Jayapura, Jubi – Praktisi sekaligus pemerhati bahasa ibu Waropen, Pdt. Hans D. Imbiri, menilai Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Waropen belum menyadari pentingnya upaya revitalisasi atau perlindungan bahasa daerah Waropen yang kini terancam punah akibat berkurangnya jumlah penutur aktif.
“Ada dua logat, yaitu logat Risei yang digunakan masyarakat di wilayah Waropen Bawah dan logat Wonti yang digunakan masyarakat di Waropen Tengah. Namun, penutur aktif bahasa Waropen di keduanya terus berkurang. Berdasarkan riset yang saya lakukan, jumlah penutur aktif hanya sekitar 100 hingga 150 orang, yang mayoritas berusia 40 hingga 55 tahun serta lansia,” ujar Imbiri saat ditemui Jubi di Kantor Balai Bahasa Papua, Jalan Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Selasa (25/2/2025).
Menurutnya, bahasa Waropen masih sering muncul dalam nyanyian lagu daerah yang dinyanyikan generasi muda, tetapi mereka hanya menghafal tanpa memahami maknanya. Imbiri menjelaskan bahwa penggunaan bahasa daerah Waropen dalam percakapan sehari-hari hanya dilakukan oleh sebagian orang tua di kampung-kampung.
“Itu pun tidak semua orang tua menggunakan bahasa daerah, karena ada yang lebih sering memakai bahasa Indonesia dalam percakapan di rumah. Akibatnya, anak-anak hanya mengenal sedikit kosakata yang mereka hafal dari lagu daerah. Terlebih lagi bagi keluarga yang tinggal di perkotaan, penggunaan bahasa daerah semakin terbatas,” imbuhnya.

Imbiri juga mengungkapkan bahwa generasi muda Waropen, khususnya yang berusia delapan hingga 20 tahun, hampir tidak memahami kosakata bahasa daerah yang mereka dengar dari orang tua atau lagu daerah.
“Ini sangat memprihatinkan. Fenomena ini mulai terlihat sejak 25 hingga 30 tahun lalu, tetapi hingga kini belum ada kebijakan dari Pemda untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga bahasa ibu. Sepertinya Pemda menganggap revitalisasi bahasa bukanlah sesuatu yang penting bagi generasi muda,” katanya.
Perda Perlindungan Bahasa Daerah Masih Tertunda
Sementara itu, Widya Bahasa Balai Bahasa Papua (BBP), Antonius Maturbongs, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Waropen untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) guna melindungi bahasa daerah. Namun, hingga kini belum ada realisasi dari pihak DPRD.
“Tahun ini kami sudah merencanakan revitalisasi bahasa daerah, dimulai dari Kabupaten Kepulauan Yapen untuk bahasa Serui Laut, lalu dilanjutkan ke Waropen. Namun, karena adanya kebijakan efisiensi anggaran dari Pemerintah Pusat, program ini sementara ditunda. Kami berharap Pemda Waropen dan DPRD segera menyusun payung hukum berupa Perda untuk revitalisasi bahasa daerah. Jika itu terlaksana, kami siap membantu menjalankan program perlindungan bahasa dengan berbagai metode yang efisien,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi terkait upaya revitalisasi bahasa daerah Waropen, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Waropen, Bernadus Imbiri, belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut.
“Maaf, saya sedang dalam pemeriksaan BPK [Badan Pemeriksaan Keuangan],” kata Bernadus saat dihubungi Jubi melalui WhatsApp, Rabu (26/2/2025) pukul 17.55 WP. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!