Jayapura, Jubi – Agenda pertemuan Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin, bersama sejumlah tokoh pembela Hak Asasi Manusia atau HAM dan pengusaha Papua, Senin (10/10/2023), saat Wapres berkantor di Papua, dianggap hanya sepihak.
Pasalnya, pertemuan yang dilakukan di Kantor Gubernur Papua itu hanya melibatkan segelintir orang tanpa mengundang berbagai pihak atau pegiat HAM lainnya, serta materi yang disampaikan pun tidak menyentuh akar persoalan.
Salah seorang pembela HAM di Papua, Theo Hesegem, menilai aktivis HAM di Tanah Papua tidak sedikit, dengan berbagai persoalan yang dihadapi sejak zaman dahulu hingga saat ini.
“Saya sempat dihubungi beberapa orang pegiat HAM lainnya untuk dimasukkan nama-nama bertemu Wapres. Namun hingga pertemuan dilakukan, tidak ada informasi lanjutan. Bahkan dari informasi yang dapat dipercaya, nama-nama yang telah diusulkan malah dicoret. Jadi hanya beberapa orang saja yang ikut pertemuan,” kata Hesegem saat dihubungi Jubi, Jumat (13/10/2023).
Menurutnya, dari informasi yang ia terima dari hasil pertemuan itu, diminta untuk ke depannya salah satunya mengenai hadirkan peradilan HAM di Papua.
Namun hal itu justru belum menjawab mengenai proses penyelesaian pelanggaran HAM sejak dahulu hingga kini di Tanah Papua yang belum dibicarakan dan tidak disampaikan dalam pertemuan dengan Wapres.
“Kalau berbicara pembela HAM di Tanah Papua ini tidak sedikit, hampir di seluruh wilayah ada, bukan hanya di Jayapura. Harusnya di semua provinsi yang ada diundang,” katanya.
Selain itu ia menyebut berbicara mengenai kemanusiaan bukan hanya pembela HAM saja, tetapi juga bagaimana pihak gereja, LSM, bahkan keluarga korban harus turut diundang.
Bahkan, katanya, apa yang disampaikan kepada Wakil Presiden saat pertemuan bukan merupakan suatu kesepakatan bersama seluruh aktivis HAM di Tanah Papua, karena sebelumnya pun tidak ada pertemuan untuk membahas apa yang akan disampaikan ke Wakil Presiden.
“Harusnya sebelum Wapres tiba itu dilakukan pertemuan antar pembela HAM dan berbagai pihak lainnya, baru apa yang diusulkan itu disampaikan ke Wapres,” kata Hesegem.
Saat ini krisis kemanusiaan masih terus terjadi di berbagai daerah di Tanah Papua. Persoalan masa lalu belum selesai, lalu mendesak untuk membentuk peradilan HAM di Papua.
“Peradilan HAM itu untuk masa depan. Tetapi bagaimana dengan masa lalu yang belum dibicarakan. Soal proses penyelesaian pelanggaran HAM tidak disampaikan juga dalam pertemuan dengan Wapres,” katanya.
Untuk itu ia melihat baik Presiden maupun Wapres datang ke Tanah Papua tidak pernah melibatkan orang-orang yang selama ini vokal berbicara soal kemanusiaan di Papua.
“Masalah di Papua sangat kompleks. Jika hanya melibatkan satu dua orang saja tidak akan menyelesaikan masalah. Bicara jujur, terbuka, dan jika terus ditutupi maka tidak akan selesaikan persoalan,” katanya. (*)