Jayapura, Jubi – Sidang lanjutan perkara Tata Usaha Negara (TUN) terkait izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau DPMPTSP Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL kembali digelar, Rabu (27/9/2023).
Agenda awalnya ialah kuasa hukum penggugat akan menghadirkan saksi ahli terkait masalah hukum lingkungan. Namun saksi berhalangan hadir sehingga sidang ditunda hingga pekan depan.
Meski begitu, tim kuasa hukum masyarakat adat Awyu kembali mengajukan sejumlah alat bukti terkait dengan perkara rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 36.096,4 hektare di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan itu.
Kuasa hukum penggugat, Tigor Hutapea, mengatakan pihaknya telah menambahkan beberapa alat bukti kepada majelis hakim. Pertama, alat bukti terkait dengan pernyataan-pernyataan masyarakat yang tidak pernah dilibatkan dalam proses Analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL namun namanya dicatut di dalam AMDAL.
“Ada juga masyarakat yang kemudian menarik dukungan kepada perusahaan. Ada pula bukti terkait dengan ketentuan Komnas HAM yang isinya menyatakan bahwa pengadilan harus memperhatikan keberadaan masyarakat adat, juga dari seorang akademisi menjelaskan bahwa penting untuk memperhatikan perubahan lingkungan dalam gugatan dan putusan,” kata Tigor usai sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura.
Bukti terakhir yang diajukan ialah video mengenai sosialisasi yang dilakukan perusahaan pada 2019. Dalam video itu, penggugat telah menyatakan menolak lahannya atau wilayahnya dimasukan dalam perizinan. Tetapi akhirnya tetap dimasukan tanpa persetujuan penggugat.
“Dalam video itu juga ada tekanan-tekanan, teriakan yang dilakukan oleh Fabianus Senfahagi adalah Kepala Satpol PP saat itu, kemudian mengatasnamakan LMA kemudian mendampingi perusahaan saat sosialisasi,” katanya.
Sejauh ini tim kuasa hukum telah mengajukan 100 alat bukti untuk perkara ini, dimana bukti-bukti yang diajukan itu sangat mendukung argumentasi-argumentasi mengenai gugatan yang dilakukan.
Kuasa hukum masyarakat adat Awyu juga akan mengajukan satu pemeriksaan lapangan di hutan adat Frengky Woro oleh penggugat, namun belum dipertimbangkan oleh majelis hakim.
“Kami merasa penting adanya pemeriksaan lapangan supaya hakim melihat bahwa penggugat Frengky Woro dan marga Woro adalah mereka pihak yang terdampak yang berada di dalam konsesi perizinan kasus yang diperkarakan ini,” katanya. (*)