Jayapura, Jubi – Front Pembebasan Perempuan atau FPP Papua dan Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura atau USTJ, mengadakan diskusi dalam memperingati International Women’s Day 2025, di Aula USTJ Kota Jayapura, Papua, pada Sabtu (8/3/2025).
International Women’s Day diperingati setiap 8 Maret dan pertama kali dilaksanakan pada 1917. Diskusi yang mengusung tema “Nasib Perempuan Papua dalam Cengkeraman Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme di Tanah Papua” ini membahas sejumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan baik di daerah pedalaman Papua.
Aktivis perempuan Papua yang juga menjadi narasumber pada diskusi tersebut, Yokbeth Felle, mengatakan pada umumnya di Papua maupun di daerah pedalaman masih terus terjadi kekerasan terhadap perempuan.
“Hari ini yang terjadi di Papua [kekerasannya] secara beragam, ada yang mengalami kekerasan seksual dan suaminya dibunuh [kehilangan suami]. Secara tidak langsung mereka juga dimiskinkan bahkan mengungsi ke wilayah lain,” ujarnya.
Menurutnya, kekerasan itu terjadi tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat yang mengirimkan aparat militer Indonesia ke Papua. Selanjutnya masyarakat kerap distigma sebagai anggota TPNPB-OPM.
“Jadi diskusi hari ini membicarakan bagaimana nasib perempuan Papua yang berhadapan dengan kolonialisme, kapitalisme, dan militerisme,” katanya.
Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Warpo Wetipo yang juga menjadi narasumber pada diskusi tersebut mengatakan, meskipun Papua dalam situasi penindasan tetapi para perempuan terus membangun pola-pola kesadaran.
“Saya perwakilan kawan-kawan pejuang lain menyampaikan selamat Hari Perempuan sedunia ke-112. Diskusi hari ini ialah satu langkah yang diambil perempuan, mereka tidak hanya menjadi pendengar dan pesuruh, tetapi mereka juga aktif terlibat dalam gerakan perlawanan,” ujarnya.
Ia mengatakan kesadaran itu terlahir setelah berdiskusi dan membaca buku. Perempuan memiliki jiwa untuk berjuang menentukan nasib sendiri sama seperti laki-laki. Situasi hari ini mendesak mereka untuk harus melawan penindasan yang terjadi di Tanah Papua.
Wetipo mengatakan, para aktivis perempuan Papua diharapkan terus melakukan perlawanan terhadap berbagai isu. Perempuan Papua wajib berdiri dalam membangun dan ikut berjuang, untuk penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
“Kita tidak punya keadilan yang baik, jika kita masih bersama kolonial Indonesia, di mata kolonialisme orang Papua semua sama,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!