Jayapura, Jubi – Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr Aaron Rumainum menyatakan Provinsi Papua Pegunungan menghadapi kasus suspek atau gejala campak yang tersebar di tiga kabupaten. Harus ada intervensi pemerintah daerah setempat untuk menangani suspek campak tersebut.
Rumainum menyatakan kasus suspek campak itu tersebar di Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, dan Kabupaten Tolikara. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya periode 27 Maret hingga 20 Juni 2022 mencatat 224 kasus suspek campak.
Di Kabupaten Lanny Jaya, ditemukan delapan kasus suspek campak. Sementara di Kabupaten Tolikara telah ditemukan tiga kasus suspek campak.
“Kami naik ke Wamena [Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya] untuk koordinasi penanganan KLB [dan suspek] campak,” kata Rumainum saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Rabu (21/6/2023).
Rumainum menyatakan dari ratusan suspek campak di Kabupaten Jayawijaya, terdapat sembilan kasus positif campak. Ia menyatakan sampek suspek campak dari Lanny Jaya dan Tolikara telah dikirim ke Surabaya untuk diperiksa lebih lanjut. “[Sampel] sudah dikirim ke Surabaya masih menunggu hasil,” ujarnya.
Rumainum menyatakan gejala campak ditandai dengan demam, badan bintik-bintik merah, batuk, pilek dan mata merah. Berbagai gejala itu perlu disosialisasikan kepada masyarakat, sebelum tenaga kesehatan melakukan penanganan lebih lanjut, termasuk vaksinasi campak.
“Kitong tidak boleh langsung suntik. Kitong harus sosialisasi dulu. Harus sosialisasi dulu, yang kamu suntik ini apa, kalau tidak suntik, akibatnya apa. Jangan langsung datang suntik-suntik. Kami punya pengalaman Bupati Jayawijaya [terkena] denda [adat] Rp500 juta ketika suntik vaksin [campak] kepada anak SD di Distrik Kurulu pada 15 Agustus 2018, [dan anak itu meninggal],” katanya.
Rumainum menyatakan Dinas Kesehatan Provinsi Papua saat ini ikut memonitoring penanganan kasus suspek campak di Papua Pegunungan. Ia menyarankan Gubernur Papua Pegunungan maupun Dinas Kesehatan Papua Pegunungan perlu menerbitkan surat keputusan penanganan campak. Menurutnya, setiap anak usia 9 bulan sampai 12 tahun perlu mendapat imunisasi/vaksinasi campak dan pemberian vitamin A dua hari berturut-turut.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Papua Aris Weya menyatakan suspek campak di Provinsi Papua Pegunungan mulai dilaporkan sejak Maret 2023. Menurut Aris, tingkat imunisasi campak di wilayah itu masih di bawa 50 persen, lantaran ada banyak penolakan dari masyarakat.
“Tingkat penolakan [masih ada karena masyarakat] termakan hoaks dampak dari Covid-19 dua tahun ini. Mereka takut untuk suntik [karena memikirkan] keselamatan,” kata Arif pada Rabu.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya dr Willy Mambieuw saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Kamis (22/6/2023) menyatakan tidak ada penolakan masyarakat terhadap upaya vaksinasi campak di wilayahnya. Ia mengatakan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya terus gencar melakukan imunisasi campak dan pemberian vitamin A bagi anak-anak umur 9 bulan sampai 12 tahun.
Menurut Mambieuw, pada 16 hingga 20 Juni 2023 telah dilakukan imunisasi terhadap 3.386 anak. Selain itu, juga telah dilakukan pemberian vitamin A untuk 3.020 anak.
Mambieuw menyatakan secara epidemiologi campak itu berpotensi menular, sehingga pemberian imunisasi dan vitamin A harus dilakukan. Ia mengimbau orangtua yang menemukan anak mengalami gejala campak langsung dibawa ke pusat pelayanan kesehatan untuk diobati.
“Anak-anak yang terkena gejala harus divaksin campak untuk menimbulkan kekebalan tubuh terhadap virus campak. Sebenarnya yang membuat [penderita campak bisa] meninggal adalah gejala pengikut seperti batuk, panas, sesak nafas. Jadi, intinya anak harus harus divaksin, karena [campak] itu tidak ada obatnya,” kata Mambieuw. (*)