Nabire, Jubi – United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengutuk tindakan tidak berperikemanusiaan, khususnya penembakan terhadap dua anak, menyebabkan Ronal Ronaldus Duwitau (13 tahun) tewas dan Nepina Duwitau (6 tahun) terluka di Yokatapa, Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah pada Senin (8/4/2024).
“TNI dan Polri seperta kesatuan lain sepatutnya mesti mematuhi hukum humaniter,” kata Markus Haluk, sekretaris eksekutif ULMWP kepada Jubi melalui ponsel, Rabu (10/4/2024).
Selain menyampaikan dukacita yang mendalam kepada keluarga kedua korban, ULMWP juga menyerukan kepada rakyat asli Papua tetap menjaga diri, terutama mereka yang berada di wilayah konflik bersenjata.
“Kepada keluarga korban, kami menyampaikan turut berduacita yang mendalam. Kami juga menyerukan kepada rakyat Papua tetap jaga diri. Keselamatan kita ada di tangan kita,” kata Haluk.
ULMWP juga mendukung pernyataan perwakilan keluarga korban yang mendesak Komnas HAM menyelidiki peristiwa tersebut dan meminta pelakunya diproses hukum sampai tuntas.
Namun, kata dia, lebih baik lagi jika Indonesia berhati baik memberikan akses penuh kepada tim investigasi guna melindungi warga sipil.
“Kami mau pemerintah Indonesia membuka akses untuk tim investigasi independen masuk ke West Papua,” ujarnya.
Hal itu, kata dia, peristiwa penembakan terhadap dua anak di bawah umur di Intan Jaya merupakan potret terkecil dari apa yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia selama 61 tahun, yaitu sejak Mei 1963 hingga Maret 2024 atau terjadi selama keberadaan Indonesia di West Papua.
Pihaknya dengan tegas menyatakan mengutuk keras tindakan militer Indonesia terhadap warga sipil seperti ini di West Papua.
“Tindakan macam ini telah melanggar nilai kemanusiaan. Hukum manapun tidak membenarkan tindakan penyiksaan keji seperti terlihat dalam dua cuplikan vidio yang sedang viral,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari keprihatinan dan desakan berbagai pihak komunitas internasional atas fakta pelanggaran HAM di West Papua oleh Pemerintah Indonesia, termasuk laporan sekretaris penasehat pelapor khusus Dewan HAM PBB sehubungan dengan situasi ancaman genosida di West Papua, maka ia menyerukan “Komisi Tinggi HAM PBB segera membentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan Pelanggaran HAM dan ancaman genosida kepada Bangsa Papua”.
ULMWP juga meminta rakyat bangsa Papua supaya rbangkit melakukan upaya pembelaan diri secara konkret sebagai upaya membela diri atas setiap kejahatan dan ancaman nyata yang terus terjadi kepada orang Papua di atas tanah leluhurnya.
“Indonesia dan pemimpinnya bukan masa depan bangsa Papua,” ujarnya.
Pihaknya juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengundang kedua pemimpin Melanesia yang juga utusan PIF, PM PNG, dan PM Fiji guna berkunjung ke Indonesia.
“Itu sejalan dengan keputusan para pemimpin PIF pada 2023,” katanya. (*)
Discussion about this post