Sorong, Jubi – Sejumlah pengungsi dari Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya, menggelar Natal bersama di Gereja Kapela Stasi Santa Monika, Aimas, Rabu (8/1/2025).
Dengan mengusung tema “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem – Biarlah Kami Kembali ke Kampung dengan Damai”, para pengungsi merayakan Natal di tengah keterbatasan. Natal kali ini menjadi simbol perjuangan, harapan, dan kerinduan, untuk pulang ke tanah leluhur yang damai.
Sejumlah pengungsi itu, merupakan korban penyerangan Posramil Kisor, 2 September 2021. Penyerangan tersebut, menewaskan empat anggota TNI dan melukai dua lainnya.
Buntut penyerangan tersebut, mengakibatkan ribuan warga sipil mengungsi dari 50 kampung di Distrik Aifat Selatan dan Aifat Timur Raya. Sekitar 3.435 orang, termasuk anak-anak dan lansia, meninggalkan rumah mereka, hidup dalam ketakutan dan ancaman.
Hingga kini, mereka masih tinggal di pengungsian dengan kondisi memprihatinkan, tanpa kejelasan mengenai hak asasi mereka.
Dalam homilinya, Pastor Bernard Baru OSA, menekankan pentingnya keberanian menghadapi ketakutan.
“Ketakutan membuat kita terkurung. Tetapi kasih Tuhan lebih besar dari semua rasa takut. Tuhan ingin kita hidup dalam keberanian dan harapan,” ujarnya.
Pastor Bernard juga mengajak para pengungsi untuk terus berdoa, dan bersatu dalam menghadapi kesulitan hidup, seraya berharap agar rekonsiliasi dapat terwujud.
Direktur SKPKC OSA Pastor Heribertus Lobya, menyoroti kondisi para pengungsi yang masih jauh dari layak. Pasalnya bahwa ratusan jiwa tersebar di wilayah seperti Intimpura, SP2, SP3, dan Bambu Kuning.
Mereka kesulitan mengakses kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan tempat tinggal.
“Anak-anak sulit mengakses pendidikan. Beruntung ada sekolah-sekolah seperti SD Santo Paulus dan Santo Stefanus yang menampung mereka,” kata Pastor Heribertus.
Ia juga menyayangkan minimnya perhatian pemerintah. Bantuan yang sempat ada di awal pengungsian, kini hampir tidak terlihat lagi.
Perwakilan pengungsi Maybrat Albertina Fani Faan membacakan beberapa tuntutan pada perayaan Natal tersebut. Tuntutan-tuntutan itu diantaranya:
- Pembentukan tim pemulangan yang melibatkan gereja, LSM, pengacara, dan akademisi;
- Penarikan militer dari distrik Aifat Timur Raya dan Aifat Selatan;
- Penghentian penggunaan rumah warga dan fasilitas umum sebagai pos militer;
- Penyelesaian konflik bersenjata secara adil dan bermartabat;
- Dialog damai melalui kebijakan jeda kemanusiaan.
Generasi muda: Harapan untuk masa depan
Direktur SKPKC OSA Pastor Heribertus Lobya mengatakan, anak-anak pengungsi menghadapi tantangan besar dalam pendidikan. Dengan bantuan gereja dan komunitas lokal, mereka kini mendapat fasilitas belajar sederhana.
“Kami ajar mereka membaca, menulis, berhitung, dan berdoa agar mereka tetap memiliki harapan,” kata Pastor Heribertus.
Namun, lanjutnya, ketidakpastian masa depan terus menghantui anak-anak.
“Kami hanya ingin hidup normal, sekolah, dan bermain seperti anak-anak lain,” ujar seorang anak pengungsi.
Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Maybrat, Adam Sori, dalam pernyataannya mengungkapkan keprihatinan mendalam, terhadap nasib para pengungsi yang masih terabaikan.
“Pemerintah Maybrat mengklaim situasi sudah aman, tetapi kenyataannya banyak kampung masih kosong. Kampung Saud, Prambu, Tifromen, dan Tijimana tidak lagi dihuni,” kata Adam Sori.
Adam Sori mengatakan, rumah-rumah ditinggalkan, pohon-pohon tumbuh liar, dan para pengungsi terpaksa bertahan hidup di kota-kota seperti Sorong dalam kondisi serba kekurangan.
Sori mengatakan, hingga kini, lebih dari 200 pengungsi tersebar di berbagai tempat di Sorong dan Sorong Selatan. Sebagian besar tinggal di kos-kosan tanpa dukungan yang memadai. Bantuan dari pemerintah daerah hampir tidak ada, hanya mengandalkan uluran tangan dari gereja, lembaga sosial, dan komunitas lokal.
“Kami minta pemerintah kolonial Indonesia segera tarik kembali anggota TNI/Polri dari wilayah Maybrat,” katanya.
Dia berharap agar suara dari para pengungsi ini menjadi panggilan bagi semua pihak, untuk mewujudkan rekonsiliasi yang sejati, sehingga kedamaian dapat kembali hadir di Tanah Papua. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!