Jayapura, Jubi – Kampanye untuk pemilihan teritorial Polinesia Prancis telah memasuki pekan terakhirnya. Pemilu akan dilakukan dalam dua putaran. Pertama pada 16 April 2023 dan kedua pada 30 April 2023.
“Dengan mengenakan warna partainya masing-masing, pendukung beberapa partai mengadakan aksi unjuk rasa kecil-kecilan di pasar akhir pekan Papeete, Tahiti, wilayah jajahan Perancis di Pasifik Selatan,” demikian laporan yang dikutip Jubi.id dari https://www.rnz.co.nz.
Dikatakan dalam dua putaran pemungutan suara – pada Minggu, 16 April dan Minggu, 30 April – para pemilih akan memilih majelis baru yang beranggotakan 57 orang untuk masa jabatan lima tahun.
Sebanyak tujuh daftar bersaing dalam pilkada
Di bawah sistem proporsional yang diperkenalkan pada 2011, sebuah daftar membutuhkan dukungan setidaknya 12,5 persen suara untuk lolos ke putaran kedua.
Daftar yang memenangkan suara terbanyak di putaran kedua akan mendapatkan sepertiga dari semua kursi sebagai bonus.
Duapertiga sisanya kemudian akan didistribusikan menurut kekuatan relatif daftar tersebut.
Pengamat mengatakan hanya Tapura Huiraatira yang berkuasa dan Tavini Huiraatira yang pro-kemerdekaan yang memiliki peluang untuk menang, mengingat kehadiran mereka di seluruh kelompok pulau.
Terakhir kali pemilih Polinesia Prancis pergi ke tempat pemungutan suara adalah pada tahun 2018.
Presiden Edouard Fritch dari Tapura Huiraatira telah memegang jabatan tertinggi di wilayah itu sejak 2014.
Menurut https://id.wikipedia.org Tahiti adalah pulau terbesar di Polinesia Prancis, terletak di Kepulauan Society, di bagian selatan Samudra Pasifik. Pulau ini berpenduduk 169.677 jiwa menurut Sensus Penduduk 2002.
Pulau Tahiti terkenal karena keindahan dan pariwisatanya. Pulau ini merupakan pulau dengan penduduk terbanyak di Polinesia Prancis (69% dari jumlah penduduk total). Ibu kotanya adalah Papeete, yang terletak di pantai timur laut. Tahiti juga dikenal dengan sebutan Otaheite.
Pulau Tahiti memiliki panjang 45 km pada sisi terpanjang, dan memiliki luas 1.048 km² (404 mil²), dengan titik tertinggi 2.241 m (7.352 kaki) di atas permukaan air laut (Gunung Orohena).
Umu Ti, upacara berjalan di atas batu panas
Selain keindahan alam pantainya, ternyata Tahiti juga punya upacara berjalan di atas batu panas. Upacara ini mirip dengan Apen Bayeren di Biak, Pulau Beqa di Fiji, dan Pulau Bismarck di Papua Nugini.
Upacara leluhur umu tī (jalan api) telah menandai dimulainya perayaan Heiva i Tahiti dengan cara yang berapi-api. Upacara leluhur yang dipimpin oleh tahu’a Raymond Teriirooiterai GRAFFE ini berlangsung di Taman Mahana disaksikan beberapa ratus penonton.
Persiapan Umu Ti tunduk pada ritual yang panjang dan tepat. Tanggal ditetapkan menurut kalender lunar Polinesia dan batu vulkanik dipilih dengan cermat.
Sebuah lubang besar kemudian digali dan kayu, pohon kelapa dan batu-batu tersebut dikumpulkan di dalamnya. Api menjadi hidup dan dibutuhkan sekitar satu hingga dua hari untuk mencapai suhu optimal. (*)