Nairobi, Jubi – Rumah sakit utama di wilayah Tigray Ethiopia mengalami krisis makanan sehingga memulangkan 240 pasien setelah persediaan makanan habis pekan lalu. Keputusan Rumah Sakit Rujukan Ayder di ibu kota Tigray, Mekelle, itu mempertegas betapa sedikitnya bantuan makanan yang mencapai wilayah yang sedang dilanda perang, meskipun pemerintah pada Maret mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mengizinkan pengiriman bantuan.
Seorang pejabat rumah sakit yang meminta tidak disebutkan namanya, mengatakan sekitar 360 pasien masih dapat membeli makanan mereka sendiri. “Pasien baru tanpa makanan atau uang ditolak,” kata pejabat itu dikutip Antara dari Reuters, Jum’at, (22/4/2022).
Mereka yang harus pulang termasuk bayi pengidap meningitis dan tuberkulosis serta anak laki-laki berusia 14 tahun yang mengidap HIV.
Seorang perawat bangsal anak, Tedros Fissehaye mengatakan para pasien dan keluarga mereka kelaparan pada Kamis 14 April. Pada Jumat 15 April, ia harus berkeliling bangsal dan memberi tahu mereka bahwa tidak akan ada lagi makanan. Sepuluh pasien meninggalkan bangsal itu.
“Tidak ada yang menangis. Kami telah menghabiskan air mata kami selama berbulan-bulan. Tapi setiap perawat sangat sedih,” kata Tedros.
Perawat lain bagian anak, Mulu Niguse, mengatakan bahwa rumah sakit telah kehabisan 90 persen obat, tapi bulan lalu telah menerima beberapa pil HIV dan mencoba mengobati penyakit lain dengan antibiotik apa pun yang mereka dapat. Anak-anak yang dipulangkan kemungkinan akan kehilangan nyawa.
Menteri Kesehatan Ethiopia Lia Tadesse dan Mitiku Kassa, kepala Komisi Manajemen Risiko Bencana Nasional, tidak menanggapi permintaan komentar. Konflik meletus pada November 2020 antara pemerintah pusat dan para penguasa Tigray. Sejak militer menarik diri dari Tigray pada Juli setelah berbulan-bulan pertempuran berdarah, hanya sedikit bantuan makanan yang masuk.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan 100 truk bantuan dibutuhkan setiap hari. Tapi konvoi harus bergulat untuk lewat, sebagian karena pertempuran dan sebagian karena penundaan birokrasi.
Sejak gencatan senjata pemerintah diumumkan pada 25 Maret, 71 truk telah berhasil masuk, kata Michael Dunford, kepala regional Program Pangan Dunia PBB. Konvoi ketiga telah diizinkan lewat oleh pemerintah federal dan WFP sedang bernegosiasi dengan otoritas regional untuk menjamin perjalanan yang aman. “Sangat penting bahwa konvoi ini bergerak dan mereka bergerak sekarang. Jika tidak, kita … akan melihat lonjakan kematian terkait kelaparan,” katanya (*)
Discussion about this post