Jayapura, Jubi – Pihak CV Bintang Mas dan Sekolah Anak Hebat Papua milik Yayasan Shalom Centre Papua bersepakat berdamai atas sengketa lahan seluas 415,39 meter persegi di Entrop, Kota Jayapura, yang digunakan pihak Yayasan Shalom Centre Papua. Kesepakatan itu dimediasi Kantor Perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan persoalan itu berawal dari pengaduan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua selaku kuasa Sekolah Anak Hebat Papua pada 20 November 2023. Ramandey mengatakan pengaduan itu terkait rencana CV Bintang Mas mengosongkan lahan yang digunakan Yayasan Shalom Centre Papua
“Sekolah Anak Hebat Papua itu mengadukan CV Bintang Mas,” kata Ramandey di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Jumat (7/3/2024).
Ramandey mengatakan setelah ditelusuri sebagian lahan yang digunakan pihak sekolah itu adalah tanah bersertifikat milik CV Bintang Mas. Ramandey mengatakan pihak sekolah juga mengakui jika sebagian tanah yang mereka gunakan adalah tanah CV Bintang Mas, namun sejak 2014 digunakan untuk kebutuhan sekolah.
Ramandey mengatakan kesepakatan antara CV Bintang Mas dan Sekolah Anak Hebat Papua tercapai setelah kedua pihak mengikuti tiga kali proses mediasi. Ramandey mengatakan para pihak akhirnya bersepakat berdamai dengan menghargai prinsip-prinsip hak asasi manusia.
“Komnas HAM Papua ini pihak ketiga yang menangani kasus ini. Pertama sudah dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Jayapura Kota, Pemerintah Kota Jayapura, dan Komnas HAM Papua. [Pada akhirnya] para pihak telah mengambil keputusan yang terbaik bagi anak-anak, namun dengan tidak melanggar hak asasi manusia dan hak milik soal tanah itu,” ujarnya.
Ramandey mengatakan penyelesaian perselisihan sengketa lahan harus mengedepankan musyawarah demi mendapatkan solusi bersama. “Proses mediasi itu bisa ditempuh,” katanya.
Ketua Tim Penegakan dan Penyuluhan HAM Komnas HAM Papua, Melchior S Weruin mengatakan tanah yang menjadi objek sengketa adalah lahan yang digunakan oleh Sekolah Anak Hebat Papua seluas 415,39 meter persegi. Lahan itu digunakan sekolah sebagai lapangan upacara, lokasi kantin, gudang sekolah, dan empat kamar untuk tempat tinggal.
“[Sengketa] ini benturan kepentingan hak. Sekolah dengan dalil atas pendidikan. Sekolah mau geser [pindah] tapi banyak anak-anak [dan] sementera mereka butuh lapangan, kantin, ruang tunggu orangtua murid. [Serta] CV Bintang Mas dengan dalil hak milik,” katanya.
Weruin mengatakan solusi yang diambil adalah pihak sekolah membayar sewa sekitar Rp5 juta per bulan dan dapat dibeli apabila memiliki dana. Namun, pihak sekolah juga akan secara sukarela akan melepaskan jika ada yang membeli lahan tersebut.
Weruin mengatakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan jaminan penghormatan atas hak pendidikan, tetapi juga menghormati hak milik.
“Sewa itu tetap jalan tengah. Sebab itikad dari awal CV Bintang Mas itu mau kasih kosongkan lahan itu, tapi mempertimbangkan penyelenggaraan pendidikan, dan menurut kita itu baik. Kami beri apresiasi, [karena] jarang korporasi/perusahaan memberikan itikad baik/tanggungjawab [untuk] memberikan kontribusi bagi pendidikan,” katanya. (*)
Discussion about this post