Sentani, Jubi – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Jayapura, Elisa Yarusabra mengatakan masa jabatan kepala kampung yang saat ini sedang berjalan, baik kampung dinas maupun kampung adat akan berjalan hingga masa periodenya berakhir, kemudian status kampung akan dialihkan menjadi kampung adat yang dipimpin langsung oleh ondofolo atau ondoafi.
Elisa mengatakan, pengalihan status kampung dinas menjadi kampung adat di Kabupaten Jayapura berdasarkan kepada sejumlah regulasi yang kuat sebagai payung hukum dan diakui oleh negara.
“Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18b, Undang-Undang Nomor 6 Tentang Desa, dan Undang-Undang Otonomi Khusus, diperkuat dengan peraturan daerah tentang kampung adat serta masyarakat hukum adat. Ini adalah bagian penting yang menjadi keberpihakan dalam sistem pemerintahan dalam kampung adat,” ujar Elisa di Sentani, Kamis (15/9/2022).
Pengalihan status kampung adat, kata Yarusabra, sudah berjalan sejak empat tahun belakangan ini, dan sebagiannya masih dalam status kampung dinas. Total 139 kampung sudah 25 persen dialihkan menjadi kampung adat. Sebanyak 14 kampung sudah mendapat nomor registrasi sebagai kampung adat oleh Kementerian Dalam Negeri, dan 38 kampung sedang dalam pengusulan secara bertahap.
“Awal tahun depan sudah bisa dipastikan ada penambahan kampung adat yang sudah diberikan nomor registrasi, ” jelas Yarusabra.
Menurutnya, ketika kampung adat dipimpin oleh seorang ondofolo atau ondoafi, maka tidak ada dualisme kepemimpinan di dalam kampung tersebut. Bamuskam yang dulunya berada di kampung dinas, jika di kampung adat diganti dengan Lembaga Musyawarah Kampung Adat, yang di dalamnya hanya tua-tua adat sebagai pengarah dan mediator.
“Hal ini [dualisme kepemimpinan] yang menjadi perhatian dan keseriusan kami sebagai pemerintah daerah, masyarakat adat langsung dipimpin oleh kepala suku atau ondofolo, dan dibantu dengan perangkat pemerintahan seperti kalau di masyarakat adat Bhuyaka, ada lima khose yang bekerja di bawah ondofolo,” katanya.
Sementara itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menjelaskan bahwa dualisme kepemimpinan yang terjadi selama ini di dalam kampung, sangat berdampak kepada keberlangsungan masyarakat adat secara keseluruhan.
Masyarakat adat, kata bupati, lebih mempercayai pemimpin masyarakat adat (ondofolo) daripada kepala kampung. Hal itu bagian dari tatanan dan norma-norma adat yang masih berlaku sejak zaman dulu hingga saat ini. Pemimpin masyarakat adat dalam satu kampung sangat jelas, ada masyarakatnya, hak ulayat atau batas-batas wilayah kekuasaan, dan memiliki potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas untuk meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakatnya.
“Dalam tatanan masyarakat adat, tidak bisa orang lain datang memerintah di kampung tersebut selain pemimpin masyarakat adat yang sudah ada secara garis keturunan dan turun temurun,” ucapnya. (*)