Jayapura, Jubi – Perupa muda George Deda menampilkan seekor ikan louhan serupa monster mengerikan bergigi gergaji pada pameran seni rupa Bholuh di Gedung Sophie P3W Padang Bulan, Kota Jayapura, yang berlangsung dari tanggal 1 hingga hari ini, Sabtu (3/2/2024). Ikan predator itu ditampilkannya sebagai wujud makhluk asing baru yang datang menghancurkan habitat dan ikan-ikan asli di Danau Sentani.
Karya George Deda menarik perhatian pengunjung karena menampilkan ikan louhan sebagai monster bermata merah seperti berkepala buaya bertaring panjang yang berlumuran darah. Lidahnya bercabang dua ibarat ular beracun.
Eliyas Hidom, salah seorang perupa muda Papua dalam pameran Bholuh atau ‘dari Tanah’ menyebut karya George Deda menggambarkan perilaku ikan louhan yang kini menguasai Danau Sentani dengan menyingkirkan dan memusnahkan ikan-ikan asli danau itu.
Hal itu menjadi perhatian perupa sebagai bentuk keprihatinannya terhadap ancaman kepunahan ikan-ikan asli Danau Sentani serta habitatnya akibat ‘invasi’ ikan louhan tersebut. Louhan atau red devil itu diketahui datang atau didatangkan dari luar dan berkembang biak serta beradaptasi dengan sangat cepat.
“Awalnya ikan louhan itu sebagai pembibitan yang dimasukkan pemerintah ke Danau Sentani untuk perkembangbiakan. Tetapi justru ikan-ikan louhan itu memakan ikan gabus dan ikan endemik lainnya [yang lebih dulu hidup] di danau. Jadi, dia makanannya itu bukan ikannya saja tapi makan telur-telurnya, sehingga menyebabkan ikan-ikan khas danau Sentani itu mulai punah,” kata Eliyas Hidom, pada pemeran seni rupa Bholuh ‘dari tanah’ saat ditemui Jubi pada pameran hari kedua di Gedung Sophie P3W Padang Bulan, Jumat (2/2/2023).
Menurut Yusuf Ohee, satu dari lima guru adat yang menjadi pengampu sepuluh perupa muda Papua dalam pameran Bholuh, ikan adalah inspirasi yang didapat perupa yang mewujud dalam karyanya yang digambarkan sebagai monster bermata merah dan bergigi bergaji. Ia membenarkan bahwa ikan louhan bukan ikan asli Danau Sentani.
“Ikan louhan itu predator, pemusnah ikan asli Danau Sentani. Kami punya ikan asli itu ikan gabus, gabus bersisik kasar, gete-gete kecil, dan gete-gete besar, ikan gergaji, dan ikan kakap,” kata Yusuf Ohee.
Guru adat itu menjelaskan bahwa ikan gastor, louhan, dan nila yang dilepasliarkan di Danau Sentani telah berakibat fatal terhadap kehidupan ikan-ikan asli danau itu. Dahulu ikan gabus itu ada dibawah kolong-kolong rumah terapung di Danau Sentani, namun kini sulit dijumpai.
“Jadi orang Sentani tangkap [ikan-ikan asli] untuk memenuhi kebutuhan lauk begitu. Tapi kini [danau sudah] dipenuhi dengan ikan louhan, dan susah sekali mendapat ikan gabus,” kata Ohee.
Padahal ikan-ikan asli itu memiliki manfaat sebagai obat dan juga bisa membuat orang pintar, lanjutnya. “Kalau makan ikan gabus itu bisa membuat orang pintar. Ikan gabus juga bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit kulit gatal-gatal, luka-luka pada kulit [kudis] dan membatu menyehatkan tubuh,” kata Ohee.
Ia meminta Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui dinas terkait memikirkan bagaimana cara mengembangkan kembali ikan asli Danau Sentani.
Ikan red devil yang kini mulai mendominasi Danau Sentani adalah spesies air tawar yang berasal dari Amerika Tengah. Ternyata ikan itu termasuk jenis ikan yang dilarang untuk dimasukkan, dibudidaya, diedarkan, dan juga dilepasliarkan ke wilayah perairan Indonesia.
Larangan tersebut ada dalam Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 19 tahun 2020 yang mengatur tenang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran dan Pengeluaran Jenis Ikan Yang Membahayakan dan atau Merugikan Dalam dan Dari Perairan Negara Republik Indonesia.
Ikan red devil ini tak saja menjadi momok di Danau Sentani, namun juga membawa masalah antara lain di di Danau Toba (Sumatera Utara), Waduk Sermo (Yogyakarta), dan Kedung Ombo (Jawa Tengah). (*)
Discussion about this post