Jayapura, Jubi – Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura, Grace Linda Yoku, mengajak masyarakat menjaga cagar budaya yang ada di sekitar kita karena itu menjadi tanggung jawab bersama.
“Cagar budaya memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan agama. Karena itu merupakan tanggung jawab bersama untuk kita menjaganya,” kata Grace Linda Yoku di Kantor Wali Kota Jayapura, Selasa (20/6/2023).
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan, yang harus dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting.
Pemkot Jayapura melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan khususnya Bidang Kebudayaan terus berupaya melestarikan cagar budaya dengan melakukan pendataan dan klasifikasi.
“Setiap jenis benda yang kami temukan dan diperkirakan berusia di atas 50 tahun akan dijadikan cagar budaya. Bisa juga di bawah 50 tahun, yang penting punya kepentingan khusus dalam kehidupan masyarakat, seperti bidang pendidikan, keagamaan, dan juga bidang-bidang yang lain yang mempunyai keunggulan sangat spesifik,” ujarnya.
Dua budaya di Kota Jayapura — tarian di Kayu Batu dan tarian penyambutan tamu atau tarian Jo di Kampung Skouw Mabo, Distrik Muara Tami — baru saja ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional atau WBTBN.
“Sementara ada banyak jenis peninggalan nenek moyang sebagai warisan budaya leluhur belum didaftarkan sebagai WBTBN. Warisan ini jangan sampai hilang dan hanya akan menjadi kenangan,” ujarnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura mendorong masyarakat untuk mendaftarkan cagar budaya di masing-masing daerah dan jangan sampai ada orang yang mendaftarkan dan mengklaim itu menjadi warisan budaya mereka.
“Misalnya ini milik suku A tapi suku B yang mendaftarkan dan memenuhi persyaratan, sehingga cagar budaya itu menjadi milik suku B dan suku A sudah susah untuk mengkomplain karena sudah dibawa ke tingkat nasional,” ujarnya.
Segala sesuatu harus diurus agar menjadi milik mereka sebagaimana tertuang dalam undang-undang. Ketika tidak diurus maka mereka tidak bisa memiliki walaupun itu peninggalan leluhur mereka.
“Saya mengimbau kepada masyarakat di Kota Jayapura yang tersebar di 14 kampung agar mendaftarkan WBTBN yang menjadi peninggalan leluhur mereka, seperti noken, tifa, perahu, alat-alat tradisional untuk mencari ikan, kerang, sagu,” ujarnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura banyak memberikan pencerahan dan sosialisasi kepada masyarakat agar cagar budaya dapat dilestarikan.
“Kalau bahasa itu punah berarti tidak usah ada kampung, karena bicara budaya berarti bicara integritas, identitas, dan harga diri. Dibutuhkan perspektif yang adil dan tidak mengkotak-kotakkan dalam melihat budaya masyarakat di Kota Jayapura,” ujarnya.
“Setiap unsur kebudayaan perlu dipertimbangkan untuk dilindungi, dikelola, dan diperkuat sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat dapat dilestarikan,” pungkasnya. (*)