Jakarta, Jubi – Delegasi Indonesia yang terdiri atas Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong, Duta Besar RI di Nairobi Mohamad Hery Saripudin, serta pejabat dari Kementerian LHK, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, dan KBRI Nairobi sukses berpartisipasi dan memperjuangkan kepentingan nasional dalam acara The United Nations Environment Assembly atau UNEA ke-6 di Nairobi, Kenya.
“Indonesia telah meningkatkan kualitas lingkungan (tanah, air, udara), melalui langkah-langkah komprehensif, inovatif, terpadu untuk mengendalikan polusi melalui optimalisasi pengelolaan sampah (hulu-hilir) dan ekonomi sirkular dalam kerangka Zero Waste, Zero Emission 2030,” kata Alue yang memimpin delegasi tersebut dalam siaran pers KBRI Nairobi diterima di Jakarta pada Minggu (3/3/2024).
Menurut Alue, Indonesia juga telah berupaya keras untuk menunjukkan komitmennya dalam menjaga pengelolaan bakau berkelanjutan melalui inisiatif bakau berketahanan iklim dan mendirikan World Mangrove Center.
Indonesia juga menggarisbawahi keberhasilan pada pengelolaan air yang akan menjadi showcase pada The 10th World Water Forum pada Mei di Bali, serta mengundang partisipasi seluruh pihak pada pertemuan tersebut.
Indonesia mengajak sejumlah negara lain melakukan konservasi, restorasi dan pengelolaan bakau secara berkelanjutan, mencegah dan mengatasi polusi yang merusak hutan mangrove, mencegah konversi hutan mangrove, meningkatkan R&D dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan mangrove, dan meningkatkan pemanfaatan jasa lingkungan mangrove, serta memobilisasi sumber daya untuk konservasi, restorasi dan pengelolaan mangrove berkelanjutan.
UNEA yang beranggotakan 193 Negara Anggota PBB merupakan badan pengambil keputusan tertinggi di dunia untuk menetapkan prioritas kebijakan dalam mengatasi permasalahan lingkungan global seperti isu ekonomi sirkular; tindakan multilateral yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan menuju keadilan iklim; modifikasi radiasi matahari; pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik, serta badai pasir dan debu.
Lebih dari 5.000 delegasi dari 139 Negara Anggota PBB serta sekitar 60 menteri dan 50 pejabat setingkat wakil menteri/direktur jenderal hadir pada UNEA Ke-6 yang berlangsung pada 26 Februari–1 Maret.
Dubes Hery mengatakan UNEA Ke-6 merupakan platform untuk menentukan norma tentang bagaimana negara anggota menyikapi berbagai isu lingkungan.
“Sebagai pemilik hutan mangrove terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, Indonesia memberikan teladan yang baik dan’ Lead by Example’, yang menjadi kontribusi penting dalam mengatasi tantangan lingkungan global yang saling terkait (interlinkages)”, kata Hery.
Lebih lanjut, Hery mengatakan Indonesia senantiasa mendorong sinergi antara proses dan inisiatif global pada berbagai platform multilateral, dengan pelibatan inklusif seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung pelestarian lingkungan dan mewujudkan dunia yang lebih hijau.
UNEA Ke-6 menghasilkan Ministerial Declaration berisi dorongan untuk meningkatkan upaya penanganan perubahan iklim, mendukung implementasi The United Nations Decade on Ecosystem Restoration dan The United Nations Convention to Combat Desertification, memerangi degradasi lahan/penggurunan dan deforestasi, transisi produksi pertanian/perikanan berkelanjutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, mewujudkan just and sustainable energy transition, pengelolaan mineral/logam ramah lingkungan, aktif konstruktif pada negosiasi pembentukan instrumen internasional terkait polusi plastik, meningkatkan kerja sama mengatasi polusi serta pengelolaan bahan kimia/limbah yang lebih baik.
UNEA Ke-6 juga mengadopsi 1 laporan dan 2 putusan, serta 15 resolusi mengenai sirkularitas agroindustri tebu rendah karbon; peningkatan peran forum regional para menteri/kantor regional program lingkungan hidup PBB dalam kerja sama multilateral; pemajuan kerja sama-kolaborasi-sinergi implementasi Multilateral Environment Agreements (MEAs) dan instrumen lingkungan hidup terkait; aspek lingkungan mineral dan logam; peningkatan kerja sama UNEA-UNEP-MEAs; memerangi badai pasir dan debu; pemajuan gaya hidup berkelanjutan; pengelolaan bahan kimia/limbah yang baik; memajukan kerja sama regional mengatasi polusi udara global; penanganan pestisida yang sangat berbahaya; bantuan pemulihan lingkungan hidup di wilayah konflik bersenjata; solusi efektif/inklusif untuk memperkuat kebijakan air; memperkuat upaya internasional memerangi/memulihkan degradasi lahan/penggurunan, serta ketahanan terhadap kekeringan dan amandemen instrumen pembentukan Global Environment Facilitiy.
Pada kesempatan itu Indonesia juga mengadakan side event bertajuk “World Mangrove Center – Leading by Example” yang menggarisbawahi peran Indonesia sebagai negara pemenang dalam isu mangrove dan menekankan perlunya “will to connect”, termasuk melalui pendirian World Mangrove Center. (*)