Jayapura, Jubi- Peneliti dan juga dosen Fakultas Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam atau MIPA Universitas Cenderawasih,dan Ketua Program Studi Perikanan,John D Kallor mengatakan kalau memakai kaca mata medis, hutan bakau di Teluk Youtefa termasuk dalam kategori sakit.
Kronisnya hutan bakau di Teluk Youtefa ditandai dengan berkurangnya luasan areal hutan bakau, karena selalu ditimbun demi menuju Kota Waterfront City. Apalagi perkembangan kawasan hijau Teluk Youtefa semakin menjadi kala ada jembatan Youtefa yang memperpendek perjalanan dari Kota Jayapura menuju ke perbatasan RI dan Papua Nugini.
Apa itu waterfront city? Para pakar perencana menyebutkan sebagaimana dikutip dari rumah.com bahwa salah satu konsep pembangunan di suatu area adalah waterfront city. Konsep pembangunan ini dipercaya bisa memberikan suatu daya tarik tersendiri bagi peminat properti hingga bisa menjadi sebuah tempat wisata yang menarik.
Para pakar perencana kota selalu mengembangkan Waterfront City dengan konsep ramah lingkungan atau lazimnya disebut Waterfront City fo Conservation.
Salah satu konsep yang mestinya bisa dikembangkan adalah memadukan antara hutan perempuan dan pengembangan waterfront city di Teluk Youtefa. Bukan sekadar menimbun karang dan membongkar hutan dalam kawasan hutan lindung. Sebab faktanya dalam pembangunan venue dayung PON Papua 2021 juga masuk dalam kawasan Hutan Lindung tetapi melalui proses AMDAL.
Pasalnya dalam pelaksanaan Waterfront City tentunya harus memperhatikan kondisi fisik lingkungan, kondisi perekonomian di sekitar kawasan pembangunan Waterfront City dan memperhatikan kondisi social budaya masyarakat di sekitar kawasan.
Sayangnya dengan bermodal sertifikat, tampaknya pihak pemilik boleh seenaknya mengubah bentangan alam tanpa melakukan studi awal. Apalagi membangun di kawasan hutan lindung dan konservasi hutan bakau jelas akan merusak kawasan pemihanan ikan dan makluk hidup lainnya.
Peneliti dan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih, Dr Hazmi, Skm Mks pada 2014 menyimpulkan ikan dan kerang di Teluk Youtefa, perairan Kota Jayapura, Papua, telah tercemar kandungan logam berat Plumbum atau timbal.
“Kondisi ini diperparah lagi dengan perilaku warga yang membuang sampah langsung ke empat sungai yang mengalir ke Teluk Youtefa. Apalagi Teluk Youtefa berbeda dengan pantai Hamadi yang langsung terkena ombak sehingga sampah bisa terbawa arus,” katanya saat dihubungi Jubi.
Hazmi menyatakan saat ia melakukan penelitiannya pada 2014, kondisi Teluk Youtefa tidak sedangkal sekarang. “Dalam penelitian, kami menemukan air, ikan dan kerang, bahkan urine warga sekitar Teluk Youtefa sudah ada mengandung logam berat akibat pencemaran,” katanya.
Sedimen lumpur yang terus menerus masuk dan mendangkalkan Teluk Youtefa, diperkirakan semakin memperparah polusi logam berat di perairan tersebut.(*)