezeguet R Windesi membuat stik ubi. Sekilas seperti tela-tela, namun diiris memanjang dengan toping varian saos berupa mayonaise, sambal, dan tomat. Windesi mendapat ide nama brandnya pada saat survei di lapangan. “Jadi, saat kitong ke pasar, Mama-mama bilang ‘ubi manis ubi manis’ makanya tong kas nama Si Kuning Manis “Ubi”, katanya.
Bahan dasar sagu diolah oleh Blissful Walri yang diketuai oleh Sherly Samberi. Produk yang dipamerkan berupa kerupuk sagu dan brownies sagu. Kata Samberi pembuatannya seperti membuat papeda, lalu dibiarkan hingga dingin seperti puding, lalu dipotong tipis-tipis dan jemur di bawah terik matahari, lalu digoreng hingga renyah menjadi kerupuk. “Biasa kalau panas sekali itu, dua hari saja sudah kering,” ujarnya.
Nama brandnya terinspirasi dari kata Blissful yang dalam bahasa Inggris berarti situasi kebahagiaan dan Walri dalam bahasa Jayapura artinya kehidupan. “Jadi kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan,” kata dia. Sama halnya dengan ubi, lanjut Sherly Samberi, sagu adalah makanan pokok bagi OAP dalam kehidupan sehari-hari yang telah membawa banyak kebahagiaan.
Produk sagu Blissful Walri selanjutnya adalah brownies sagu. Prosesnya sama dengan pembuatan brownies pada umumnya, yang berbeda hanya bahan dasarnya yang terbuat dari tepung sagu yang diperolehnya dari Mama-mama Papua, bukan sagu kemasan pertokoan.
Samberi juga menjelaskan teknik pembuatan tepung sagu. “Sagu itu direndam selama dua-tiga hari, tapi tidak direndam begitu saja, tiap 3 jam sekali airnya diganti agar menghilangkan bau dan tidak asam. Setelah kering, sagu itu diayak menjadi tepung dan disangrai, jadi saat digunakan membuat papeda, kerupuk, brownies, sudah tidak asam lagi,” katanya.
Tim selanjutnya adalah Sagulicious yang diketuai oleh Injilka Febriani Tecuari. Ia membuat minuman boba dan biket sagu. Ide membuat boba sagu muncul karena melihat minuman kekinian yang topingnya berupa boba. Untuk varian rasanya pun beraneka ragam, tapi yang paling laris adalah taro dan coklat.
Sementara biji ketapang sagu (biket sagu), menurutnya adalah cemilan mudah ditemukan di warung-warung. Proses pembuatannya sama dengan biji ketapang pada umumnya, namun diganti dengan pangan lokal, tepung sagu.
Terakhir, tim Ubi Khas Papua yang diketuai oleh Merlin Sembari. Produk yang ditawarkan yaitu keladi tumbuk yang merupakan makanan khas orang Papua sebagai pengganti nasi. Produk yang ia dijual berupa keladi tumbuk saja, namun kata Merlin Sembari karena di arena pameran, rasanya kurang bila tak ditambahkan sayur dan lauk pauk, “keladi tumbuk biasa dinikmati dengan sayur kangkung bunga pepaya, ikan asar suir, dan sambal,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!