Timika, Jubi – Para pelajar Mimika, kembali turun ke jalan, Rabu (26/2/2025). Mereka tetap dengan lantang menyuarakan penolakan terhadap Program Makanan Bergizi Gratis di sekolah.
Mereka yang bergabung dalam Front Solidaritas Pelajar Mimika tersebut, kali ini beraksi di Jalan C Heatubun, di depan Gereja Kingmi Jemaat Bahtera. Massa aksi yang terdiri atas pelajar sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sederajat itu membentangkan selebaran berisikan sejumlah protes.
‘Kesehatan, Ekonomi, HAM, Sosial, Budaya, dan Keadilan Lebih Penting daripada MBG [Makanan Bergizi Gratis], dan ‘Kami Tidak Butuh Makanan Gratis, Kami Butuh Pendidikan Gratis.’ Demikian dua di antara nada protes yang dinarasikan peserta aksi dalam selebaran mereka.
Aweida Degei, koordinator aksi dalam orasinya menyangsikan manfaat Program Makanan Bergizi Gratis. Itu sebabnya mereka lebih menghendaki program pendidikan gratis bagi pelajar di Mimika.
“Kami sadar akan dampak buruk dari mengonsumsi makanan tersebut. Yang kami inginkan dari pemerintah ialah pendidikan gratis, bukan makanan gratis yang tidak jelas manfaatnya,” kata Degei.
Unjuk rasa para pelajar pada hari ini merupakan lanjutan dari aksi pada Senin pekan lalu. Saat itu, polisi mengadang, dan membubarkan aksi longmars pelajar. Pada hari ini, aksi mereka juga sempat diadang polisi karena dikira hendak longmars.
Aksi para pelajar tersebut mendapat dukungan dari kalangan mahasiswa. Mereka membaur bersama para pelajar dan turut mengawal aksi.
“Polisi pikir kami akan longmars. Setelah bernegosiasi, kami akhirnya dizinkan berorasi sekitar 15 menit sebelum bubar,” kata Yoki Zondegau, peserta aksi dari Badan Eksekutif Mahasiwa Universitas Timika, saat dihubungi Jubi.id.
Hargai hak masyarakat
Menanggapi maraknya penolakan terhadap Program Makanan Bergizi Gratis, anggota DPR Papua Tengah Peanus Uamang dapat memahami aspirasi tersebut. Dia sependapat pelajar di Tanah Papua lebih membutuhkan layanan pendidikan gratis daripada makanan gratis.
“Kami bisa terima [memahami aspirasi para pelajar]. Mereka memang membutuhkan pendidikan gratis, bukan makan gratis,” kata Uamang dalam kesempatan terpisah.
Dia menegaskan masyarakat berhak menolaknya karena program tersebut menggunakan uang rakyat sehingga harus jelas pertanggungjawabannya. Sebaliknya, pemerintah tidak berhak memaksakan program tersebut.
“Tanah Papua ini daerah dengan otonomi khusus. Jadi, pemerintah seharusnya memikirkan program apa yang memang benar-bebar dibutuhkan rakyat Papua,” ujar Uamang.
Uamang juga menyangsikan manfaat Program Makanan Bergizi Gratis terhadap pembangunan sumber daya manusia di Tanah Papua. Itu apabila pemerintah tidak menyelaraskannya dengan peningkatan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan,
Karena itu, dia meminta pemerintah berlapang dada, dan lebih membuka diri. Mereka harus menerima dan memerhatikan setiap kritikan dari masyarakat.
“Apa yang dilakukan siswa dan mahasiswa merupakan wujud partisipasi rakyat dalam mengawasi anggaran pemerintah. Pemerintah seharusnya terbuka terhadap kritikan. Pemerintah juga harus memastikan efektivitas anggaran untuk kebutuhan esensial masyarakat,” kata Uamang. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!