Jayapura, Jubi – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada Senin (29/8/2022) menyatakan ketujuh pengibar Bintang Kejora di GOR Cenderawasih terbukti bersalah melakukan tindakan pidana makar. Mereka masing-masing dihukum 10 bulan penjara, dan diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp5.000.
Ketujuh pengibar Bintang Kejora yang diadili dugaan kasus makar di Pengadilan Negeri Jayapura itu adalah Melvin Yobe (29), Melvin Fernando Waine (25), Devio Tekege (23), Yosep Ernesto Matuan (19), Maksimus Simon Petrus You (18), Lukas Kitok Uropmabin (21) dan Ambrosius Fransiskus Elopere (21). Mereka diadili dalam perkara makar gara-gara mengibarkan bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, Kota Jayapura, pada 1 Desember 2022.
Meskipun Melvin Yobe dan kawan-kawannya mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai dan tidak membawah senjata, Melvin Yobe dan kawan-kawannya dijadikan terdakwa kasus makar. Persidangan itu dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang diketuai RF Tampubolon SH bersama hakim anggota Mathius SH dan Wempy W Duka SH
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Melvin Yobe dan kawan-kawannya terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang menjurus pada perbuatan makar. Melvin Yobe dan kawan-kawannya dijatuhi hukuman masing-masing 10 bulan penjara dan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp5.000.
Majelis hakim menyatakan aksi Melvin Yobe dan kawan-kawannya mengibarkan bendera Bintang Kejora dan berpawai ke DPR Papua sambil meneriaki pekikan “Papua Merdeka” dan “Kami bukan Merah Putih, kami bukan Merah Putih. Kami Bintang Kejora. Baru-baru ko bilang Merah Putih” telah memenuhi unsur tindak pidana makar sebagaimana melanggar Pasal 106 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tindakan Melvin Yobe dan kawan-kawan membentangkan spanduk bertuliskan “Self Determination For West Papua Stop Militerisme West Papua dan “Indonesia Segera Membuka Akses Bagi Tim Investigasi Komisi HAM PBB ke West Papua” juga dinilai memenuhi unsur tindak pidana makar.
“Maka para terdakwa sudah mempunyai niat melepaskan wilayah Papua dan Papua Barat dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para terdakwa sudah melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana definisi makar dalam Pasal 87 KUHP,” kata Tampubolon membacakan putusan tersebut.
Putusan itu juga menyatakan pengibaran bendera Bintang Kejora, pawai membawa bendera Bintang Kejora, pekikan “Papua Merdeka” dan “Kami bukan Merah Putih, kami bukan Merah Putih, kami Bintang Kejora. Baru-baru ko bilang Merah Putih” bukanlah kebebasan menyampaikan pendapat. Perbuatan itu dinyatakan majelis hakim sudah termasuk perbuatan niat dan permulaan pelaksanaan memisahkan Papua dan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Putusan itu juga menyatakan bahwa desakan untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan masalah Papua tidak harus dengan cara mengibarkan bendera Bintang Kejora dan berpawai sambil berteriak “Papua Merdeka” dan “Kami bukan Merah Putih, kami bukan Merah Putih, kami Bintang Kejora. Baru-baru ko bilang Merah Putih”.
“Majelis hakim berpendapat desakan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu dibentuk tim dari Majelis Rakyat Papua, DPR Papua, tokoh adat, tokoh mahasiswa, dan tokoh perempuan untuk mendesak pemerintah pusat segera membentuk KKR,” kata Tampubolon.
Berdasarkan keterangan para saksi, para terdakwa, dan barang bukti, majelis hakim menilai para terdakwa terbukti secara sadar dan menyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan makar.
“Maka terdakwa Melvin Yobe dan kawan-kawannya dipidana penjara masing-masing 10 bulan dan menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, serta memerintahkan para terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Tampubolon.
Majelis hakim juga menyatakan barang bukti sebuah koteka, tiga buah noken, dua buah kalung manik, empat buah celana jeans, lima buah baju, sebuah jaket, dua charger handphone, tiga unit handphone dikembalikan kepada yang berhak terdakwa. Sementara barang bukti sebuah ketapel, dua buah bintang kejora, sebuah lembar spanduk dirampas untuk dimusnahkan. Majelis hakim memberikan waktu 7 hari bagi Melvin Yobe dan kawan-kawannya untuk mengajukan banding apabila berkeberatan dengan putusan tersebut.
Usai persidangan, Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay menyatakan pihaknya menolak kesimpulan majelis hakim yang menyatakan Melvin Yobe dan kawan-kawan terbukti melakukan tindakan makar. “Hal tersebut kami tolak dengan tegas,” kata Gobay kepada Jubi.
Gobay beralasan bahwa dalam persidangan tidak ada saksi ahli yang dihadirkan untuk bisa menjelaskan tindakan makar itu. Menurut Gobay kesimpulan yang diambil majelis hakim ini terkesan subjektif karena tanpa ada keterangan dari saksi ahli.
“Sehingga kami mempertanyakan dasar pijakan majelis hakim menyimpulkan tindakan makar itu. Menurut kami, seakan-akan majelis hakim sebagai ahli mengartikan dan menyimpulkan sendiri tanpa berpijak pada keterangan ahli yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan,” ujarnya.
Gobay tetap bersikukuh bahwa aksi Melvin Yobe dan kawan-kawannya merupakan aksi memperingati hari ulang tahun bersejarah bagi orang Papua, dan upaya mendesak pelurusan sejarah Papua dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sesuai amanat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru). Aksi para terdakwa juga adalah kebebasan berekspresi menyampaikan pendapat yang dijamin dalam semangat UUD 1945.
“[Keterangan] saksi-saksi mengarahkan kepada fakta di mana mereka melakukan kemerdekan menyampaikan pendapat. Dan saksi-saksi nyatakan atas apa yang mereka lakukan tidak membuat sampai membuat wilayah Papua pisah dari NKRI. Ini majelis hakim tidak pertimbangkan,” katanya.
Gobay juga keberatan majelis hakim memakai yurisprudensi atau pertimbangan putusan terdahulu atas kasus makar pengibaran bendera Republik Maluku Selatan atau RMS di Ambon. Menurut Gobay kasus Ambon dan Papua berbeda lantaran Papua memiliki Undang-undang Otonomi Khusus Papua.
“Lagi-lagi membuktikan hakim berusaha mencari alasan untuk membenarkan pasal makar menggunakan sistem peradilan pidana yang sudah sering dilakukan di Papua. Atas dasar itu, kami menolak kesimpulan hakim yang berkaitan dengan pasal makar terhadap Melvin Yobe dan kawan-kawan,” ujarnya.
Gobay menilai putusan majelis hakim menjatuhi hukuman 10 bulan penjara terhadap para terdakwa tidak memenuhi rasa keadilan. Namun, Gobay menyerahkan keputusan untuk mengajukan banding atau menerima putusan kepada Melvin Yobe dan kawan-kawannya.
“Kita akan berkoordinasi dengan para terdakwa. Pada prinsipnya mereka yang mempunyai hak menentukan apakah akan banding atau tidak. Yang pasti kami punya waktu tujuh hari menyatakan sikap,” kata Gobay. (*)
