Sentani, Jubi – Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) Kabupaten Jayapura, diminta agar segera menyelesaikan tugas-tugas pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura.
Penegasan itu disampaikan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw saat ditemui di kantornya, Jumat (3/6/2022).
Bupati menjelaskan, dari laporan tim kerja hampir sebagian besar wilayah adat bahkan kampung-kampung sudah dipetakan.
Hal ini dimaksudkan agar hasil pemetaan wilayah adat dan kampung-kampung bisa disertifikasi oleh Kementerian ATR/BPN, sekaligus dikeluarkan sertifikat komunal bagi masing-masing wilayah adat dan kampung, yang nantinya pada acara pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN), sertifikatnya akan diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Kita berharap agar memasuki Agustus tinggal finishing laporan data, dan diserahkan kepada kementerian untuk sertifikasi,” jelas Awoitauw.
Sementara itu, Ketua Harian GTMA Kabupaten Jayapura, Bernard Urbinas mengatakan pemetaan wilayah adat sebagian besar sudah diselesaikan. Ada sembilan wilayah adat yang dibagi dalam empat wilayah pembangunan.
Saat ini untuk wilayah pembangunan satu, tiga, dan empat sebagian data wilayahnya sudah final dan tinggal dipetakan, dan yang tersisa tinggal data kampung.
“Seperti wilayah pembangunan empat tinggal dipetakan, saat ini ada beberapa kampung yang meminta untuk dipetakan seperti Kampung Sawe Suma dan Bundru, yang merupakan kampung perbatasan administrasi pemerintahan Jayapura dan Sarmi. Wilayah pembangunan tiga untuk kampung di Lembah Grimenawa, sudah mencapai 75 persen yang didata,” ujarnya.
Lanjut Urbinas, dalam pemetaan wilayah adat sejak 2018 hingga 2022, banyak kendala yang dihadapi oleh tim. Dokumen dan fakta sejarah terkait kepemilikan hak ulayat harus pula disesuaikan, dan ketika ada konflik harus diselesaikan melalui rapat-rapat adat. Dalam proses seperti ini, tim yang menyesuaikan diri untuk menunggu hasil keputusan pihak adat.
“Sebelum Agustus kita pastikan selesai semua. Pengakuan hak berdasarkan fakta sejarah, disampaikan oleh masyarakat pemilik hak ulayat. Kami hanya mendata dan mecatat siapa pemilik hak dan batas kepemilikan, termasuk keret dan marga di dalam wilayah adat tersebut,” jelasnya.
Setelah adanya sertifikasi komunal, kata Urbinas, wilayah adat dan luas lahan serta kepemilikan hak berdasarkan keret dan marga, tidak bisa diklaim oleh pihak lain. Atas dasar kepemilikan hak ulayat tersebut, tanah tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain, selain dilakukan kesepakatan pengelolaan bersama dengan durasi waktu yang ditetapkan.
“Hal ini disinergikan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2018 tentang Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Jayapura. Bahwa penguasaan terhadap potensi sumber daya alam, dikuasai dan dikelola seluas-luasnya oleh masyarakat sebagai pemilik hak ulayat itu sendiri,” jelasnya. (*)
Discussion about this post