Manokwari, Jubi – Tongkonan atau rumah adat Toraja yang dibangun di Puncak Kampung Saribo, Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan atau “rumah kami bersama” diminati sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Manokwari. Arus lalu lintas menuju Puncak Kampung Saribo sepanjang hari Minggu (8/5/2022) tampak padat karena ramainya orang berkunjung ke tongkonan itu.
Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan tidak hanya dikunjungi orang Toraja yang tinggal di Kabupaten Manokwari. Warga dengan beragam latar belakang etnis juga ramai mengunjungi rumah adat Toraja yang dibangun berdampingan dengan Rumah Kaki Seribu Suku Arfak itu.
Rumah adat Toraja dengan dua patung kerbau putih berbintik hitam itu ramai dikunjungi warga sejak sepekan terakhir. Kemeriahan itu terjadi dalam rangkaian upacara syukuran pembangunan Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan.
“Kegiatan hari ini biasa kami sebut ‘Mata Ranta’, atau syukuran hari kedua bersama masyarakat, karena sudah membantu membangun rumah adat. Biasanya kami lakukan selama tiga hari. Kemarin Sabtu, [kami menggelar] syukuran kepada leluhur Balapampang, dan puncak syukuran [akan berlangsung] besok Senin ” kata Saul Rante Lembang, Ketua Panitia Peresmian Tongkonan.
Jumlah masyarakat Toraja yang tinggal di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat sekitar 2.200 keluarga. Sejak lama masyarakat Toraja telah merantau ke Tanah Papua, termasuk ke Manokwari, hidup membaur, bahkan ada yang sudah kawin campur dengan suku atau etnis lainnya.
Meskipun demikian, masyarakat Toraja di Tanah Papua juga tidak melepaskan dari dari ikatan tradisi mereka, termasuk dengan membangun tongkonan di berbagai wilayah. Saul Rante Lembang menyebut Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan menjadi simbol kebersamaan masyarakat Toraja di Manokwari.
“Pada puncak acara besok, sebagai simbol kami bersyukur bahwa rumah adat Toraja itu menjadi simbol kebersamaan. [Tongkonan itu] juga [menjadi] Sekretariat Ikatan Keluarga Toraja, tempat kami, suku Toraja, menyelesaikan berbagai masalah” tutur Lembang yang juga anggota DPR Papua Barat.
Menurut Lembang, Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan dibangun bersandingan dengan Rumah Adat Suku Arfak, sebagai simbol bahwa masyarakat Toraja menghargai Suku Arfak sebagai pemilik tanah tersebut. Lembang menyebut masyarakat Toraja di Manokwari juga ingin membangun simbol penghormatan bagi masyarakat adat lain di Papua Barat.
“Rumah Kaki Seribu itu menandakan kami, masyarakat Toraja, menghargai tanah dan masyarakat [adat] Arfak sebagai penduduk asli Manokwari. Kami akan pikirkan ke depan, membangun sebuah bangunan pertemuan sebagai simbol [untuk] menghormati masyarakat [adat] Doreri, suku asli yang mendiami kawasan pesisir Manokwari” ucapnya.
Menurut Lembang, Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan bukan dibangun sebagai destinasi atau daerah tujuan wisata di Manokwari. Akan tetapi, ia menghormati antusiasme warga yang mengunjungi tongkonan tersebut, dan gairah para pengunjung untuk mengetahui budaya dan tradisi orang Toraja.
“Rumah Toraja ini, kami tidak ingin menjadikan sebuah destinasi. Akan tetapi, kalau memang ada masyarakat di luar Suku Toraja yang ingin melihat bagaimana model rumah adat Toraja, atau mereka rindu ke Toraja tapi belum sampai, tidak apa-apa [datang] ke sana,” kata Lembang.
Mulyadi, seorang warga Manokwari yang ikut berkunjung ke Kampung Soribo menuturkan ia ingin melihat secara dekat adat dan kebudayaan masyarakat Toraja. “Meski kami tidak sempat ke Toraja, tapi dengan bangunan ini rasanya seperti di Toraja,” ucapnya.
Peresmian Tongkonan Sang Ulelena Sang Torayan pada Senin (9/5/2022) akan dihadiri oleh Gubernur Papua Barat, Bupati Manokwari, serta para pejabat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Manokwari. Selain itu, Bupati Toraja Utara dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Toraja Utara juga telah berada di Manokwari untuk menghadiri peresmian itu. (*)
Discussion about this post