Jayapura, Jubi – Bertepatan dengan peringatan hari hak asasi manusia pada 10 Desember mendatang, Kota Wamena bakal diramaikan dengan pesta rohani sebagai tanda dimulainya Kongres Gereja-gereja Baptis se-tanah Papua ke-19 tahun 2022, bertempat di Gereja Baptis Bahtera Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Bukan kebetulan. Pemilihan waktu pelaksanaan kongres ini sengaja dilakukan tepat pada saat peringatan hari hak asasi manusia di seluruh dunia, dimana Baptis memandang Papua masih bergumul dengan berbagai persoalan kemanusiaan dan pelanggaran ham, yang juga harus disuarakan melalui mimbar-mimbar gereja.
Tak hanya pesta rohani. Selama pelaksanaan kongres yang akan berlangsung mulai 10-15 Desember 2022 ini, akan diisi untuk mengevaluasi pelaksanaan program-program kerja hingga penyampaian laporan pertanggungjawaban selama lima tahun dari Badan Pengurus Pusat Baptis atau Kepresidenan Baptis West Papua, periode 2018-2022.
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Pdt. DR. Socratez S Yoman sendiri setidaknya telah memimpin organisasi gereja ini selama 4 periode atau 20 tahun. Pada puncak kongres, seluruh badan pelayan pusat dari 9 departemen akan diberhentikan dan dipilih lagi pengurus baru untuk masa kerja periode 2022-2026, oleh peserta kongres dari 327 jemaat, 2 gereja otonom dan 27 wilayah Baptis.
Dalam tulisan ini, Pdt. Yoman berbicara tentang pekerjaan yang dilakukannya untuk menjalankan mandat kongres Baptis, apa saja yang diklaimnya sebagai keberhasilan, tantangan-tantangan yang dihadapi hingga ancaman-ancaman yang diterimanya, serta harapan-harapan.
Berikut wawancara JubiTV bersama Pdt. DR. Socratez Sofyan Yoman di kediamannya, Ita Wakhu Purom, Kota Jayapura, awal Desember 2022.
***
Kapan Kongres Baptis ke-19 tahun 2022 dilaksanakan dan siapa pesertanya?
Kongres akan dilaksanakan tanggal 10-15 Desember 2022 di Wamena. Itu memang agenda yang sudah biasa, sudah biasa dilaksanakan 5 tahunan jadi dalam kongres itu akan mengevaluasi [yang] sudah kita lakukan 5 tahun yang sudah kami lalui. Tapi intinya itu pesta rohani, pesta rohani kumpulan seluruh anggota warga Baptis Papua yang terdiri dari 327 jemaat, 2 gereja otonom dan 27 wilayah Baptis.
Apa saja yang dievaluasi?
Kami ada punya 5 kebijakan. Lima kebijakan itu dilandasi dengan moto “kita meminum dari sumur kita sendiri”, dan itu kita mandiri dalam teologi, daya dan dana. Nanti dijabarkan dalam 5 kebijakan. 5 kebijakan itu [adalah] penginjilan, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi umat baptis dan perjuangan penentuan nasib sendiri.
Jadi di dalam lima kebijakan itu yang kami akan evaluasi, [untuk] melihat apa yang sudah kita lakukan, karena saya dengan teman-teman, kami sembilan orang dalam kepresidenan atau badan pelayan pusat ini dari beberapa departemen percayakan untuk kawal itu.
Kawal keputusan tertinggi dalam warga Baptis West Papua ini, itu ada dalam kongres, jadi kami akan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dipercayakan itu kepada kami dan kami evaluasi apa yang kami sudah sukses dari 5 kebijakan itu dan juga apa yang kami belum dilaksanakan dan penyebab tidak terlakasana itu apa?
Apakah tercapai sesuai target yang diharapkan?
Saya ada punya kebanggaan khusus dimana dalam 5 tahun itu kami sukses dalam hal kemandirian. Kemandirian secara teologi, daya, dan dana.
Jadi kami ada tingkatkan dalam keterbatasan kami tapi kami juga tingkatkan sumber daya manusia yang, ya setidaknya ada, ada yang akan dan sedang pimpin di gereja- gereja, mereka menjadi gembala, mereka jadi ketua wilayah dan, ya dalam kepemimpinan saya ada yang nampaklah.
Tadinya ada orang-orang tua saja yang dari kampung, punya pendidikan yang terbatas agar mereka di panggil Tuhan mereka melayani dengan penuh waktu, hidup mereka kasih untuk Tuhan dan dari keterbatasan seperti itu dalam kepemimpinan saya dan teman-teman kami sudah Tuhan berkati kami dan siapkan beberapa orang. Sekarang mereka pimpin, saya bangga itu.
Lalu hal lain yang membanggakan saya itu, jemaat Baptis sudah mandiri yang sesuai dengan prinsip Baptis. Prinsip Baptis itu otonom, mandiri dan independen, tidak penah tergantung kepada …. dan ada keterpisaan antara gereja dan negara dan warisan itu yang kami pelihara.
Itu yang kami akan pertanggungjawabkan. Yang dipercayakan itu kami jaga begitu dan itu tergantung jemaat mereka menilai besok tanggal 9 pembukaan sampai tanggal 10 Hari HAM internasional, 10-14 Desember begitu.
Hal yang dianggap paling menonjol dalam program kerja?
Memang itu jemaat akan menilai tapi menurut saya dengan teman-teman di presidenan atau badan pengurus pusat ini.
Yang tadi saya ada bilang, sumber daya manusia yang kami telah siapkan, mereka punya, maksudnya ada kemampuan, kemampuan secara kualitas dalam iman dan pengetahuan itu yang kami lihat itu hal pertama, yang kedua itu kami lihat dalam kemandirian ekonomi, itu sangat luar jemaat Baptis dalam [ke]mandiri[an].
Tadinya kami dalam kepresidenan badan pelayan pusat disitu memang dana sangat terbatas, waktu saya periode pertama, waktu saya jadi sekertaris umum dari 1998-2022 itu sampai saya memimpin sudah 3 periode berturut-turut sebelum periode yang saya akhiri ini, itu memang kami mempunyai kendala keuangan, keterbatasana luar biasa tetapi 2018 itu terlihat bagaimana kemandirian jemaat yang luar biasa.
Dari situ ada dana yang terkumpul untuk ke kepresidenan itu 600jt, dari 600jt itu di 2019 itu 1 miliar 20jt dan itu dia meningkat terus dan itu yang saya berterima kasih kepada Tuhan dan juga berterima kasih kepada orang-orang kudus yang terhimpun dalam persekutuan gereja-gereja Baptis Papua yang 327 jemaat, 2 gereja otonom dan 27 jemaat yang selalu solid dan saya selalu melihat mereka. Mereka bekerja dengan hati dan tidak pernah mengeluh, dalam kemandirian itu mereka sukses jadi kalau itu saya dorong mereka supaya dalam kemandirian itu lebih solid, lebih kuat, kedepan saya sampaikan bahwa jaga tanah.
Anda melarang umat menjual tanah. Mengapa?
Saya sudah kasih tahu mereka kalau ke depan sesuatu akan berhasil di tanah jadi tidak boleh serakan untuk jual tanah karena kita bisa hidup tanpa uang tapi tidak bisa hidup tanpa tanah segala sesuatu itu akan datang dari tanah karena itu Gereja Baptis soal tanah itu tidak bisa diremehkan begitu. Itu yang secara ekonomi yang kami sukses dan yang paling banggakan saya juga itu perjuangan pengadilan penentuan nasib sendiri.
Anda kerap disebut sebagai pendeta yang melawan negara karena berbicara penentuan nasib sendiri. Bagaimana tanggapan Anda?
Warga baptis mereka bilang bahwa,’ kami sudah mempercayakan bapa untuk pegang suara kami, jadi sekarang bapa berjuang itu penentuan nasib sendiri, orang bilang Papua Merdeka’, dia bilang begitu, saya bilang oh siap, itu keputusan kongres, kongres 2017 itu memutuskan salah satunya adalah perjuangan keadilan penentuan nasib sendiri itu keputusana kongres.
Sehingga jangan heran kalau saya berbicara dimana-mana itu suara mereka bukan suara saya dan itu suara umat Tuhan di Tanah Papua, yang suaranya penduduk Orang Asli Papua, itu mereka mau menentukan nasib sendiri dan itu tidak ada rahasia lagi dan gereja harus berbicara.
Bagaiaman bentuk dukungan umat?
Saya diberitahahukan, diberikan mandat oleh kongres, saya sampaikan, kalau saya selalu….. itu terbukti dengan membiayai penerbitan buku-buku. Itu jemaat baptis secara totalitas mereka bilang.’ bapa terbitkan buku, buku seperti tebing terjal perdamaian di Tanah Papua, buku ‘melawan rasisme dan stigma di Tanah Papua dan juga buku ‘jejak kekerasan militer di tanah papua, kalau buku yang ‘ kami bukan bangsa teroris’, dan buku terbaru yang akan terbit ini ‘ kuasa kata-kata mengubah dunia itu warga baptis biaya, saya bilang bapa biaya itu.
Apa yang ditulis dalam buku-buku itu dan tujuannya?
Tujuannya itu karena selalu situasi di papua soal kejahatan manusia atau pelanggaran HAM atau kerusakan hutan atau bagaimana kelumpuhan ekonomi yang dialami umat Tuhan, kepalsuan sejarah dan macam-macam, mereka bilang, ‘bapa tulis, kami dukung’, tujuannya ini kami mendidik teman-teman generasi muda Indonedia juga generasi muda Papua supaya mereka harus tahu sejarah, status politik papua ke dalam Indonedia harus melalui buku itu.
Ini saya lihat warga Baptis sukses dalam hal itu, buku-buku itu sudah dibagi dimana-mana, bagi gratis di jawa di berbagai perguruan tinggi jadi saya bilang karena itu tugas yang mereka berikan, mandat yang mereka berikan. Sehingga mereka mau punya satu masa depan yang baik, harapan yang baik untuk mereka hidup dengan anak cucu mereka ini hidup yang layak di atas tanah mereka jadi saya lihat ada perjuangan itu, sukses, saya lihat itu.
Apa saja tantangan yang dihadapi?
Kalau warga baptis tidak pernah mengganggu, mereka dukung mereka mau tanah mereka aman, masa depan mereka aman jadi yang mengganggu saya tidak ada. Yang ganggu kan negara saja, negara yang ganggu itu sering aparat datang disini mereka siang datang parkir mobil depan kantor disitu, saya lihat tapi silahkan saja kami tidak takut begitu.
Ini negeri dan tanah kami dan kami tidak perlu takut kepada siapa pun karena ini tanah kami, ini tanah leluhur kami. Tidak perlu penjara kami di dalam ketakutan.
Kami tidak perlu takut kepada orang-orang pemikiran jahat, hati jahat itu tidak perlu. Kita segan dan hormati kalau orang itu bermartabat dia menghargai martabat kemanusiaan itu yang kami akan respek hormat dia karena itu kami segani orang itu tapi orang-orang yang punya rencana jahat tidak perlu ditakuti, itu telalu rendah martabatnya terlalu rendah dia sudah kehilangan sebagian kemanusiaannya.
Kalau mengganggu orang lain itu sama dengan manusia yang kehilangan sebagian kemanusiaanya dia sama dengan sebagiannya binatang, sebagianya manusia dan kita perlu sadarkan mereka supaya mereka menjadi manusia yang utuh. Jadi tidak usa ganggu-ganggu oranglah dan apalagi bapa sudah sekolah, saya sudah pernah pendidikan yang baik.
Bagaimana dengan tantangan dari dalam atau internal?
Jadi tantangan yang paling berat secara internal itu bagaimana saya sebagai salah satu pemimpin gereja yang punya pendidikan memadai mengubah paradigma cara pandang gereja Tuhan di Tanah Papua. Dia melihat persoalan kemanusiaan, ketidakadilan, kekerasan negara, rasisme dan kolonialisme, dan kapitalisme, dan juga proses politik selama ini.
Karena kita sudah dikooptasi oleh negara bahwa mereka itu, pemerintah adalah hamba Allah. Di dalam Alkitab mereka bilang wakil Allah. Sehingga, para pemimpin gereja, sebagian bukan semua tapi sebagian, para pendeta gembala sudah terjebak ke dalam pandangan teologi ini.
Jadi ketika ada tiga teologi yang kita anut, teologi negara, teologi gereja negara dan teologi proventis. Dalam pandangan ini, posisi saya ada di teologia proventis.
Bagaimana kita mengubah cara pandang ini. Ada terjadi, sepertinya kita percaya satu ada kepalsuan. Kita sepertinya memelihara kepalsuan atau kita sudah dilumpuhkan. Dalam kelumpuhan kita itu sepertinya kita hanya menerima cara pandang negara, cara pandang pemerintah. Jadi kita sama-sama ikut, kalau negara sudah memberikan stigma label seperti separatis, makar, OPM, KKB atau teroris. Jadi kami beberapa pemimpin gereja, pendeta gembala ikut-ikut opm-kan masyarakat, teroris kkb-kan masyarakat. Ini masalah bagi kami.
Gereja seharusnya dia berdiri berpihak kepada umat Tuhan yang tertindas. Itu tugas gereja sesungguhnya. Jadi, tantangan saya, tantangan yang bapa alami selama kepemimpinan sudah hampir selama 4 periode ini sekarang sudah memasuki akhir masa jabatan saya ini, tantangan saya itu.
Bagaimana seharusnya Gereja melihat persoalan kemanusiaan di Tanah Papua?
Dan saya tulis buku hampir 28 buku, 23 tahun saya menulis buku tentang sejarah Pepera, sejarah perjanjian New York dan persoalan kemanusiaan. 23 tahun itu 28 buku yang saya tulis. Dan juga artikel-artikel yang saya tulis. Itu tantangan tersendiri. Kadang orang bilang Pak Yoman itu terlalu keras sekali melawan negara. Orang bilang begitu itu sudah banyak. Itu tantangan yang saya alami. Dan saya bilang Anda akan tahu pada saatnya. Dan saya tahu apa yang saya buat secara konsisten, dan secara terus menerus, supaya orang mengerti, paham.
Akhirnya generasi muda sekarang sebagian sudah mengerti. Tantangan itu jadi mengubah paradigma cara pandang gereja Tuhan terhadap persoalan kemanusiaan. Harus lihat, gereja harus melihat secara utuh manusia itu. Jangan seperti yang kita selalu lihat di mimbar-mimbar gereja, pemerintah rajin selalu didoakan oleh pemimpin gereja, pendeta gembala di mimbar-mimbar.
‘Tuhan Allah memberikati pemerintah kami dari pusat sampai di pedesaan, desa terkecil atau pemerintah terkecil’. Tapi mereka, waktu yang sama mengabaikan manusia lain domba yang lain yang memperjuangkan hak mereka di atas tanah mereka, hak politik yang disebut TPNPB, KNPB, ULMWP, itu yang diabaikan. Ini gereja sangat keliru di sini, salah. Sementara Tuhan Yesus mati di kayu salib itu untuk umat manusia. Ah, ini yang masalah.
Ini yang, mereka rasa takut sekali untuk berbicara untuk berdoa Papua merdeka di mimbar, bahwa perjuangan itu ya hak politik umat Tuhan. Jadi, Tuhan tidak melarang Papua merdeka, Alkitab tidak melarang Papua merdeka, gereja tidak melarang papua merdeka, Orang Kristen tidak melarang Papua merdeka, orang terdidik tidak melarang Papua merdeka.
Yang dilarang Tuhan, dilarang Alkitab, dilarang gereja, dilarang orang terdidik, itu jangan membunuh, jangan mencuri. Jadi, ini gereja seperti apa. Itu tantangan tersendiri yang kami. itu satu.
Yang kedua tantangan yang kami hadapi adalah ada penduduk orang asli Papua yang dibina, dididik oleh penguasa ini untuk melawan kita. Sejarah palsu dimasukkan, idiologi palsu dimasukkan pikiran mereka sehingga mereka menjadi lawan bangsanya sendiri, rakyatnya sendiri.
Ini tantangan tersendiri yang saya alami dalam kepemimpinan saya tapi kita kelola dengan baik. Karena proses kebenaran itu pelan tapi pasti dia menang. Itu kita tahu. Jadi, kalau kebohongan itu dia lari cepat-cepat, tapi kalau yang benar itu dia pelan tapi pasti dia menang juga.
Salah satu agenda Kongres adalah pemilihan pemimpin dan pengurus yang baru. Apa harapan bagi calon pemimpin dan pengurus baru?
Nah, pemimpin yang sukses itu kan biasanya bukan karena pengikutnya banyak, bukan. Pemimpin yang sukses itu pemimpin yang menyiapkan pemimpin yang lain supaya meneruskan tongkat kepemimpinan yang lain. Jadi, kalau besok itu jemaat datang mereka memilih pengurus yang Tuhan siapkan melalui di bawah kepemimpinan saya ini, itu saya bersyukur dan mereka bisa menjaga keputusan-keputusan kongres.
Itu kalau dalam gereja kami, tugas pemimpin itu jaga suara keputusan kongres, laksanakan keputusan kongres, jaga orang manusia Baptis, jaga pertumbuhan iman rohani, dan jaga tanah mereka, jaga sejarah mereka, jaga prinsip baptis dan jaga otoritas Alkitab. Itu tugas kami, dan aset-aset.
Jadi itu harapan saya kedepan supaya yang seperti kepemimpinan saya seperti itu ya generasi penerus ya..
Adakah alasan khusus kongres dibuat bersamaan di hari HAM Sedunia, 10 Desember?
Sudah pasti, karena realitas kehidupan umat Tuhan di tanah Papua ini ada mutilasi umat Tuhan, ada kriminalisasi para pejabat, politisasi para pejabat, seperti Lukas Enembe dikriminalisasi, ada 4 orang dimutilasi di Mimika, ada masyarakat yang disiksa, ada pejabat yang ditangkap seperti Eltinus Omaleng, Ricky Ham Pagawak, semua. Banyak hal.
Lalu, kita lihat dalam saat ini kan ada pengungsi yang sampai 60 ribu lebih masih ada yang belum pulang ke kampungnya di Nduga, atau beberapa daerah di Maybrat, tidak kembali di Pegunungan Bintang, di Intan Jaya, ini kan pengungsi masih ada. Dalam situasi kondisi seperti ini ya, lebih baik kita buat pembukaannya tanggal 10 Desember bertepatan dengan hari HAM internasional supaya kita bisa suarakan di situ. Itu pilihan kami. Semoga ini menjadi berguna dan suara kami akan didengar oleh saudara-saudara kami yang peduli dengan kita.
Pesan bagi para hamba Tuhan
Jadi, kita ini gereja, pemimpin-pemimpin gereja, pendeta gembala ini seperti memelihara kepalsuan ini. Macam kami ini sudah dilumpuhkan begitu.
Kita berada di dalam penjara ketakutan. Sejak kapan para pendeta, gembala berdoa Papua merdeka di gereja, di mimbar. Wah, kalau berdoa untuk pemerintah itu rajinnya. Pemerintah kami, presiden dari pusat sampai di pedesaan sana. Tapi dari waktu ke waktu tidak pernah berdoa untuk perjuangan Papua merdeka.
Sedang Tuhan Yesus bilang kepada Simon Petrus kepada pemimpin hari ini, ‘apakah engkau mengasihi Aku?’ tiga kali pertanyaan kepada Simon Petrus. Dan Tuhan Yesus bilang, ‘Gembalakan domba-domba Ku,’. Dan ini domba-domba di dalam gereja Baptis. Saya tidak tahu di gereja yang lain.
Di dalam gereja baptis itu ada dua kelompok manusia baptis. Yang satu pendukung NKRI harga mati. Yang satu itu pejuang Papua merdeka harga mati.
Terus mereka sama-sama datang di gereja untuk bersekutu, bersaksi, beribadah dan melayani.
Lalu sama-sama memberi persembahan dan perpuluhan. Atau memberi kotak apa, kotak penginjilan ka, kotak Koinonia ka, kota pembangunan. Sama-sama taruh. Lalu bendahara hitung itu, dia biasa pilahkan atau tidak? ‘Oh, uang ini orang pendukung Papua merdeka jadi buang dulu. Atau yang ini yang pro NKRI jadi saya hitung.’ Lalu kasih pendeta pada saat honor itu, ‘pa pendeta minta maaf, uang yang ini tidak boleh. Inikan dari Papua merdeka yang tidak pernah bapa berdoa jadi tidak usah. Yang bisa bagian ini NKRI harga mati jadi bapa terima.’ Ini kan masalah juga hari ini. Ini harus kita koreksi.
Ini ada masalah persoalan di gembala, pendeta atau masalah teologia atau apa. Atau kami sudah dikooptasi. Sudah ditaklukkan, sudah dipenjarakan oleh pemikiran idiologi negara ka. Kekeliruan ini besar.
Sekarang saya minta untuk para pemimpin gereja, berdoa untuk dua-dua. Tuhan Allah memberkati pemerintah kami dari pusat sampai pemerintah daerah, dan juga berkati pejuang Papua Merdeka. Ah, itu baru gereja Tuhan. Itu baru namanya gembala. Gembalakanlah umat-Ku.
Harapan dan imbauan bagi semua umat untuk pelaksanaan kongres?
Jadi warga bangsa akan datang di rumah mereka, di tanah leluhur mereka, mereka akan berkumpul seperti dulu di tanah ini seperti surga kecil yang jatuh di bumi dan mereka akan jaga tanah ini dan kongres mereka akan datang.
Kalau kita lihat ada kekacauan kan kita tahu, kita bisa deteksi siapa dia? tapi intinya saya mau katakan papua ini rumah kami, papua ini mama kami, ini tanah leluhur kami, ini perahu kami, dalam keadaan apapun, dalam keadaan perang, dalam keadaan kacau kami tetap ada disini. Sehingga umat Tuhan warga baptis sebagai bagian dari penduduk asli orang papua bertanggung jawab jaga mama mereka, Tanah ini. ***