Jayapura, Jubi – Ketua Perkumpulan Bantuan Hukum Pers Tanah Papua atau PBH Pers Tanah Papua Simon Pattiradjawane menyebutkan ada delapan jenis kasus kekerasan yang sering dialami jurnalis di Tanah Papua. Tiga di antaranya paling sering ditangani PBH Pers Tanah Papua.
Delapan kasus itu adalah penganiayaan atau kekerasan, teror atau ancaman, penghalang-halangan jurnalis asing, intimidasi, kriminalisasi, penyerangan kantor media, serangan cyber, dan pemutusan akses jaringan.
“Dari kedelapan kasus itu ada, tiga kasus utama yang sering terjadi dan ditangani PBH Pers Tanah Papua adalah teror atau ancaman terhadap jurnalis, intimidasi, dan penganiayaan atau kekerasan,” kata Simon saat memberikan materi kepada calon reporter Jubi di ruang Sekolah Jujur Bicara, Kantor Redaksi Jubi, Waena, Jayapura, Sabtu (2/12/2023).
Simon mengatakan jurnalis memiliki peran penting dalam memantau praktik hukum, HAM, dan demokrasi di Indonesia. Peran penting jurnalis itu adalah sebagai pelindung demokrasi dan supremasi hukum.
Jurnalis, katanya, juga berperan sebagai penghubung pemerintah, aparat keamanan, dan warga negara yang membaca, menonton, atau mendengarkan media.
“Artinya aparat keamanan dan stakeholder lainnya harus bersikap transparan, jujur, dan kredibel, demi menjaga kepercayaan publik dan legitimasi badan mereka sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan saat jurnalis dapat bekerja dengan aman maka masyarakat akan lebih mudah mengakses informasi yang berkualitas, sehingga banyak tujuan yang tercapai.
Tujuan yang tercapai itu adalah hukum, HAM, dan demokrasi. “Di mana tercipta pemerintah yang demokratis dan penurunan angka kemiskinan, konservasi lingkungan, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, keadilan dan budaya hak asasi manusia,” katanya..
“Untuk menjalankan peran penting itu, jurnalis di Tanah Papua harus tahu ada hak imunitas pers dan hak yang melekat pada jurnalis,” katanya.
Hak imunitas pers mencakup wartawan dan pers adalah pihak yang menjalankan upaya pemenuhan hak warganegara atas hak untuk mendapatkan informasi dan hak untuk mengetahui. Hal itu tercantum pada Pasal 6 UU Pers.
Kemudian Pasal 50 KUHP menyebutkan barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. “Itu artinya media dan jurnalis tak boleh dipidana,” katanya.
Selain itu, kata Simon, di dalam UU Pers tercantum terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Kemudian hak yang melekat pada jurnalis adalah hak tolak, hak jawab, hak koreksi, dan hak imunitas.
Menurut Simon banyak orang melihat Tanah Papua dengan kaca mata yang berbeda-beda. Juga banyak hal tersebar di ruang publik tentang Papua.
“Untuk mengontrol informasi yang tersebar di ruang publik mengenai hukum, HAM, dan demokrasi di Tanah Papua, jurnalis di Papua punya peran sangat penting untuk membendung tersebarnya isu-isu negatif,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!