Wamena, Jubi – Seiring disahkannya UU pembentukan DOB di Papua, salah satunya pembentukan Provinsi Papua Pegunungan yang beribukata di Wamena, tim kerja peduli tanah dan masyarakat adat Huwula minta pemerintah daerah membuat peraturan daerah atau perda tanah adat.
Tim kerja peduli tanah dan masyarakat adat Huwula menyebut jika lahirnya DOB di wilayah Lapago bukan keinginan masyarakat adat Huwula dan menolak ditetapkan Wamena sebagai ibu kota provinsi Papua Pegunungan.
Aspirasi itu rencananya akan disampaikan tim dengan melakukan aksi demo damai di DPRD Jayawijaya, pada Senin (25/7/2022). Namun rencana tersebut tidak mendapat izin dari pihak kepolisian sehingga tim menggelar jumpa media di halaman Kantor Dewan Adat di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Koordinator umum aksi, Welis Doga, saat dihubungi Jubi mengaku jika rencana aksi itu ada beberapa tuntutan yang ingin disampaikan seperti mendorong pemerintah daerah dan DPRD dapat membuat suatu regulasi atau semacam peraturan daerah tentang perlindungan tanah masyarakat adat di Lembah Baliem.
“Kami ingin aksi tetapi dibatasi oleh aparat keamanan. Namun kita tidak berhenti sampai di sini dan akan terus melakukan upaya lain,” kata Welis Doga.Menurutnya, tim ini lahir sebagai upaya atau dalam rangka melindungi tanah adat yang muncul karena kekhawatiran selama ini seperti saksikan ketika ibu kota Provinsi Papua di Jayapura bagaimana hari ini orang asli Jayapura tersingkir.
“Untuk itu kami tidak ingin hal sama terulang di wilayah Wamena ini karena tanah di lembah ini kecil, sehingga rencana hari ini aksi ke DPRD itu ada beberapa tuntutan yang pertama kami minta pemda buat satu regulasi semacam perda tentang tanah adat,” katanya.
Hal itu, kata Welis Doga, dengan catatan bahwa ketika provinsi baru hadir tanah tidak diperjualbelikan. Selain itu masyarakat adat Huwula juga menolak dengan tegas adanya ibu kota Provinsi Papua Pegunungan di Wamena, karena menurutnya orang Wamena tidak pernah minta DOB hadir.
“Jadi silakan yang selama ini urus-urus DOB bisa bawa pulang ibu kota DOB itu di mereka punya kabupaten, tidak di Wamena sini. Karena tanah di Wamena kecil. Kami juga sebenarnya tidak urus DOB. Itu artinya masyarakat di lembah sini tidak ingin adanya DOB hadir,” katanya.
Tak luput ia pun merasa kecewa dengan sikap pihak keamanan yang membatasi niat mereka menggelar aksi, padahal surat pemberitahuan telah disampaikan dan apa yang ingin disampaikan itu isinya tidak bicara apapun, hanya berfokus pada perlindungan tanah adat.
Sementara itu, Kapolres Jayawijaya, AKBP Hesman Napitupulu, saat dikonfirmasi menyebut jika tidak diizinkannya aksi tersebut lebih kepada tidak ingin kejadian sebelumnya saat aksi demo terulang kembali di wilayah hukumnya.
“Kita tahu bersama jika ada kejadian di Jayawijaya ini sampai tiang bendera patah, itulah sehingga kami tidak mengizinkan aksi ini dilakukan. Apabila ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, silakan disampaikan secara tertib, membuat surat sehingga situasi di wilayah kita ini bisa aman dan kondusif,” kata Kapolres Jayawijaya. (*)