Sentani, Jubi – Sebanyak enam hutan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura telah diberikan Surat Keputusan (SK) oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, dimana SK Perhutanan Sosial yang telah diterbitkan selama tahun 2021 kepada petani hutan seluruh Indonesia, yaitu sebanyak 723 SK, seluas 469.667,12 Ha untuk 118.368 Kepala Keluarga di 20 provinsi.
Khusus Hutan Adat diserahkan sebanyak 12 SK Penetapan Hutan Adat dan 2 SK Indikatif Hutan Adat, dengan total luas 21.288,83 Ha, untuk 6.170 KK dan Surat Keputusan TORA sebanyak 19 unit seluas 30.274 Ha, untuk 5 provinsi yaitu Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.
Penyerahan SK ini diikuti dengan penyerahan secara virtual di 19 provinsi yaitu Sumatra Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Sejumlah tokoh adat di Kabupaten Jayapura memberikan apresiasi kepada negara, yang telah memperjuangkan hak-hak masyarakat melalui potensi hutan adat yang dimiliki di wilayah pembangunan III dan IV.
Mantan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, mengatakan upaya yang dilakukan selama ini terhadap kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, lambat laun mulai tampak. Salah satunya adalah pemberian SK terhadap hutan adat oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Selain itu, kata dia, dalam perjalanan kebangkitan masyarakat adat, pihaknya telah membentuk Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) yang bertugas melaksanakan pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura, ini satu-satunya tim yang hanya ada di Kabupaten Jayapura.
“Apresiasi yang luar biasa bagi negara, apa pun tujuannya, hutan adat harus memiliki administrasi yang jelas,” ujarnya, di Sentani, Senin (27/2/2023).
Dikatakan, seluruh hutan adat harus dipastikan administrasinya. Oleh sebab itu, tugas pemetaan wilayah adat oleh GTMA di Kabupaten Jayapura diberi dukungan penuh, sehingga mempercepat seluruh proses pemetaan dan penetapannya.
“Jika tidak, maka Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 berlaku bagi seluruh potensi hak ulayat masyarakat di daerah ini,” jelasnya.
Undang-Undang Otonomi Khusus, kata mantan bupati dua periode ini, juga melalui Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), memberikan perintah kepada setiap pimpinan daerah agar membentuk sebuah tim untuk memastikan keberadaan masyarakat adat.
Negara bahkan memberikan jaminan penuh kepada keberadaan masyarakat adat, hal ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk kehidupan di waktu mendatang yang lebih baik.
“Kita juga ada kekurangan di bagian komunikasi, sehingga daerah lain belum mendapat pengakuan haknya oleh negara. Sesungguhnya, upaya untuk memastikan kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura sudah sangat luar biasa,” ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Dewan Adat Suku (DAS) Kabupaten Jayapura, Daniel Toto, mengatakan bahwa penyerahan SK oleh Presiden Jokowi ini merupakan langkah tepat, artinya masyarakat di Kabupaten Jayapura saat ini ada pada masa kebangkitan masyarakat adat, setelah sekian lama hak hidupnya diperjuangkan.
Menurutnya, Kabupaten Jayapura sendiri telah mewujudkannya melalui kerja-kerja GTMA, dan hal ini merupakan perjuangan yang besar sehingga sebagai masyarakat adat yang ada di Kabupaten Jayapura patut berterima kasih kepada negara.
“Kami berharap waktu-waktu yang akan datang, hutan-hutan adat yang lain juga mendapatkan hal yang sama, sehingga semua masyarakat adat mendapatkan kepastian hukum yang sama atas hutannya serta flora dan fauna juga keindahannya sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Penyerahan SK hutan adat di Kabupaten Jayapura terdapat dalam 6 hutan adat yaitu Kusang Syuglue Woi Yansu, Kudefeng Yano Akrua, Kudefeng Yano Meyu, Kudefeng Yano Wai, Melra Kelra Sena Yosu Desoyo, dan Kudefeng Yano Takwonbleng (indikatif). Luasnya masing-masing; Kusang Syuglue Woi Yansu 16.493 ha, Ku Defeng Akrua 2.226 ha, Ku Defeng Meyu 501 ha, Ku Defeng Wai 594 ha, Melra Kelra Sena Yosu Desoyo 3.394 ha, dan Ku Defeng Takwobleng 405 ha (indikatif). (*)