Jayapura, Jubi – Koalisi Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua melakukan aksi bisu di Tugu Universitas Cenderawasih, Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, 8 Maret 2025. Aksi itu digelar
Aksi untuk memperingati Hari Perempuan Internasional itu mengangkat tema “Hormati, lindungi, dan penuhi hak asasi perempuan di Tanah Papua”.
Para perempuan peserta aksi mengusung poster bertuliskan ‘perempuan bukan budak laki-laki’, ‘ko suka pukul perempuan ko goblok’, ‘stop seksualitas dan patriarki adalah masa lalu, kesetaraan adalah masa depan’, dan ‘tindak tegas pejabat pelaku kekerasan seksual’.
Penanggung Jawab Aksi Anasthasia Manong mengatakan Koalisi Perempuan Pembela HAM, khususnya di Jayapura, melakukan aksi bisu Hari Perempuan Internasional tersebut karena melihat situasi saat ini di Papua, terjadi kekerasan terhadap perempuan dan penghormatan terhadap perempuan masih kurang.
Hal itu, katanya, terjadi karena kebanyakan masyarakat Papua masih membawa budaya patriarki dan juga hak-hak perempuan belum dilihat sebagai hak asasi manusia.
“Contoh nyata saat ini yang kami lihat, di mana proyek strategis nasional telah merampas hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan, juga anak. Hal ini berdampak terhadap kehilangan hak hidup masyarakat adat dan itu menjadi salah satu hak perempuan,” katanya.
Kondisi perempuan di Papua saat ini, kata Manong, sebagian besar sudah sadar dan tahu bahwa memperingati hari perempuan itu penting.
“Tapi masih banyak juga perempuan Papua yang belum menganggap memperingati Hari Perempuan itu penting,” katanya.
Padahal, tambahnya, saat memperingati Hari Perempuan juga disampaikan apa yang menjadi hak perempuan.
Menurut Manong, saat ini juga masih banyak anak-anak muda yang menggunakan media sosial dengan melakukan diskriminasi terhadap perempuan lain.

“Misalnya ada perempuan yang masih mengatakan perempuan lain rambut takut batang leher. Lalu ada yang bilang perempuan lain jelek dan tidak punya apa-apa. Karena itu kami membuat satu kampanye bisu ini, kami mau kasih tahu hal-hal itu adalah bagian dari diskriminasi dan penghinaan terhadap kami sendiri,” ujarnya.
Jadi perlu, kata Manong, untuk teman-teman muda perempuan dan juga laki-laki yang masih membawa budaya patriarki, untuk tidak seenaknya melakukan hal-hal seperti itu terhadap perempuan.
“Ada laki-laki yang dengan enaknya bilang saya sudah bayar harta, jadi saya punya hak untuk pukul perempuan, itu yang seharusnya dihilangkan. Dari kegiatan ini laki-laki bisa melihat menggunakan budaya patriarki secara hak asasi itu tidak menjamin keselamatan untuk perempuan dan anak,” katanya.
Perempuan, kata Manong, memiliki hak untuk berekspresi di tempat di mana mereka berada.
“Karena itu, kami sebagai perempuan yang peduli terhadap diri kami sendiri dan perempuan di luar sana, melakukan aksi ini mau mengatakan kepada laki-laki yang masih melakukan kekerasan kepada perempuan untuk stop, kami punya hak yang sama dengan kalian,” ujarnya.
Manong juga menyampaikan pesan kepada pemerintah bahwa pemerintah belum sepenuhnya memerhatikan dan bahkan mengabaikan hak-hak perempuan, karena masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan.
“Misalnya ada pemukulan terhadap perempuan, itu pemerintah masih tidak peduli. Kemudian dampak dari PSN (Proyek Strategis Nasional) itu perempuan yang paling berdampak, karena tempat mencari makan bagi perempuan itu ada di hutan. Semua itu pemerintah tidak melihat, hanya pikir bagaimana proyek ini bisa jalan untuk kepentingan pemerintah dan negara,” katanya.
‘Makan gratis tidak penting’
Anasthasia Manong juga menyebutkan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk pelajar di Papua tidak penting, karena tidak menjamin kesehatan bagi masyarakat Papua, terutama anak-anak.
“Karena sa pulang sekola, mama sudah masak di rumah untuk sa makan sehingga yang lebih penting itu bagaimana pemerintah kasih siap tenaga kesehatan dan guru untuk memberdayakan anak-anak Papua di pedalaman sana. Soal makan gratis itu di Papua SDA cukup melimpah dan mama bisa masak untuk anaknya makan setiap hari,” ujarnya.
Menurut Manong makan gratis itu tidak menguntungkan bagi orang Papua dibanding penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan tenaga guru.
“Serta kesehatan untuk anak-anak Papua di pedalaman sana yang sampai saat ini tidak dapat pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak,” katanya.
Koordinator Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia Wilayah Papua Yokbet Felle mengatakan aksi perempuan tersebut selain memperingati Hari Perempuan Internasional, juga untuk melihat situasi perempuan saat ini yang masih ‘tidak baik-baik saja’ dan keadaan Papua yang juga ‘tidak baik-baik saja’.
“Sehingga teman-teman perempuan berinisiatif melakukan kampanye untuk menunjukkan bahwa dalam kondisi Papua yang tidak baik-baik saja masih ada perempuan-perempuan yang terus berdiri untuk bersuara terkait kondisi Papua khususnya pendropan militer dan perampasan tanah adat di Papua,” katanya.
Selain itu, tambahnya, kekerasan domestik dan juga kekerasan-kekerasan negara masih terus berlangsung dan dirasakan perempuan.
“Untuk itu teman-teman perempuan memilih tema tahun ini ‘Hormati, lindungi, dan penuhi hak-hak perempuan di Tanah Papua’,” katanya.
Felle mengatakan dalam implementasi atau kebijakan pemerintah terkait dengan perempuan masih terlihat banyak aturan yang sifatnya diskriminatif. Kemudian hak-hak perempuan juga masih banyak tidak dipenuhi pemerintah, bahkan negara.
Akses pendidikan bagi perempuan, tambahnya, masih kurang. Pelayanan kesehatan juga belum terpenuhi, misalnya kesehatan gratis menstruasi sehat. Untuk perempuan melahirkanjuga masih belum dipenuhi negara.
“Itu terlihat nyata sekali pengabaian negara terhadap perempuan-perempuan Papua, khususnya yang berada di wilayah konflik,” ujarnya.
Perempuan-perempuan yang hari ini tanahnya dirampas, tambah Felle, yang berdampak pada kekurangan air bersih, semua itu belum diperhatikan pemerintah. Apalagi perempuan yang sangat rentan dalam situasi-situasi seperti itu.
“Harapan dari aksi hari ini, semoga kita terus bergerak untuk menyuarakan kondisi perempuan yang ada di Tanah Papua dan dapat melakukan perubahan-perubahan kecil yang dapat memantik perubahan-perubahan besar bagi perempuan di Tanah Papua,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!