Jayapura, Jubi – Rencana Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti dan abolisi bagi kelompok pro kemerdekaan Papua diharapkan dapat mendorong terwujudnya dialog damai Papua. Pendekatan dialog damai harus terus didorong sebagai upaya menyelesaikan konflik di Tanah Papua.
Hal itu disampaikan Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah saat dihubungi melalui layanan pesan WhatsApp pada Selasa (27/1/2025). “Gagasan soal amnesti bagi TPNPB sebagai salah langkah baik ini nantinya diharapkan mendorong terwujudnya dialog damai di Tanah Papua,” ujarnya.
Anis mengatakan gagasan soal amnesti bagi kelompok pro kemerdekaan Papua dan TPNPB tentu menjadi langkah baik. Namun, Anis menegaskan bahwa pemberian amnesti bukan menjadi faktor tunggal penyelesaian konflik bersenjata dan kekerasan di Tanah Papua.
“Rencana pemberian amnesti bagi TPNPB sebenarnya bisa menjadi langkah baik. Namun, pemberian amnesti bukan menjadi faktor tunggal mendorong perdamaian dan perlindungan Hak Asasi Manusia atau HAM di Tanah Papua,” katanya.
Anis mengatakan konflik bersenjata dan kekerasan terus berulang terus terjadi di Tanah Papua. Berdasarkan pemantauan Komnas HAM selama Januari hingga Desember 2024 terjadi 85 kasus berdimensi konflik bersenjata dan kekerasan di Tanah Papua.
Anis mengatakan Pemerintah Indonesia perlu melakukan banyak hal agar konflik bersenjata dan kekerasan tidak terus berulang terjadi di Tanah Papua. Anis mengatakan pemerintah harus memastikan keterlibatan masyarakat adat dalam pemerintahan di Daerah Otonom Baru, penyelesaian konflik sumber daya alam, penegakan hukum berperspektif HAM.
Menurut Anis, Pemerintah Indonesia juga perlu menyelesaikan dan memulihkan korban pelanggaran HAM berat di Tanah Papua. Kasus pelanggaran HAM berat yang harus diselesaikan termasuk kasus pelanggaran HAM berat Wasior Berdarah 2001 – 2002 dan Wamena Berdarah 2003. “[Sehingga] tidak terus terjadi keberulangan kasus-kasus kekerasan di Papua,” ujar Anis.
Dialog dulu, baru amnesti
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Prof Cahyo Pamungkas menyambut baik gagasan Pemerintah Indonesia untuk memberikan amnesti kepada kelompok pro kemerdekaan Papua dan TPNPB. Namun Cahyo mengingatkan pemberian amnesti tersebut hanya akan mencapai tujuan jika dijalankan setelah tercapai dialog antara pemerintah dan gerakan Papua merdeka.
“Amnesti tidak dapat diberikan secara sepihak atau unilateral. Namun merupakan langkah rekonsiliasi setelah tercapai kesepakatan damai antara pemerintah dengan kelompok-kelompok Papua merdeka,” kata Cahyo kepada Jubi, melalui pesan layanan WhatsApp, pada Rabu (28/1/2025)
Cahyo mengatakan Presiden Jokowi pernah memberikan grasi kepada lima tahanan politik Papua di 2015. Akan tetapi, setelah itu konflik meningkat kembali sejak 2017 sampai sekarang. “Hal ini berarti bahwa pemberian amnesti jika tidak didahului oleh dialog tidak akan efektif sebagai strategi resolusi konflik,” ujarnya.
Cahyo menjelaskan secara konseptual, amnesti termasuk dalam tahap peacebuilding atau membangun perdamaian. Tahapan itu bukanlah tahapan awal meresolusi konflik, namun tahapan lanjutan yang dijalankan setelah tahap peacemaking seperti dialog. Cahyo mengatakan pemberian amnesti tanpa didahului dialog tidak akan mencapai tujuannya.
Juru Bicara Jaringan Damai Papua atau JDP, Yan Christian Warinussy mengatakan pemberian amnesti bagi para pihak yang terlibat konflik Papua bisa menjadi faktor pendorong bagi penyelesaian konflik di Tanah Papua. “Bisa mendorong penyelesaian konflik jika diterima oleh pihak TPNPB,” katanya.
TPNPB dan ULMWP menolak
Di pihak lain, Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom mengatakan pihaknya menolak rencana Presiden Prabowo memberikan amnesti bagi anggota TPNPB. “Jadi kalau Presiden Prabowo mau kasih amnesti bagi TPNPB biar menyerah, itu tidak terjadi. Sudah 60 tahun lebih kami bertahan [dan berjuang] untuk Papua merdeka,” kata Sambom melalui layanan pesan WhatsApp pada Selasa.
Sambom mengatakan TPNPB sebagai sayap militer Organisasi Papua Merdeka atau OPM akan terus konsisten memperjuangkan kemerdekaan Papua. “TPNPB tidak sendiri, TPNPB bersama rakyat, [bersama] semua pejuang Papua merdeka di dalam negeri maupun luar negeri. Prinsipnya TPNPB berjuang untuk Papua merdeka,” ujarnya.
Sambom mengatakan penyelesaian konflik di Papua harus melalui perundingan yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. “Kami tidak menghendaki dialog dengan Jakarta. Kami hanya bisa berunding [jika ada] pihak ketiga di bawah PBB yang memediasi kami berunding,” katanya.
Sekretaris Eksekutif ULMWP, Markus Haluk mengatakan pemberian amnesti dan abolisi tidak menyelesaikan tuntutan Hak Penentuan Nasib Sendiri, yakni kemerdekaan Papua. Haluk mengatakan para aktivis dan pejuang Papua Merdeka tidak meminta belas kasihan Pemerintahan Indonesia.
“Tidak ada niat baik dari negara Indonesia untuk Papua. Itu pencitraan [yang dilakukan Pemerintah Indonesia] kepada publik internasional, dan merupakan pengalihan dari akar masalah konflik di West Papua versus Indonesia,” kata Haluk. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!